Moses Juneri Saragih Manihuruk saat melihat sawah Oppungnya di Sipoldas, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun belum lama ini. Foto Asenk Lee Saragih. |
GUNUNG MALELA-
Pintu irigasi di Nagori Marihat Bukit, Kecamatan Gunung Malela,
Simalungun, hingga saat ini tidak bisa difungsikan. Kondisi ini membuat
ratusan hektare sawah terancam kekeringan. Ironisnya, Kabupaten
Simalungun selama ini dikenal sebagai lumbung beras di Sumatera Utara.
Tidak berfungsinya pintu irigasi ini
karena konstruksi bangunan irigasi memang sudah tua. Pintu irigasi tak
mampu lagi mengatur pasokan air ke sawah-sawah. Kepada METRO, Minggu
(5/8) Legirin (47) dan Sudirman (50), penjaga bendungan mengatakan,
selama ini bendungan yang diberi nama oleh warga Bendungan SIPEF karena
terletak di lokasi perkebunan SIPEF ini tidak pernah diperbaiki sejak
rusak dua tahun lalu. “Mungkin karena perbaikan yang menelan biaya
hingga ratusan juga makanya sampai sekarang tak diperbaiki,” ujar
Legirin.
Namun mereka mengatakan bahwa pejabat
dari Pemkab Simalungun dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
(Pemprovsu) sudah sering ke lokasi, namun perbaikan tak kunjung
dilakukan.
Katanya, sejumlah pengunci air juga sudah
rusak dan gundul sehingga dinding penahan air tidak dapat ditarik ke
atas untuk membuka pintu bendungannya. ”Sekarang ini semuanya tak
berfungsi. Contohnya, penarik pintu air sudah mulai ompong, soalnya
memang sudah tua. Ini seharusnya sudah bisa diganti dengan yang baru,”
jelasnya.
Legirin menambahkan, pasokan air ke kawasan persawahaan di
Nagori Timuran kini tersendat. ”Kami hanya dapat air jika ketinggian air
mencapai 2,5 meter dari dasar Sungai Bah Bolon. Sementara kalau sampai
air surut setengah meter saja, jelas kami tak kebagian air karena
tertahan di pintu bendungan dan tidak bisa diangkat,” kesalnya.
Mereka juga mengaku kondisi ini sudah
berulang kali disampaikan para petani kepada Pemkab Simalungun, namun
tak juga ada perbaikan. Amatan METRO di lokasi bendungan, di pintu
irigasi terlihat sudah tertumpuk beberapa kayu kelapa sawit yang hanyut
dan tersangkut dan hanya satu pintu saja yang terbuka untuk mengairi
kawasan perkolaman di Marihat Bukit dan kawasan Nagori Purba Ganda,
Kecamatan Pematang Bandar. Sementara debit air sangat kecil untuk
ratusan hektare persawahan di Nagori Timuran.
Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar Sumatera Utara. Pada tahun ini Simalungun misalnya ditargetkan paling sedikit bisa menghasilkan 479.470 ton gabah kering panen (GKP).
Kehadiran pemerintahan kolonial memberi
arti penting bagi perkembangan pertanian. Irigasi yang bersumber dari
bendungan, salah satu bentuk pembangunan zaman kolonial, dimanfaatkan
petani untuk mengairi sawah. Lahan sawah, termasuk ladang, tersebar
merata di setiap kecamatan. Tahun 2001 misalnya, petani Simalungun
memproduksi beras 293.179 ton, 190 persen dari kebutuhan lokal.
Simalungun setiap tahun surplus beras yang disalurkan ke daerah
sekitarnya melalui Dolog maupun pasar tradisional.
Swasembada pangan Simalungun teruji
puluhan tahun dan masih akan terus berlangsung. Diharapkan dengan
pembenahanperalatan-peralatan pendukung pertanian, predikat Simalungun
sebagai lumbung beras tetap bertahan. (mag-02/int/ara)
0 Comments