Info Terkini

10/recent/ticker-posts

CERITA MASRIL KOTO DI BALIK PENDIRI BANK PETANI

Mazril Koto.Foto Detik.com

Pria Tak Lulus SD Ini Usul Ada Gerakan Kurangi Makan Nasi

Masalah kedaulatan pangan belakangan ini menjadi isu yang 'seksi' dibahas. Namun untuk mencapai kedaulatan butuh swasembada pangan. Namun kenyataannya Indonesia masih harus impor berbagai jenis pangan termasuk beras. Produksi beras yang tak meningkat signifikan namun konsumsinya terus naik karena bertambahnya penduduk, menjadi penyebabnya. Berdirinya Bank Petani, menjadi slah satu contoh kepedulian petani dalam mengembangkan produksi pertanian.

Adalah Masril Koto, pendiri Bank Petani di Sumatera Barat sejak 2008 ini punya gagasan agar Indonesia bisa mencapai swasembada pangan beras. Caranya adalah mendidik masyarakat untuk mengurangi konsumsi nasi.

“Kalau bisa menggerakkan orang Indonesia sebelum makan nasi, makan pisang, maka konsumsi beras itu akan berkurang dan bisa swasembada," ujarnya di Swiss Belhotel, Jakarta, Jumat lalu.

Menurutnya, konsumsi beras masyarakat Indonesia sudah sangat berlebihan. Sehingga dengan lahan yang tersedia, tidak cukup bisa mendorong produksi beras dengan signifikan.

“Sekarang sulit kalau mau dorong produksi, harus konsumsinya dikurangi," kata Masril yang hanya mengenyam kelas 4 SD ini.


Hal tersebut sudah pernah dipraktikan untuk masyarakat Solok, Sumatera Barat. Masril menuturkan angka konsumsi beras bisa turun sampai dengan 20% dengan cara ini. “Pernah dicoba di Solok dan itu benar bisa turun," terangnya.

Selain itu, dalam mencapai swasembada, pemerintah harus dapat hadir memotivasi petani di lapangan, bukan pelatihan-pelatihan teoritis. Menurutnya masalah bagi petani soal kepercayaan diri.


“Jangan didikte petani itu, mereka itu tidak bodoh. Tapi mereka hanya kurang percaya diri," kata Masril.

Kemudian terapkan ilmu sesuai dengan kondisi lahan petani. Menurutnya seringkali pemerintah melalui dinas pemerintah daerah memaksakan menanamkan bibit yang tidak sesuai lahan.


“Kalau emang itu lahan padi, jangan dipaksakan jagung-jagung aneh. Biarkanlah padi," pungkasnya.

Masril Koto adalah pria yang hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 Sekolah Dasar (SD). “Saya cuma orang yang tak lulus SD, cuma sampai kelas 4," ujarnya.

Masril berasal dari keluarga petani dengan kepemilikan lahan yang tidak cukup luas. Ilmu yang didapatnya hanya berasal dari diskusi, pengamatan dan mencari berbagai referensi dari berbagai sumber lainnya.


Masril Koto Kelola Uang Petani Rp 250 Miliar

Sejak dibentuk 2008, 'Bank' Petani sudah berhasil mengelola dana petani Rp 250 miliar. 'Bank' yang masuk kategori Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini masih beroperasi di Sumatera Barat (Sumbar) dan sekitarnya.

“Dana yang sudah kita kumpulkan dan kita kelola itu sekarang Rp 250 miliar," ujar pria yang tak lulus SD ini.

Dana tersebut berasal 850 bank petani yang tersebar di berbagai desa di wilayah Sumatera Barat. Tenaga kerja yang dihimpun sudah mencapai 1.500 orang.

“Kita sudah ada 850 lembaga bank petani, nilai memang kecil-kecil, tapi kalau disatukan jadi banyak," kata pria kelahiran 13 Mei 1974 ini.

Sumber dana yaitu saham, tabungan dan pinjaman dana. Saham itu adalah modal awal yang dimiliki dari beberapa keluarga. Modal ini pun hanya berkisar satu lembar saham atau Rp 100.000 per keluarga.


Kemudian adalah tabungan, produk yang dikeluarkan pun beragam. Sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat seperti tabungan ibu hamil, pendidikan, sosial dan lainnya.


“Sekarang kita ada tabungan niat naik haji dan kepemilikan iPad. Jadi sesuai masalahnya saja, boleh nabung," jelasnya.

Sedangkan untuk kredit, bank petani terapkan sistem bagi hasil. Persentasenya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara petani sebagai peminjam dengan bank.

“Jadi bisa 30% untuk bank, 70% untuk petani. Itu tergantung kesepakatan. Ukurannya bisa dilihat dari luas lahan, modal dan target penghasilannya," katanya.

Kecewa dengan Bank dan KUR

Hadirnya bank petani, menurut Masril karena kekecewaan atas bank BUMN yang menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Para petani dengan segala keterbatasannya tidak cukup mampu mencukupi berbagai persyaratan dari bank.

“Jadi sebenarnya kecewa. Karena kalau mau ngajukan KUR sama kayak bikin sertifikat prosesnya. Tahu saja orang di sana itu tak punya sertifikat. Lahannya cuma 0,5 hektare," katanya.

Bank petani dibangun berdasarkan asas kekeluargaan. Saham bank dimiliki oleh orang tua, sementara pekerja adalah anaknya. Berjalan selama lima tahun, sudah ada 850 bank petani dan 1.500 tenaga kerja.


Disebutkan, wacana pembentukan bank khusus pertanian muncul dalam beberapa waktu terakhir. Dengan tujuan adanya pengelolaan dana khusus yang mampu mendorong sektor ini tumbuh pesat.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) menangkap wacana tersebut dengan tepat. Lembaga keuangan ini pun masuk dalam rencana prioritasnya dan pernah disampaikan saat kampanye.

Di tengah wacana tersebut, ternyata keberadaan lembaga keuangan yang dimaksud sudah ada di Indonesia. Adalah Masril Koto sebagai pendiri bank petani di Batusangkar, Sumatera Barat. Didirikan dejak 2008 dan sudah memiliki ribuan pemegang saham.



Banyak cerita menarik dari Masril. Mulai dari pendidikannya, kondisi awal saat merintis bank petani, menerapkan konsep simpan pinjam, hingga cara unit mengatasi kredit macet.(dtk/lee)


Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments