Becak Siantar.Foto Asenk Lee Saragih. Koruptor membuat masyarakat miskin di Siantar.
Bus Sinar Raya di Raya. Foto Asenk Lee Saragih. Koruptor membuat masyarakat miskin di Simalungun.
MEDAN- Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara (Sumut) memberikan
penilaian atau perankingan terhadap penggunaan anggaran dalam konteks
kerugian negara yang terjadi semua pemerintahan di Sumatera Utara
(Sumut), baik pemerintah kabupaten/kota serta pemerintah provinsi.
Dari data tersebut, menunjukkan ada potensi kerugian
negara di Sumut hingga Rp1,1 triliun. Potensi tersebut disebabkan adanya
temuan BPK RI yang belum ditindaklanjuti dan dalam proses tindaklanjut
pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) propinsi dan
kabupaten/kota se-Sumut pada periode 2009-2011.
Hal ini diungkapkan Sekretaris FITRA
Sumut, Rurita Ningrum, kepada wartawan, di Medan, Jumat (6/7). “Analisis
kami ada 1.459 temuan BPK RI yang belum ditindaklanjuti Pemprovsu dan
Pemkab/Pemko di Sumut dengan potensi kerugian sebesar Rp618,73 miliar.
Kemudian ada 1.267 kasus yang tindaklanjutnya belum sesuai dengan
potensi kerugian sebesar Rp531,73 miliar,” ungkapnya.
Dikatakannya, potensi kerugian tersebut
masih tetap ada dikarenakan banyak kepala daerah yang mengabaikan hasil
audit BPK pada tiga tahun terakhir ini. Karena itu, FITRA mendesak
aparat penegak hukum bisa melakukan pendalaman terhadap temuan BPK RI
tersebut, sehingga kerugian negara bisa diminimalisir.
Dalam pemaparannya, FITRA juga membuat
rangking 13 pemda di Sumut yang paling banyak ditemukan potensi kerugian
negara. Di peringkat pertama, adalah Pemprovsu dengan potensi kerugian
pada periode 2009-2011 sebesar Rp395,26 miliar. Urutan kedua ditempati
Kota Medan dengan total kerugian negara sebesar Rp166,21 miliar.
Selanjutya ditempati Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batubara dengan
asumsi kerugian negara senilai Rp148,04 miliar.
Nias Utara di peringkat selanjutnya
dengan total kerugian negara yang dihasilkan sebesar Rp82,37 miliar.
Langkat mencapai Rp74,20 miliar. Simalungun sebesar Rp31,30 miliar,
Labuhanbatu sebesar Rp27,23 miliar, Padag Lawas Utara (Paluta) senilai
Rp24,23 miliar, Pemkab Dairi mencapai Rp17,26 miliar, Humbang Hasundutan
(Humbahas) Rp17,14 miliar, Nias sebesar Rp16,08 miliar, Pematangsiantar
Rp14,26 miliar dan di peringkat terakhir adalah Kota Binjai dengan
potensi kerugian negara pada rentang waktu tiga tahun sejak 2009-2011
sebesar Rp13,48 miliar.
“Pemprovsu diberikan peringkat satu
dikarenan sejak tahun 2009 sampai 2011, Pempropsu mengabaikan 206 kasus
temuan BPK RI yang berpotensi menyebabkan kerugian negara sebesar
Rp395,2 miliar,” lanjut Rurita Ningrum. Koordinator Investigasi dan
Advokasi Seknas FITRA Ucok Sky Khadafi menambahkan, dengan adanya temuan
ini menunjukkan, opini baik yang diberikan kepada pemda belum tentu
menggambarkan tidak ada temuan dalam laporan keuangannya.
Sebab, katanya, opini yang diberikan BPK
RI merupakan hasil dari audit rutin yang pastinya masih bisa dilakukan
audit investigasi secara mendalam. “Misalkan Kota Medan, yang pada tahun
2011 mendapat opini WTP (wajar tanpa pengecualiaan-red) ternyata
memiliki potensi kerugian negara paling besar dari 33 kabupateb/kota di
Sumut. Artinya, masih ada potensi kerugian akibat kesalahan pelaporan
maupun adanya pengeluaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, atau
bahkan setoran yang tidak disampaikan kepada negara,” paparnya.(MSC)
0 Comments