Turut hadir, Ketua Komisi I, Mukkin Nainggolan dan anggota DPRD lainnya,
Hidayati Gusti, Sri Hartati, Sudai, Sahat Silitongah, Rajisten Sitorus,
Agus Salim dan Manandus Sitanggang.
Sementara dari instansi terkait, Kakan
Perizinan Terpadu Frans Sitanggang, Kabid Asset Janchrisdo Damanik,
Kakan Satpol PP TD Purba Tambak, Camat Siantar Sabmenta Pasaribu, dan
staf ahli bidang hukum SML Simangungsong.
Kabid Asset Janchrisdo Damanik
mengatakan, berdasarkan peta Pemkab, bangunan-bangunan di kompleks
perkantoran tersebut, semisal Sopo Tubangarna, rumah bertingkat milik T
Silitonga dan kavlingan lain adalah milik Pemkab Simalungun. Namun lahan
aset tersebut belum memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional
(BPN).
“Menurut peta, lahan itu adalah komplek perkantoran dan tidak ada lahan milik masyarakat,” katanya.
Senada diungkapkan Staf Ahli Bupat, SML Simangungsong. Dari hasil cek, lahan tersebut milik Pemkab dan tidak ada dasar mengatakan ada lahan masyarakat di komplek perkantoran itu.
Masih kata SML Simangunggung, tahun 1994
saat dia bertugas di bagian agraria, tidak ada di komplek kantor
tersebut lahan masyarakat. Yang ada hanya kantor PLN yang dihibahkan,
serta lahan milik mantan wakil Bupati Simalungun masa Jabanten Damanik
yang juga ikut dihibahkan.
Camat Siantar Sabmenta Pasaribu
mengatakan, menurut laporan pangulu Lestari Indah, lahan perkantoran itu
adalah milik Pemkab. Namun, katanya, ada sebagian lahan milik
masyarakat.
“Atas dasar itulah pangulu membuat rekomendasi pengurusan
izin mendirikan bangunan (IMB) di komplek perkantoran tersebut atas nama
Tumpak Silitonga. Karena sudah memiliki akta BPN, maka oleh camat dan
pangulu dikirimkan rekomendasi kepada Bupati Simalungun cq Kantor PIT
Simalungun untuk mengeluarkan IMB,” tegasnya.
Anggota DPRD Rajisten Sitorus merasa
kecewa, karena Pemkab dari dulu tidak membuat surat BPN atas aset yang
dimilikinya, termasuk aset bersamalah saat ini. Kalau sampai ke proses
hukum dan hanya bermodalkan peta, menurut Rajisten, Pemkab sulit
memenangkannya.
“Dulunya lahan itu adalah HGU PTPN III,
diharapkan bukti pemberian kepada Pemkab bisa didapatkan lagi. Karena
dasar itulah Pemkab membuat peta dengan menyatakan lahan itu adalah aset
Pemkab Simalungun. Memang dari dulu sampai sekarang belum pernah ada
dilakukan proses jual-beli. Itu artinya, lahan tersebut masih milik
Pemkab Simalungun,” katanya.
Anehnya, lanjut Rajisten, kenapa bisa BPN
Simalungun mengeluarkan surat sertifikat di atas lahan milik pemerintah.
Hal itu-lah yang membuat pemilik bangunan liar itu merasa ‘di atas
angin’.
“Jelas saja mereka yang menduduki lahan
itu merasa di atas angin, karena memiliki surat. Warga yang menduduki
itu sudah lengkap secara administrasi. Masalahnya, kok bisa sertifikat
itu keluar,” tegas Rajisten.
Dia mengimbau, sejak sekarang aset Pemkab Simalungun supaya disertifikatkan, supaya anggarannya ditampung di APBD.
Hal senada diungkapkan Bernhard Damanik.
Ia dengan tegas mengatakan supaya aparat penegak Perda di Simalungun
membongkar paksa bangunan yang berdiri di lahan Pemkab, apalagi jelas
tidak ada IMB.
“Sudah jelas PIT mengatakan, bangunan itu tidak ada IMB, aparat penegak Perda sudah seharusnya membongkar paksa bangunan itu,” tegas Bernhard.
“Sudah jelas PIT mengatakan, bangunan itu tidak ada IMB, aparat penegak Perda sudah seharusnya membongkar paksa bangunan itu,” tegas Bernhard.
Kakan PIT Simalungun Frans Sitanggang
membenarkan bahwa bangunan yang berdiri di lahan pemkab Batu VI tidak
memiliki izin. Meski sudah pernah dimohonkan untuk penertipan IMB,
tetapi sampai saat ini belum pernah direspon atau diterbitkan izinnya.
“Bangunan milik Tumpak Silitonga itu
tidak ada IMB. Memang sudah ada pengusulan, tapi karena situasinya
dalam masalah, hingga saat ini tidak pernah diterbitkan IMB,” tegasnya. (metrosiantar.com)
0 Comments