Minum Bagot (Tuak) Lebih Elegan Ala Pub
Tuak atau bagot adalah jenis minuman yang berasal
dari air nira sebagai bahan pokok pembuatannya. Minuman dulunya adalah
minuman yang dihidangkan hanya untuk jamuan-jamuan di acara adat.
Minuman hasil fermentasi yang memabukkan ini dihidangkan bagi kaum
aristokrat (tokoh) Batak dan tetua adat dalam pertemuan adat serta rapat
penting.
Agak unik memang, karena, bagi pemikiran kita, sekalipun minuman
memabukkan ini akan membuat seseorang jujur dan lebih terbuka tanpa
menutup-nutupi atau sungkan dan segan, bagaimana mungkin minuman ini
bisa membantu berjalannya pengambilan keputusan? Bayangkan saja,
orang-orang yang sedang berada di bawah pengaruh kemabukan, berkumpul
demi pengambilan keputusan.
Batak tempo dulu punya keahlian untuk mengatasi hal ini. Namun, saat
ini, tuak tak lebih dari minuman yang berujung pada keonaran. Minuman
ini kini telah menjadi minuman wajib di kalangan preman.
Tuak Positif
Kini tuak ternyata positif, semua dikalangan. Bahkan tuak seringkali menjadi hidangan wajib, bertemankan tambul, dan sudah menjadi minuman rakyat, bukan lagi semata-mata bagi golongan khusus seperti dahulu. Siapa kira, minuman ini ternyata memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan?
Nah, sekedar informasi, asal muasal minuman tuak –air nira, sebelum
fermentasi- baik untuk kesehatan, dapat mengikis batuan kalsium yang ada
di saluran kencing dan ginjal bila dikonsumsi denga teratur, dan dalam
porsi tepat selama sebulan.
Tuak, memiliki banyak manfaat. Jadi, berhenti berpikir negatif
tentang tuak. Selain sebagai bahan baku pembuatan gula aren, tuak juga
merupakan bahan baku pembuatan cuka makanan. Tuak juga bermanfaat
melancarkan ASI yang tumpat bila diminum secara teratur sehabis bersalin
oleh si ibu yang menyusui.
Bahkan tuak menjadi minuman tampil di pesta-pesta adat
Saking melekatnya, ada sebutan tuak na tonggi (tuak yang nikmat) dan pasi tuak (uang sekadar pembeli tuak). Atau lihat saja: ketika petang menjelang, sudah banyak orang yang nongkrong di kedai tuak untuk minum tusor (tuak sore).
Banyak yang menjadikan hal-hal yang berkaitan dengan tuak menjadi
mata pencaharian. Sebutlah maragat (menyadap nira), manggalas
(mengumpulkan tuak untuk dijual kembali), margula (gula nira), atau
membuka kedai tuak.
Tapi bagi orang sekreatif Rikanson Jutamardi Purba, hal biasa seperti
ini bisa dijadikan produktif atau lebih ditingkatkan produktivitasnya.
Jutamardi membuka kedai tuak yang lain daripada yang lain. Dengan
mengambil lokasi di Jalan Gereja no. 21A, Simpang Empat,
Pematangsiantar,
Jutamardi menghadirkan kedai tuak yang unik bernama “Bagod & Tambuls”.
Di sana bisa dinikmati tuak higienis yang dituang dari dispenser
kaca, ibarat menuang air dari dispenser air mineral galonan. Tersedia
pula tambul, penganan kawan minum tuak.
Yang lebih unik lagi, gelasnya bukan terbuat dari kaca, melainkan
bambu. Inilah yang disebut garung. Dalam penerapan CRM (customer
relationship management) untuk membangun loyalitas pelanggan, pada
garung diukir nama pelanggan premium.
Dari Tuak ke “Bius Cantik”
Tapi ketika kata ‘tuak’ atau ‘bagod’ disebut, mungkin yang ada dalam pikiran adalah hal-hal negatif seperti KDRT (kejahatan dalam rumah tangga), perkelahian, kecelakaan lalu-lintas, penyakit, dan pemborosan uang atau waktu.
Padahal, seperti telah disebutkan terdahulu, banyak yang
menjadikannya menjadi sumber mata pencaharian. Muncul tantangan:
bagaimana mengubah persepsi yang terlanjur negatif tadi menjadi positif,
karena ternyata minum tuak adalah menyehatkan.
Penelitian Gunawan Trisandi Pasaribu dalam rangka penyusunan tesis
S2-nya di IPB Bogor, mengkonfirmasi secara ilmiah bahwa minum tuak dapat
menurunkan kadar gula darah, sehingga baik bagi orang penderita sakit
gula (diabetes mellitus). Selama ini, hal tersebut baru sekadar mitos
yang ninna tu ninna (konon katanya).
Umum diketahui, tuak baik pula bagi ibu yang baru melahirkan untuk
“membersihkan darah kotor” dan meningkatkan produksi ASI. Adalah tugas
para peneliti untuk mengkonfirmasi kedua hal terakhir ini secara ilmiah.
Apa pun yang sifatnya berlebihan sebenarnya akan merusak. Obat yang
melebihi dosis bukannya menyembuhkan penyakit, melainkan bisa menjadi
racun atau berefek samping membahayakan. Semuanya tergantung
pengendalian atau pemanfaatan. Ibarat pisau, bisa digunakan untuk
membedah guna mengangkat tumor ganas dari tubuh seorang sakit atau
sebaliknya menikam/membunuh orang.
Dalam rangka branding (penamaan produk), Jutamardi menghindarkan
penggunaan kata ‘tuak’ dan menggantikannya dengan ‘bagod’ atau lebih
spesifik lagi: “Bius Cantik”. Bagi para peminum, kata ‘bius’ dipakai
untuk menyebut ‘tuak’ dan kata ‘cantik’ dipakai untuk menyatakan bahwa
peminumnya telah mulai merasakan efek minuman itu.
Oleh karenanya, di “Bagod & Tambuls”, dilakukan pembatasan. Bagi
pelanggan, disarankan minum tidak lebih daripada dua garung (sekitar 640
ml). Jika ingin lebih, pelanggan disarankan membawanya pulang ke rumah
(take away), agar dalam perjalanan pulang, peminum tidak mabuk yang bisa
mengakibatkan kecelakaan lalu-lintas.
Selain itu, di “Bagod & Tambuls”, istilah yang digunakan bukan “minum”, melainkan “menikmati” bagod atau “Bius Cantik”.
Bagod Minta Tambul dan Tambul Minta Bagod
TUAK – Dengan mengukir nama konsumen pada garung (gelas bambu), timbul ikatan emosional untuk datang dan datang lagi. |
Sudah menjadi patokan pula bahwa pelanggan yang hendak menikmati bagod disarankan untuk tidak menikmatinya dalam keadaan perut kosong. Kalau belum isi perut, disediakan tambul berupa tahu-tempe goreng, lele goreng sambal tinuktuk atau tuktuk (rempah/jamu Batak), ikan mas arsik goreng, ayam goreng, dan soto. Atau kalau ingin makan berat, ada nasi dengan iga sop tinuktuk. Kesemuanya dengan harga yang pantas dan terjangkau (affordable).
Kalau sudah isi perut, bagod sudah bisa masuk dan ketika sudah
menikmati bagod, mulut ini rasanya minta tambul. “Inilah strategi kita
mendampingkan bagod dengan tambul, sehingga bisnis kuliner ini
mudah-mudahan berkembang pesat, jika ada hal yang penting silakan
kontak 0821 6122 7172,” pungkas mantan bankir lulusan Universitas
Padjadjaran Bandung ini. (MSC)
0 Comments