Info Terkini

10/recent/ticker-posts

KMB, BUKAN REVSOS YANG MEMBUAT SARAGIH RAS "TERSINGKIR"

Tigaras, Kabupaten Simalungun.Foto Asenk Lee Saragih
Perselisihan soal target revsos telah terjadi di antara BHL periode berkecamuknya revsos. Ini karena ada pelaku BHL yang juga jadi anggota keluarga kerajaan, sasaran revsos. Benar, bahwa di antara keluarga pun ada yang saling berseteru dan saling sikut. Namun di sisi lain, dan pada kasus lain lagi, kekerabatan keluarga berlaku dan turut menjadi faktor dalam pencegahan mereka sebagai target. Di samping faktor kekerabatan, faktor primordialisme pun termasuk sesama satu kampung turut bermain dalam penentuan target atau pencegahan mereka sebagai target.

Ada banyak contoh untuk itu. Saragih Ras memiliki hubungan kekeluargaan dengan Raja Pane tetapi hubungan tidak harmonis. Namun korban di Kerajaan Pane terjadi pada kerajaan tetapi tidak menyasar keturunan puang boru Turnip. Ini dinyatakan Iluh Saragih Turnip.

Korban di keluarga Tuan Sipolha, yakni Tuan Sekuda dan sejumlah kerabatnya yang lain, juga menjadi contoh lain. Saragih Ras memang menyasar Sipolha dan pengkhianatan di antara sesama keluarga Tuan Sipolha juga membuat terjadi tebang pilih sasaran untuk keluarga ini.

Namun untuk keluarga Tuan Sipolha, Jatongam Sitio merasakan kekecewaan. Ini karena Jatongam Sitio marpariban kandung dengan Tuan Sekuda. Itu artinya, istri dari abang kandungnya Jatongam Sitio dan istri Tuan Sekuda kandung kakak beradik.

Tuan Sekuda karena itu dekat dengan Jatongam Sitio beda dengan Saragih Ras yang tidak harmonis dengan Raja Pane.

Karena itu Jatongam Sitio kecewa dengan pemilihan sasaran ini. Karena itu Jatongam berlari naik kuda ke Sipolha ketika terlambat tahu ada eksekusi di Sipolha. tetapi eksekusi sudah terjadi walau berhasil membebaskan beberapa anggota keluarga Tuan Sipolha.

Untuk daerah lain, terjadi kisah lain yang juga pelik. Raja Purba, Tuan Mogang, menjadi sasaran BHL. Namun saudaranya Parjabayak, yang ada di Bandar Saribu, tetangga Haranggaol aman dari sasaran Revsos. Ini karena Parjabayak amat dekat dengan para pelaku BHL asal Haranggaol. Ini kisah yang pernah didengar Tonie Saragih dari penuturan bapaknya dan saudara bapaknya Laurimba, sesama asal Haranggaol Horison.
Akan tetapi Kerajaan Silimakuta menjadi sasaran dari pelaku BHL asal Haranggaol, seperti dituturkan Johan Girsang, asal Garingging (dekat Tongging).

Mereka, keluarga Kerajaan Silimakuta ini heran dan merasakan ada diskriminasi dalam pemilihan target revsos. Jika memang para ningrat adalah sasaran dari revsos dan pekakunya, yakni BHL, lalu mengapa banyak keturunan partuanan asal Haranggaol dan sekitarnya selamat? Primordialisme dan kedekatan hubungan turut berperan dalam hal ini.

Inilah bagian lain dari kisah revsos. Ada pelindung, ada pengkhianatan dan ada unsur primordialisme yang menjadi faktor pelindung. Ada yang malang, ada yang selamat, tergantung pada derajat kekerabatan dan juga tergantung derajat pengkhianatan. Inilah juga yang membuat kirsuh benang merah dari kisah revsos.

Namun demikian, tidak ada keretakan di jajaran elite BHL yang mencuat ke permukaan. Ada pun pihak-pihak yang diadili usai revsos, dengan menjadikan para pelaku revsos sebagai terdakwa dan terhukum serta yang melarikan diri, pada umumnya mereka adalah BHL pelaku lapangan. Elitenya, Saragih Ras, dan Jatongam Sumbayak, juga Jatongam Sitio sebagai Komandan Lapangan BHL, selamat.

Saragih Ras memang diadili dan pamornya terpuruk dibandingkan dengan dua Jatongam. Akan tetapi Saragih Ras diputus bebas murni di Medan.

Elite BHL, pucuk-pucuk pimpinannya, dulunya memang berada di dalam satu pasukan, satu kelompok yang tidak kemudian tak tersentuh. Ada pun mereka yang melarikan diri ke Samosir hingga ke Jawa, tetap saja tidak tersentuh walau ada yang berubah nama dan agama.

Apakah ini merupakan resultante dari sebuah fakta, bahwa elite ini memiliki kesepatan yang sama, melakukan dan mendorong perubahan sistem kerajaan dengan aksi tebang pilih? Apakah ini merupakan resultante dari korps, bahwa apa pun yang salah di lapangan dalam penentuan target, korps harus tetap dihargai? Ini belum terjawab.

Hal yang terjadi kemudian adalah hanya Saragih Ras yang terkesan seperti terdakwa tunggal, walau dia memang dedengkot BHL di Simalungun yang ditakuti banyak orang. Padahal ada eksekusi di kerajaan lain yang jauh dari sepengetahuan Saragih Ras dan dilakukan oleh pasukan lain, di samping adanya faktor dendam yang bermain dan dimanfaatkan eksekutor lapangan.

Lalu mengapa Saraih Ras menjadi semacam tertuduh sementara gembong BHL lain kemudian malah menikmati keadaan aman, bahkan ada yang menjadi Bupati, Wali Kota hingga petinggi militer RI? Padahal mereka ini dulu ada dalam satu barisan.

Konferensi Meja Bundar dengan kesediaan menerima Republik Indonesia Serikat, dimana RI disepakati sebagai bagian dari Uni-Belanda, inilah potensi besar sebagai titik balik peruntungan Saragih Ras.

Jatongam Sitio pun sebenarnya sempat seperti tertuduh. Anaknya Prisdar pun mendengar itu, hingga Prisdar bertanya langsung pada bapaknya soal isu miring. "Bapak, jujurlah Bapak. Apakah Bapak pernah melakukan eksekusi?"

Menurut Prisdar, ayahnya menjawab. "Biarlah mereka bernyani tetapi saya tidak melakukan eksekusi." Hal yang terjadi adalah eksekusi liar oleh anak buahnya di lapangan tetapi karena dia pimpinannya, Jatongam menjadi kena getahnya.

Lepas dari itu, dua Jatongam, khususnya Jatongam Sitio, memang menjadi seperti relatif terlepas dari tudingan. Ini semakin nyata dengan kedekatannya pada almarhum Djabanten dan keluarga di masa tenang. Jatongam Sitio pun kemudian berkembang secara ekonomi, termasuk memiliki armada bus Laut Tawar.

Nasib Jatongam Sitio total berbeda dengan Saragih Ras. Keterpurukan Saragih Ras, yang pernah dimarahi Jatongam Sitio, semakin menjadi-jadi di era aman. Sekadar informasi, Jatongam Sitio, saat marah pada Saragih Ras karena mengeksekusi keluarga Tuan Sipolha, pernah mengikat para anak buah yang tunduk pada Saragih Ras.

Di saat revsos usai, Saragih Ras menjadi sendiri. Dia menentang kebijakan Soekarno soal KMB itu, yang artinya menerima RIS dengan konsekuensi menerima Indonesia yang dibagi ke dalam berbagai kerajaan, padahal BHL-nya Saragih Ras sudah menjalankan amanah revsos. "Lalu untuk apa ada kesepakatan soal revsos jika memang KMB harus diterima?"

Soekarno pernah berupaya membujuk dan semacam meminta pengertian Saragih Ras, bahwa sikap menerima KMB hanya sebuah taktik untuk mencegah agresi militer Belanda, yang memang mengakhiri agresi Belanda.

Soekarno mengutus Kawilarang, menurut Iluh Saragih, putra Saragih Ras. Utusan ini dianggap tidak level oleh Saragih Ras. Dia menolak bertemu dengan Kawilarang. "Untuk apa saya bertemu?" Saragih Ras merasa dilecehkan dengan perintah Soekarno agar Kawilarang berbicara dengannya. Saragih Ras ingin berbicara langsung dengan Soekarno.

Bukan hanya Kawilarang, Ahmad Tahir juga pernah mengadakan pertemuan dengan Saragih Ras. Ini menunjukkan Saragih Ras adalah figur disegani pada masa jayanya.

Periode setelah KMB, nasib Saragih Ras kemudian semakin jauh dari rekanan yang dulu pernah bersamanya di BHL. Mayoritas rekannya kemudian berpindah dan berpisah dari BHL serta kemudian menjadi TNI.

Di era aman, tetapi masih ringkih, muncullah Maraden Panggabean, Kapten Bejo, Kawilarang dengan posisi mengamankan daerah-daerah dari pemberontakan yang tak terkendali, yakni BHL yang memegang amanah revsos.

Saragih Ras konsisten dengan perjuangan awal, perubahan sistem, bukan mempertahankan tatanan lama. Inilah membuatnya unik dan tersendiri.(Simon Saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments