Catatan: Saya hanya memaparkan hasil wawancara dan tinjauan sejarah saya serahkan sepenuhnya pada DR Erond L Damanik
MENGAPA terjadi pembantaian terhadap ningrat, elite dan orang terdidik di Simalungun?
Tatanan masyarakat yang timpang, dimana terjadi dominasi raja di segala bidang, tidak dengan sendirinya memunculkan revolusi sosial.
Lalu apa penyebabnya?
Revolusi sosial bukan kebijakan lokal dan tidak diputuskan secara lokal. Revolusi sosial lokal adalah derivatif dari kebijakan nasional.
Usai Proklamasi 17 Agustus, ucapan-ucapan Proklamator Soekarno tentang revolusi dan bukan evolusi sangat gencar. Di dalam revolusi yang dimaksud termasuk perubahan sistem. Di dalam revolusi sistem itu, termasuk penolakan terhadap kolonialisme dan feodalisme.
Hal itu termasuk menjadi faktor utama pemicu revolusi sosial, yang intinya termasuk penerjemahan revsos itu dalam bentuk pembunuhan para keluarga ningrat.
Menurut Anthony Reid, lulusan Cambridge University, faktor kecemburuan sosial menjadi faktor yang turut mendorong revolusi sosial, antara lain penghangusan sistem ningrat.
Namun sebelum pembantaian para ningrat, ada juga pemikiran bahwa sebaiknya dilakukan negosiasi antara para pelaku revolusi sosial dengan para ningrat Simalungun.
Pertemuan ini dilangsungkan, Namun intinya para ningrat Simalungun menolak surrendered, menolak privilese yang selama ini didapatkan.
Menambah kerunyaman adalah berita bahwa Belanda akan masuk lagi untuk menjajah pasca-Proklamasi, Persepsi bahwa para ningrat adalah sekutu kolonialisme, dalam hal ini Belanda, membuat target serangan pada para ningrat menjadi lebih diperkuat.
Para ningrat di daerah lain seperti di Yogyakarta lebih visioner soal perubahan zaman dan lebih kooperatif bahwa bersedia melucuti privilese. Hal inilah yang memunculkan Jenderal Soedirman, tampil melawan Belanda tanpa mengusik para ningrat Jawa, apalagi sampai membunuhi ningrat.
Sikap surrendered ningrat Jawa tak signifikan terjadi di Simalungun. Hal inilah yang memicu aksi-aksi yang menyebabkan tragedi di kalangan ningrat Simalungun.
Dalam hal ini, Saragih Ras, meneken aksi-aksi, dan Jatongam merancang aksi dan menentukan sasaran. Ada dua nama Jatongam dalam jajaran komandan Barisan Harimau Liar.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, sebenarnya kubu Saragih Ras, punya rasa kemanusiaan juga. Saragih Ras misalnya, tidak mengorbankan keturunan dari Puang boru Turnip, dari Kerajaan Pane.
Menambah kerunyaman, para pelaku revsos di lapangan semakin tak jelas benang merahnya. Ada juga ketidakjelasan pada penyusunan target-target pembunuhan. Ini disebabkan keadaan chaotic sudah terjadi. Di samping itu, objektivitas sasaran dan rasionalitas di balik panargetan sasaran juga semakin kabur. Elite Simalungun pun menjadi bagian dari korban.
Para pelaku revsos di lapangan, turut memainkan unsur dendam pribadi, hingga petinggi BHL pun sering tidak tahu siapa yang disasar oleh pelaku lapangan.
Kisruh menjadi-jadi karena aksi-aksi bukan lagi terbatas pada pembunuhan para ningrat. Aksi-aksi perampokan pun marak.
Banyak perampokan harta ningrat dan elite yang terjadi di luar kendali tetapi Saragih Ras menjadi sasaran semua itu. Ini karena Saragih Ras adalah dedengkot BHL.
Namun perlu diketahui pula, walau nama Saragih Ras terkenal sebagai dedengkot, di belakangnya ada lagi sebenarnya pemimpin lebih tinggi yang membawahinya termasuk Jacob Siregar.
Intinya memang terjadilah pembunuhan terhadap ningrat hingga penjarahan yang berlangsung di bumi, yang dulu dinamakan Sumatera Timur. Akan tetapi tidak jelas siapa sasaran dan siapa penentu sasaran. Tidak jelas lagi siapa yang dijarah dan siapa yang menjarah.
Faktor pengkhiantan di sesama keluarga para ningrat pun terjadi, sehingga kisruh revsos menjadi-jadi
- BERSAMBUNG. (Simon Saragih)
0 Comments