|  | 
| SENIMAN: Ramenah Garingging saat ditemui di rumahnya jalan Bulang, kelurahan Pematang Simalungun, kecamatan Siantar, kabupaten Simalungun, Kamis (7/8/2014). (foto Huget). | 
BERITASIMALUNGUN.COM, Simalungun-Usia ujur tak membuat Ramenah br Garingging (80) untuk berhenti berkarya soal Seni Simalungun. Berkarya sepanjang hayatnya tidak 
membuat sosok perempuan tua ini letih dan berdiam diri. Baginya seni dan berkarya adalah 
ilham yang diberikan yang maha kuasa sebagai hadiah yang tidak ternilai 
yang hadir dalam kehidupannya. Jiwa seni yang mendarah daging membuat Ramenanh Garingging tetap cinta kepada seni, ada budayanya Simalungun.
"Tidak tahu apa yang membuat saya 
bisa jadi bisa seperti ini. Bisa menulis teks dialog cerita dan mengajar
 tari,” ujarnya saat memulai cerita, saat ditemui di kediamaannya di 
jalan Bulang, kelurahan Pematang Simalungun, kecamatan Siantar, 
kabupaten Simalungun, Kamis (7/8) sekitar pukul 20.00 Wib.
Ramenah
 Garingging (80) lahir di Sorbadolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara pada 10 Oktober 1934 silam. Sejak remaja 
pernah belajar tari Piring dan tari Payung Lancang Kuning, asuhan bu 
Bakul di Tebing Tinggi, serta belajar tari tradisional Simalungun 
melalui pengamatan dan bakatnya sendiri.
Ceritanya, pada usia 22 
tahun, sekitar tahun 1950'an, dia pernah memainkan beberapa film layar 
lebar bersama beberapa kawanya. Adapun film yang pernah dilakoninya 
seperti,  Sibuta, Hujan Turun di Tengah Hari dan Bawang Merah.
"Dulu,
 diawal memainkan film itu, saya rasa tidak terlalu sulit. Saya dan 
beberapa kawan mengikuti seleksi dari sutradara kemudian lolos, dan ikut
 menjadi pemeran pada saat itu," tambahnya.
Namun sampai disitu, 
karirnya terhenti dan beralih profesi sebagai bidan desa. Namun, jalan 
seni tak lari dari dirinya walaupun telah menjadi bidan. Pada periode 
tahun 1980'an, dia diminta kembali untuk melatih tari dan menulis 
skenario.
“Saat itu, seseorang meminta saya menulis cerita dan 
melatih tari, serta budaya Simalungun secara dasar. Disaat itulah saya 
mulai kembali menyalurkan talenta hingga sekarang, " terangnya kepada 
hetanews.com.
Nenek tua br Garingging itu keseharianya berladang, 
diwaktu senggang dihabiskan untuk mengisi TTS, membaca dan menonton. 
“Semenjak sekolah, saya menyukai pelajaran sejarah dan ilmu tubuh, akan 
tetapi darah seni itu terasa mengalir dan selalu mengilhami," tambanhya.
Philosopi
 hidupnya yang dijalaninya sehari-hari cukup sederhana, yakni rendah 
hati, tidak sombong, jangan terlalu meninggikan diri, biarlah orang lain
 mengetahui kita sebenarnya siapa, dan teruslah berkarya walaupun 
rintangan berliku," katanya.
Dalam menulis skenario cerita, nenek 
berambut pirang itu membutuhkan 2 bulan sampai 3 bulan, namun pernah 
juga mengalami fase dimana dia gak selera berbuat apa-apa. "Saat menulis
 itu, aku pernah gak selera makan dan susah tidur,” katanya sambil 
tersenyum. Tetapi itu tidak membuat dirinya berhenti dalam melestarikan 
budaya, khususnya budaya Simalungun.
Saat ini, Ibu dari empat 
orang anak ini telah mendulang segudang prestasi, seperti pernah melatih
 tari Simalungun di rumah Bolon Pematang Purba, yang dinaungi yayasan 
museum Simalungun 1995-1997,  Pelatih tari tetap untuk setiap perayaan 
HUT ABRI Siantar Simalungun dan pelatih tetap untuk setiap kegiatan seni
 RS Vita Insani Pematangsiantar.
Adapun karya-karya yang pernah di
 tampilkan, seperti Tor tor Imbou Manimbung (pada Gelar seni budaya 
SUMUT 2013), Makkail (penyabutan hari ABRI 1995) dan Bodat (Pematang 
Raya HUT ABRI 1996), serta Walang Kadung (1997-1998).
Saat ini, 
dia fokus mempersiapkan pementasan teater "Pargoluhni Nabayak Appa 
Nasombuh", yang ditulisnya  sendiri dan akan di pentaskan pada tahun ini
 di Medan, Sumatera Utara, bekerjasama dengan salah even organizer.
Ketika
 ditanyai tentang nasib museum Simalungun, Budayawati Simalungun merasa 
prihatin dengan kondisi peninggalan sejarah itu, apalagi dengan  budaya 
Simalungun yang kini mulai sirna di tengah-tengah masyarakat.
"Saya
 berharap dengan pementasan untuk tahun ini dapat mengembalikan semangat
 pemuda-pemudi lokal untuk menegenal budaya dan leluhurnya, agar 
peninggalan leluhur kita harus dilestarikan untuk diketahui oleh 
generasi berikutnya," ucapnya. Penulis: Hug.
                Editor: EBP.(Sumber: hetanews.com)
 



0 Komentar