Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Diduga Banyak Terbitkan SHM Bermasalah, DPRD Akan ‘Kuliti’ Kinerja BPN Simalungun

SIMALUNGUN-Banyaknya kasus tanah yang terjadi di bumi Habonaron do Bona ini, membuat anggota Komisi II DPRD Kabupaten Simalungun hilang kesabaran. Wakil-wakil rakyat itupun bertekad akan ‘menguliti’ seluruh kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Simalungun, khususnya menyangkut penerbitan sertifikat bermasalah.

Seperti terbitnya 42 Sertifikat tanah di atas eks Hutan Tanaman Industri (HTI) di Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan yang seyogyanya untuk petani setempat guna menunjang program ketahanan pangan, malah menjadi kasus hukum di Polda Sumut karena dilaporkan masyarakat didampingi Ketua Tani Reformasi, Pahala Sihombing.Terbitnya sertifikat itu diduga banyak rekayasa, dimana pemiliknya justru petani yang tidak berhak dan kental dengan aroma nepotisme.

Selain itu, anggota Komisi II, Bernhard Damanik kepada METROPOLIS, Kamis (10/5) juga mencontohkah banyak kasus tanah yang terjadi justru di atas tanah yang sudah memiliki sertifikat, apakah itu HGU, HGB maupun SHM.

Dimisalkannya, tanah yang menjadi asset Pemkab Simalungun di Jalan Asahan Km 6. Ada yang sudah beralih kepada marga Silitonga dengan bukti Sertifikat, tapi tidak diketahui pasti apakah sSurat Hak Milik (SHM), Surat Hak Usaha (SHU) atau Hak Guna Bangunan (HGB). Selebihnya sudah dikapling-kapling atas nama orang lain.

“Kapan dijual dan siapa yang menjual, kita tidak tahu. Padahal kita belum pernah menjual aset di daerah itu. Inilah yang akan kita pertanyakan nanti di dewan. Sekretariat Pemkab Simalungun bulan Maret lalu sudah resmi memanggil pihak BPN untuk memberi penjelasan di dewan, tapi sampai sekarang belum datang juga,” ujar Bernhard.

Selain mendata kasus-kasus tanah yang bersertifikat tapi bermasalah, para wakil-wakil rakyat yang membidangani pertanahan itu, sebut Bernhard Damanik akan mengusut soal terbitnya sertifikat di atas tanah Pemda yang kini dikuasai marga Silitonga itu. Karena dampak buruk dari sengketa tanah, telah berakibat ancaman terjadinya konflik horizontal sesama masyarakat, bahkan dengan pemerintah.
Ketua Tani Reformasi, Pahala Sihombong merespon positif sikap Komisi II itu. Kepada METROPOLIS, Kamis (10/5) dia mengatakan akan ikut membantu memberi data kalau kinerja BPN Kabupaten Simalungun itu sangat tidak benar dan besar kemungkinan ada konspirasi yang melanggar hokum mereka lakukan.

Dia mencontohkan, BPN Simalungun telah menerbitkan sebanyak 42 lembar sertifikat tanah di atas tanah yang masih sengketa di Desa Buntu Turunan, Kecamatan Hatonduhan. Kasusnya tahun 2010 sudah pernah dilaporkan ke Polres Simalungun, tapi karena tidak ada perkembangan, maka kasusnya sekarang sudah dilaporkan ke Polda Sumut dan sejumlah pihak sudah dipanggil sebagai saksi.

Masalahnya kata dia, tanah itu adalah eks Hutan Tanaman Industri (HTI). Tapi oleh pemerintah sejak tahun 2005 telah mengalokasikan seluas 340 hektar lahan eks HTI itu di Desa Buntut Turunan, untuk dibagikan kepada petani sekitar. Lahan itu juga diperuntukkan sebagai lahan pertanian program ketahanan pangan.

Tapi karena proses pembagian lahan tersebut menimbulkan sengketa, maka rencana penyertifikatan untuk sementara ditangguhkan menunggu masalahnya selesai agar dikemudian hari tidak terjadi hal-hal tak diinginkan.

Dia juga menduga ada unsur rekayasa data-data dalam melengkapi berkas permohonan penerbitan 42 sertifikat tanah itu. Bahkan bisa jadi dimainkan pihak panitia. Bahkan mungkin juga melibatkan oknum-oknum di kantor pemerintahan desa, kalangan birokrat dari tingkat kecamatan hingga Pemkab Simalungun.

“Kasusnya sekarang sedang ditangani Polda Sumut. Sudah banyak yang dipanggil, tapi entah BPN apakah sdah dipanggil atau belum,” katanya.

Selain itu, Pahala mewakili sejumlah petani mengungkap kemungkinan adanya peran seorang pengusaha kelapa sawit berinisial J. Oknum pengusaha ini disebut-sebut berkeinginan menjadikan lokasi itu kawasan perkebuan kelapa sawit sekaligus mendirikan pabrik kelapa sawit (PKS).

Mereka juga mengaku santer mendengar kalau oknum inisial J itu telah mengantongi beberapa sertifikat yang dipergunakan sebagai jaminan kredit uang ke salah satu bank swasta di Pematang Siantar.

Menyinggung soal surat Kakanwil BPN Sumut ini, kata Pahala Sihombing, patut dicuriga keasliannya, karena surat itu ditandatangani tapi tidak ada stempel dari BPN Sumut.

“Bukti surat itu ada sama kita, lagipula apa urusan BPN Sumut menerbitkan surat seperti itu. Sebab tanah itu jelas bermasalah dan masih sengketa, tahun 2008 kita sudah menyurati BPN agar tidak menerbitkan sertifikat, tapi tahun 2009 BPN malah menerbitkan sertifikat sebanyak 42 lembar,” katanya.

Sementara, pejabat Bidang Sengketa, BPN Kabupaten Simalungun, Heru SH kepada METROPOLIS, Kamis (10/5) mengatakan, akan menjawab apa yang dikatakan pihak Komisi II di dewan nantinya.
“Kalau sudah dijadwalkan pemanggilan ke kami, kita akan datang,” katanya.

Menanggapi 42 sertifikat di Buntu Turunan, menurut dia, diterbitkan setelah persyaratan seluruhnya terpenuhi, dan juga ada surat dari Kakanwil BPN Sumut yang isinya memerintahkan BPN Simalungun untuk menerbitkannya.

Mengenai panggilan Sekretariat Pemkab Simalungun bulan Maret lalu, kata Heru, pihak BPN bukan tidak mau hadir ke Komisi II, tapi bersamaan hari dan tanggal pemanggilan, kebetulan pejabat terkait atau yang membidangi sedang tugas luar.(hemris-siantarmetropolis.com)

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments