Info Terkini

10/recent/ticker-posts

APAKAH JATONGAM SARAGIH TERLIBAT REVSOS?


* Kisah Keluarga Jabanten Memberi Nuansa Lain
PERTAMA bertemu, Prisdar Sitio seperti enggan menatap saya setelah menjelaskan bahwa saya berniat menuliskan secuil kisah revolusi sosial (Revsos). Mungkin, dan ini mungkin saja ini karena salah salah memperkenalkan diri sebagai wartawan. Prisdar berbicara dengan melulu menoleh ke arah Sultan Saragih II, yang ikut mendengar wawancara.

Apa kaitan Revsos dengan Saragih Ras dan Jatongam, Komandan Lapangan Brigade Harimau Liar?

Diakui, adalah anak buah Jatongam yang turut melakukan aksi penyebab salah satu tragedi Simalungun, lewat Revsos. Akan tetapi apakah Jatongam merestui semua itu? Tidak, tidak dan tidak! Tampaknya demikian yang hendak dikatakan Prisdar walau secara implisit.

Prisdar menegaskan, bapaknya tidak membenci raja-raja yang baik walau memang tidak suka dengan raja yang tak melayani rakyatnya. Prisdar kelahiran 1959 ini sebenarnya enggan bercerita karena tidak mau dituduh memberi pencitraan pada almarhum ayahnya.

Hanya saja menurut Prisdar, menurut penuturan almarhum ayahnya saat masih hidup, Jatongam sering tidak sepakat dalam banyak hal dengan Saragih Ras. Jatongam memang satu desa dengan Saragih Ras, sama-sama berasal dari Tiga Ras. Julukan desa Tiga Ras berawal dari tiga marga yang menghuni desa itu, Saragih Turnip, Saragih Sitio, dan marga Silalahi.

Meski satu desa dan sama-sama berada dalam satu angkatan, Jatongam dan Saragih Ras berbeda dalam banyak hal. Jatongam sendiri pernah bercerita, betapa dia sedih hingga menangis ketika Tuan Sahkuda Humala (ayahandanya almarhum mantan Bupati Simalungun Djabanten Damanik) dieksekusi. Sedih karena Tuan Sahkuda, penguasa Sipolha, adalah bagian dari keluarga Jatongam.

Tuan Sahkuda adalah Raja Sidamanik dan merupakan korban eksekusi yan dilakukan BHL. Banyak pula kerabat Sahkuda yang turut meninggal dalam aksi yang dilakukan anak buah Jatongam itu. Sahkuda dalam keadaan aman, bukan termasuk yang diadili. Ini berbeda dengan Saragih Ras yang kemudian melarikan diri usai kisruh Revsos.

"Hanya saja, bapak sebagai komandan, dan secara hierarki militer memang tetap dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya," kata Prisdar.
Akan tetapi balik ke kisah Revsos, ketika Jatongam tahu bahwa Tuan Sahkuda dan anak-anaknya dalam ancaman, termasuk salah satu anak Tuan Sahkuda, Japurba Damanik, Jatongam buru-buru memacu kudanya berlari kencang agar tiba di tempat eksekusi. Japurba ditemui sedang disiksa dan akhirnya dilepas dan selamat karena kedatangan Jatongam.

Prisdar menyatakan keengganan kisahnya dituliskan berdasarkan versinya. Namun dia biarkan rakyat menilai dan dia biarkan orang lain menuliskan. "Saya hanya memberi semacam penjelasan awal berdasarkan apa yang saya ketahui."

Apa yang dia ketahui? Ketika masih muda, almarhum Djabanten adalah orang yang pernah menggendongnya. Djabanten adalah orang yang pernah memasukkannya sebagai pegawai negeri di Pemda Kabupaten Simalungun. Djabanten sangat dekat dengan Jatongam dan Djabanten pernah tinggal di rumah mereka di Irian Jaya dan di Jakarta saat Jabanten masih muda. Hubungan begitu dekat karena memang masih bagian dari keluarga.

Ketika Djabanten kemudian menjabat Bupati Simalungun, ada kerinduan keluarganya untuk menemukan dimana gerangan jenazah Tuan Sahkuda dimakamkam setelah dieksekusi oleh BHL.

Tahu Jatongam adalah komandan lapangan Brigade Harimau Liar dan berbekal persahabatan keluarga sejak lama, Djabanten mendatangi Jatongam. Dia datang untuk menanyakan dimana gerangan ayahandanya, Tuan Sahkuda dimakamkan?

Jatongam menjawab dengan serius dan dengan sepenuh hati, dia sungguh tidak tahu dimana jenazah Tuan Sahkuda dimakamkan. Rasa-rasanya, Jatongam memang tidak tahu lokasi pemakaman.

Namun OK-lah, Jatongam atas permohonan Djabanten mendatangi mantan anak buahnya yang saat itu masih hidup dan sama-sama ada di Pematang Siantar.

Jatongam pun beranjak ke Patuan Nanggi. "Horas ma komandan, saya sudah punya firasat bahwa komandan akan datang menjenguk saya. Rela saya menerima konsekuensi hingga dimatikan pun saya rela," demikian kata orang yang ditemui Jatongam, yang dulu adalah anaknya buahnya di barisan Barigade Harimau Liar. "Ampun ma au komandan," kata pria yang juga sudah almarhum itu.

"Na dop salose, salose ma ambia. Sonari, patuduh ma idia do ikubur hanima Tuan Sahkuda?" demikian Jatongam menjawab jeritan ketakutan si pria tersebut.

Si pria itu, yang juga punya keluarga dan anak-anak tetapi tidak lagi diketahhui keberadaannya, bersedia membawa Djabanten dan keluarga ke lokasi dimana Tuan Sahkuda dimakamkan.

Jatongam pun turut serta, demikian pula Prisdar ikut berangkat ke lahan yang tidak jauh dari Jembatan Hutailing. Ini adalah kejadian sekitar 1986.

Mantan anak buah Jatongam dan rombongan menuju lokasi. Namun ada masalah. Pemakaman darurat pada 1946 lalu itu tidak disertai pemberian tanda. Lokasi tidak salah tetapi letak persis jenazah tidak diketahui.

Mendadak ada di antara seorang hadirin yang kebetulan pula seorang paranormal. Dengan perlengkapan ala kadarnya, si paranormal kerasukan. Dikatakan, paranomal itu langsung kerasukan roh Tuan Sahkuda.

Tanya jawab berlangsung sebagaimana biasa terjadi di berbagaii lokasi untuk menemukan letak makam seseorang. Dari paranormal itu hal yang muncul bukan saja lokasi persis makam, dimana tulang belulang kemudian ditemukan. Jasad Tuan Sahkuda tidak lagi utuh tetapi serpihan tulang masih ada termasuk gigi.

Proses tanya jawab pun muncul untuk memenuhi keingintahuan keluarga semisal, siapa sebenarnya yang membunuhnya? Roh Tuan Sahkuda menunjuk langsung mantan anak buah Jatongam. Keluarga pun berteriak histeris.

Ditanya lagi, siapa sebenarnya yang memerintahkan anak buah Jatongam. Ditanya, apakah Jatongam benar-benar terlibat? Paranormal menjawab, "Tidak!"

Setelah itu proses pemakaman kembali jasad Tuan Sahkuda di Sipolha dilakukan. Saat proses pemakaman itu kemudian muncul penuturan salah satu anggota keluarga Djabanten bahwa telah lama dia menduga bahwa Jatongam tidak terlibat. Dari situ juga ketahuan, bahwa di balik kematian Tuan Sahkuda ada intrik keluarga.

"Namun lebih bagus sebenarnya semua ini dikonfirmasikan kepada keluarga Djabanten. Hanya saja saya memang menghadiri semua proses itu dan menyaksikan langsung semua peristiwa itu," kata Prisdar.

Namun itu adalah kisah keluarga Djabanten. Pertanyaan kemudian, putihkan Jatongam? "Untuk menjawab ini,. lebih bagus pihak lain yang menilai, jangan saya," lanjut Prisdar.
Pertanyaan lain, di luar kisah keluarga Djabanten, dimana posisi Jatongam dalam kasus Revsos?

Prisdar tidak menjawab itu. Hanya saja, selama hidup Jatongam, memang dirasakan betul tuduhan keterlibatannya atau setidaknya dugaan keterlibatannya pada Revsos.

"Sebagai komandan, posisi bapak sulit melepaskan diri dari tanggung jawab atas segala perbuatan anak buahnya, jadi bapak menelan saja semua itu."

"Hal yang lebih layak dilakukan, wawancarailah Ilu, sanina saya," Prisdar. Ilu merujuk pada nama seorang putra Saragih Ras.

Hanya saja di luar isu itu, Prisdar mengatakan, dalam pengalaman hidupnya, kemudian dia rasakan dan dia saksikan, betapa banyak orang yang memanggil Jatongam untuk menghadiri undangan dari berbagai kota. "Ternyata bapak saya dirindukan banyak orang."
Hingga Prisdar pun pernah mendadak diangkat menjadi pegawai langsung di Pemda Simalungun saatu Bupati dijabat oleh almarhum JP Silitonga (Kol, Purn). Kata Prisdar, itu semua karena JP Silitonga mengenang Jatongam sebagai pemimpin militer masa lalu yang sangat dihargai.

Di samping kerinduan para mantan anak buahnya, Prisdar juga menuturkan betapa Jatongam kemudian terus memiliki hubungan baik dengan para laskar yang dulu juga pernah bertugas di Kabupaten Karo.

Intinya, siapa pemimpin nyata Revsos yang memimpin aksi penyerangan terhadap para ningrat?
Nantikan, penelusuran berikutnya.(Simon Saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments