Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Di Bawah JR Saragih, Simalungun Jadi Gudang Masalah ?



Oleh : Ramlo R Hutabarat 


Hampir dua tahun sudah JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Hampir dua tahun pula daerah ini nyaris diselimuti ragam masalah. Anak negeri menjerit pilu, namun jeritannya berlalu begitu saja. 

Sampai saat ini, putra-putri Simalungun dimana saja terkesan tak mau ambil pusing, padahal mereka yang khususnya di perantauan sesungguhnya bisa berperan. Apa boleh buat, Simalungun pun semakin terpuruk. Infrastruktur porak poranda, sementara di sisi lain pendapatan anak negeri begitu-begitu saja.

Bernhard Damanik, salah seorang anggota DPRD Simalungun saja misalnya, mencatat beberapa persoalan yang mengganjal.  Persoalan yang diduganya sebagai penyimpangan pengelolaan keuangan, yang terindikasi menimbulkan kerugian pada keuangan Negara. Dalam bahasa hukumnya, terindikasi korupsi. Dan, sekali lagi, tidak satu pun agaknya yang mau peduli.

Pengadaan Finger Print (mesin absensi elektronik dengan sistem sidik jari) misalnya, merupakan salah satu kasus yang diduga Bernhard berpotensi korupsi. Menurut dia, pada tahun anggaran 2011 Pemkab Simalungun melakukan pengadaan Finger Print senilai Rp 2.525.000.000. Finger Print sebanyak 101 unit itu, diperuntukkan bagi kantor-kantor SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pemkab Simalungun, termasuk untuk semua kantor camat dan puskesmas.

Anehnya, masih kata Bernhard, sekarang semua Finger Print tadi justru tidak berfungsi lagi seperti yang direncanakan, hingga tak terlalu keliru jika disebut sebagai proyek gagal. Pihaknya yang tergabung dalam Tim IV LKPJ DPRD Simalungun jelasnya lagi, telah menemukan kasus itu berdasarkan hasil kunjungan mereka ke lapangan. 

Selain tidak berfungsi, pengadaannya diduga telah dilakukan dengan penggelembungan harga (mark-up) Di pasaran, harga yang sesuai spesifikasi seperti yang dicantumkan dalam kontrak cuma Rp 5 jutaan, padahal oleh perusahaan pemasoknya disebut Rp 25 jutaan.

Pekerjaan rehabilitasi dan renovasi Guest House Pemkab Simalungun meenjadi Rumah Dinas Bupati Simalungun, juga terindikasi korupsi, menurut Bernhard. Pekerjaan itu katanya, dilaksanakan secara swakelola, padahal berdasarkan Perpers 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa pada Instansi Pemerintah, pekerjaan tadi harus dikontrakkan. 

Pekerjaan yang menelan biaya Rp 2.835.000.000 itu harus dilakukan oleh Penyedia Jasa melalui Pelelangan Umum sesuai dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 khususnya pada Pasal 36 Ayat (1) Hal ini juga dipertegas oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Republik Indonesia melalui suratnya Nomor B-2920/ LKPP/ D-IV.1.1/07/2011 tanggal 5 Juli 2011, katanya.

Pekerjaan rehabilitasi dan renovasi Laboratorium Pemkab Simalungun menjadi Rumah Dinas Sekdakab Simalungun, katanya juga hampir sama dengan pekerjaan rehabilitasi dan renovasi Guest Haouse Pemkab Simalungun tadi. 

Pekerjaan itu juga dilakukan dengan secara swakelola berbiaya Rp 450.000.000. Dalam Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa pada Instansi Pemerintah, disebutkan Bernhard diatur syarat-syarat pekerjaan apa saja yang dapat diswakelolakan.. Sementara, karena pekerjaan itu sesungguhnya tak boleh dikerjakan secara swakelola, Negara diduga telah mengalami kerugian, katanya.

Pengadaan tanah untuk pembangunan alun-alun Pemkab Simalungun di Hapoltakan, Sondi Raya, kata dia juga terindikasi korupsi. Soalnya, katanya, pengadaan tanah itu dilakukan tidakm sesuai dengan mekanisme yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 

Pagu anggarannya senilai Rp 15.000.000.000, padahal tanah tersebut sekarang masih dalam proses pengadilan di Pengadilan Negeri Simalungun karena masih dalam sengketa.

Bernhard juga menyebut, pengadaan Paket Lebaran bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) Pemkab Simalungun yang beragama Islam 2011 juga diduga terindikasi korupsi. Paket Lebaran yang dibagikan pada 26 Agustus 2011 dengan nilai masing-masing Rp 30.000 itu juga dilakukan dengan mengabaikan Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

Pelaksanaan Proyek Dana Alokasi Khusus bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010 khususnya untuk pengadaan buku serta alat peraga berbiaya Rp 19, 5 miliar menurut Bernhard juga cenderung terindikasi korupsi. 

 Persoalannya, katanya, uangnya sudah dibayarkan seluruhnya kepada masing-masing perusahaan pemasok, padahal barang-barang yang dipasok tidak sesuai dengan spesifikasi teknis seperti yang diatur dalam kontraknya. Apalagi, katanya banyak barang-barang yang harus dipasok ke sekolah-sekolah tidak dipasok sesuai dengan perjanjian yang diatur dalam kontraknya.

Pekerjaan Pengadaan Genset untuk Rumah Dinas Bupati Simalungun serta gedung-gedung SKPD Pemkab Simalungun yang dikelola oleh Dinas Tarukim Tamben, menurut dia juga dilakukan Pemkab Simalungun tidak sesuai aturan yang berlaku. Pekerjaannya, katanya, dilakukan dengan mendahului proses Pengadaan Barang dan Jasa. Sementara pun, pembayarannya dilakukan sekaligus dibebankan dengan Pengadaan Genset pada SKPD.

“Proyek senilai Rp 1.495.000.000 ini betul-betul sarat korupsi”, katanya.

Target PAD (Pendapatan Asli Daerah) Simalungun Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp 72 miliar lebih yang cuma terealissasi hanya sebesar Rp 42 miliar lebih pun, menurut Bernhard Damanik cenderung bernuansa serta berpotensi  korupsi.

 Akibat tidak tercapainya target ini, para PNS di jajaran Pemkab Simalungun menjadi korban, hingga tidak (lagi) mendapatkan Uang Kesejahteraan serta Insentif senilai Rp 10 miliar. Penetapan target PAD ini, sebenarnya katanya sebelumnya sudah melalui pembahasan yang  alot di Badan Anggaran DPRD. Sangat perlu dilakukan penyelusuran apakah ada kebocoran dalam soal pengelolaan PAD ini, katanya lagi.

Pelaksanaan DAK  Tahun Anggaran 2011, menurut dia pun diduga telah dilakukan dengan aroma korupsi. Di antaranya Rp 41 miliar digunakan untuk Bidang Pendidikan yang meliputi kegiatan rehabilitasi berat dan sedang ruang kelas sekolah, pengadaan alat-alat laboratorium bagi SMP, pengadaan mobilier, serta pengadaan alat-alat peraga untuk SD dan SMP. Persoalan yang mengganjal, menurut dia, proyek ini tidak dilaksanakan sehingga anggarannya dan kegiatannya dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2012.

“Anehnya, dalam Silpa Tahun Anggaran 2011 cuma dicantumkan sebesar Rp 13 milira lebih”, kata Bernhard Damanik lagi.

Lantas Bagaimana

Bernhard Damanik, bisa saja nyerocos apa saja bagai burung betet. Apalagi, dia itu merupakan anggota DPRD. Namanya saja anggota DPRD, kerjanya memang antara lain melakukan pengawasan serta koreksi terhadap jalannya roda pemerintahan dan pembangunan. 

Dalam era transparansi ini, siapa saja bahkan bisa bilang apa. Yang penting, siapa saja harus mampu mempertanggungjawabkan atas apa yang dikatakannya. Jadi tidak asal ngomong dan tidak pula ngomong asal.

Sebagai seorang anak negeri apalagi sebagai seorang jurnalis, sudah barang tentu saya tidak langsung percaya terhadap apa yang dipaparkan Bernhard Damanik di atas. Boleh jadi dia katakan begini- begitu, tapi nyatanya Bernhard hanya omong doang. 

Mentang-mentang dia anggota DPRD, apalagi selama ini pun dia acapkali lantang berbicara mengungkap berbagai kasus di daerah ini setelah JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Kasus menurut dia, tentunya belum bisa disimpulkan sebagai suatu kebenaran. Apapun yang diungkap oleh seseorang sepertinya memang masih harus diuji kebenarannya.

Karena itulah rasanya, Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih  wajib melakukan klarifikasi atas pernyataan-pernyataan Bernhard Damanik ini. Pernyataan-pernyataan Bernhard, merupakan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih. 

Seolah-olah, Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih sudah begitu bobrok dan brengsek, serta korup tak alang kepalang. Padahal, saat kampanye dua tahun lalu pun JR Saragih telah berjanji untuk memimpin daerah ini dengan baik dan benar sesuai dengan harapan dan cita-cita anak negeri.

Untuk itulah barangkali, Pemkab Simalungun yang dalam hal ini  Bagian Humas bisa menunjukkan perannya sebagai juru bicara Pemkab Simalungun. Dia harus tanggap serta responsif terhadap suara-suara yang mencoba mendiskreditkan Pemkab Simalungun. Ibarat bola, jangan justru dibiarkan menjadi bola liar. Ibarat api, jangan dibiarkan menjadi besar hingga suatu masa bisa melahap atau membakar apa saja.

Sekarang ini memang, adalah zamannya transparansi. Segalanya harus jelas sejelasnya seperti Orang Batak Toba bilang : Patar songon indahan di balanga. Paham seperti dimaksud pepatah kuno “anjing menggonggong kafilah berlalu” sesungguhnya tak popular lagi untuk dianut. Anak negeri Simalungun, jelas sudah tidak sebodoh di masa lalu lagi. 

Apalagi, berbagai media publikasi dan komunikasi sekarang ini sudah menyebar luas di seluruh pelosok negeri. Di Kota Pematangsiantar saja, sudah ada beberapa surat kabar yang terbit rutin setiap hari. Dan Pemkab Simalungun, sesungguhnya bisa memanfaatkan surat kabar-surat kabar itu untuk mengkaunter atau mengklarifikasi pernyataan-pernyataan seperti yang diungkap Bernhard Damanik.

Karena itulah, memang, kita menunggu kabar dari Pemkab Simalungun. Bernhard Damanik mengatakan begini, bagaimana menurut Pemkab Simalungun? (Penulis adalah praktisi pers dan pemerhati masalah-masalah sosial, tinggal di Tepian Bah Bolon pada Nagori Siantar Estate di pinggiran Simalungun yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar)

Siantar Estate, 27 Agustus 2012

Ramlo R Hutabarat
HP : 0813 6170 6993

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments