Info Terkini

10/recent/ticker-posts

DI JAMBI DIA BERKIBAR • Simalungun Pun Terhentak

Sri Sultan Saragih-(Putri Ke 11 Bp Taralamsyah Saragih) dan Suhu Muhar Omtatok.Foto Asenk Lee Saragih
(DRAF INI BELUM FINAL) 


BERITASIMALUNGUN.COM, Jika untuk sebuah kesenangan Taralamsyah pasti tidak akan pergi ke Jambi. Dia berangkat terpaksa dan dengan lara. Dia berangkat dengan mata yang sudah mengering karena air matanya sudah tak ada lagi.

Dia meninggalkan Simalungun yang bertahun-tahun dia layani, meninggalkan Sumatera Utara (Sumut) yang sudah bertahun-tahun dia hibur. Karena dia bukan saja menghibur Simalungun saat berada di Sumut. Bukan luarnya saja dia dekorasikan tetapi roh Simalungun lewat budayanya pun telah dia tumbuh kembangkan.

Namun semua itu tidak cukup mampu mengerlingkan mata Simalungun, yang seharusnya mencegahnya pergi. Jangankan mencegah, dia telah diabaikan, dilupakan. Dia seniman seperti sepah, yang dibuang setelah manisnya hilang. Padahal manisnya masih ada.

Dia seperti kelapa yang semakin tua semakin berminyak. Akan tetapi dia adalah kelapa budaya yang dinisbikan puaknya. Dan dia pun kecewa. Ini tergambar dari kalimat yang terlontar pada pertemuan dengan penyanyi gaek Simalungun, Sarudin Saragih.

"Ambia Sarudin, sai unang ma nean ho ambia mangalami na songon na hualami on. Andohar ma i masam holi, irasahon ho panghargaan ni Simalungun pakon pamarentah ni," demikian kutipan kalimat almarhum Taralamsyah kepada Sarudin Saragih.

Artinya, “Sarudin, semoga kau tidak mengalami seperti yang saya alami. Semoga di era mu kau dapatkan penghargaan dari Simalungun dan pemerintahnya,” kata Taralamsyah.

Sarudin pernah menemuinya ke Jambi pada dekade 1970-an saat Trio Spansel, sebuah grup trio penyanyi Simalungun, sedang jaya-jayanya. Saat itu Sarudin ingin bertemu seniornya itu.

Tidak disebutkan eksplisit alasan kekecewaan itu. Apakah karena honor yang kurang, atau karena piagam tidak didapat. Jambi jelas memberi dia semua itu.

Rasanya kekecewaan Taralamsyah lebih dari itu. Dia tampaknya kecewa karena apresiasi Simalungun pada budayanya kurang. “Seng ihargai Simalungun budaya ni Simalungun,” demikian lanjutan kalimatnya.

Ya, karena itu pergilah dia merantau ke tanah jauh mengarungi jalan yang jauh dari mulus dan melewati hutan belantara. Dia serasa pergi lagi dengan mengulangi perjalanan payah seperti yang dulu pernah dia alami saat mengungsi. Perjalanan ini pasti ngeri-ngeri sedap walau tidak berjalan kaki.


Pada tahun 1983 saja jalanan antar-lintas Sumatera masih penuh kubangan di banyak lokasi. Bayangkan bagaimana kondisi jalan pada tahun 1971 lalu itu. “Bapak naik Sibual-Buali dengan naik rakit. Soalnya kan harus melewati empat sungai,” kata putrinya Rondang Setiawati yang tinggal di Jambi.

Saat itu negara masih terbelakang dan tidak ada jembatan untuk melalui sungai berukuran besar antara lain Sungai Batang Hari, Batang Tebo, Tembesi, dan Bulian.

Dia membawa istri dan 10 anak karena dua orang tinggal di Medan karena sedang bersekolah. Setiba di Jambi keluarga tinggal dekat di rumah dinas Gubernur Jambi kemudian disediakan rumah dan semua kebutuhan ditanggung Pemda Jambi.

Apa yang dilakukan Taralamsyah di Jambi? Rangkaian acara yang dia pimpin menunjukkan secara implisit bahwa dia berterima dan bereputasi. Pada tahun 1973 misalnya dua kali Taralamsyah membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta untuk mengikuti Festival Kesenian Mahasiswa se-Indonesia dan meramaikan pameran Visuil Pembangunan Indonesia.

Di tahun 1974 dia membawa rombongan kesenian Jambi ke Singapura untuk acara kebudayaan Melayu.

Seni musik, seni tari, tradisi (adat) Jambi menjadi lahan yang dia dalami.
Prestasinya menghentak elite asal Sumatera Utara ketika pada 1975 Taralamsyah membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta untuk pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Delegasi kesenian Jambi memukau dengan penilaian yang berada di atas Sumatera Utara. “Jambi tampil sebagai juara,” kata Edy Taralamsyah.

Sumatara Utara seperti terhentak. Para elite dan pengamat seni budaya asal Sumatera Utara bangga karena ada orang Simalungun yang memiliki kinerja bagus walau untuk Provinsi Jambai. Karena itu dicobalah upaya untuk “memulangkan” Taralamsyah dari Jambi. (Baca: Simalungun Gagal Mengembalikan Taralamsyah.

Prestasi Taralamsyah rupanya sangat memuaskan. Walau dia bukan asli Jambi, dia menguasai betul kesenian Jambi secara cepat. Dia dipandang cocok sebagai pemimpin di bidang seni di daerah rantau.

Pada tahun 1978 Gubernur Jambi Jamaluddin Tambunan menginstruksikan penelitian dan pencatatan seni musik dan tari daerah Jambi. Instruksi langsung ditujukan kepada Taralamsyah Saragih sebagai ketua tim dengan anggota Surya Dharma, Tamjid Widjaya, OK Hundrick, Marzuki Lazim dan M. Syafei Ade. Hasilnya adalah sebuah buku berjudul “Ensiklopedi Musik dan Tari Daerah Jambi”.

Penunjukan ini memperlihatkan dia adalah master dari para maestro budaya Jambi. Dia membawahi para maestro. Tamjid Widjaya adalah tokoh budayawan kondang Jambi di bidang seni musik, persisnya penyanyi dan pencipta lagu. OK Hundrick ahli koreografi untuk tarian tradisional Jambi.

Taralamsyah betah dan nyaman dengan lahan barunya. Gubernur Tambunan kebetulan sangat memberi perhatian pada seni budaya. H Djamaluddin Tambunan SH beristrikan almarhum Lettu Hj Nurbanun Siregar.

Pengamat seni M Muhar Omtatok mengutip situs Taman Budaya Jambi yang bertuliskan, “Kehadiran (Taralamsyah) di Jambi sejak pertengahan tahun 1971 atas permintaan Gubernur RM Noor Atma Dibrata pada waktu itu telah menambah khasanah dunia kesenian Jambi.”

“Menurut H Tamdjid Widjaya, salah seorang sahabat dan murid terdekat Taralamsyah, Taralamsyah seumpama besi berani, mengumpulkan dan menyatukan serbuk-serbuk besi yang berserakan di sekitarnya. Beliau juga merupakan figur guru dan sekaligus bapak yang mampu meletakkan porsinya dalam mendidik murid-muridnya. Mereka semua dianggap seperti anak sendiri. Jadi dia tidak hanya mengajarkan ilmu kesenian tapi juga memberi bekal hidup bagi saya pribadi,” kenang H. Tamjid Widjaya seorang musisi dan pencipta lagu-lagu Jambi ini.

Amati kalimat Tamdjid Wijaya yang menyatakan, “Beliau (Taralamsyah seumpama besi berani, mengumpulkan dan menyatukan serbuk-serbuk besi.. …”

Kalimat ini memperkuat pernyataan Edy Taralamsyah yang menyebutkan Taralamsyah dan tim pernah berminggu-minggu memasuki hutan. Mereka membawa tembakau untuk perlengkapan merokok, garam dan keperluan warga Suku Kubu dan Suku Anak Dalam di pedalaman.

Tujuannya agar para warga itu bersedia menyanyikan lagu-lagu tradisional mereka. Taralamsyah dan tim langsung mencatat syair dan melakukan notasi pada lagu-lagu suku primitif itu. Hal serupa juga dilakukan terhadap warga Suku Kerinci. Semua lagu-lagu suku-suku ini dicatatkan.

Demikian juga tarian-tarian mereka, dan kebiasaan dalam adat istiadat dicatatkan. Hal itu didapat lengkap dan menjadi buku terlengkap dalam kesenian Jambi. Kini Jambi adalah salah satu provinsi yang memiliki dokumentasi seni budaya paling lengkap di Indonesia. Ini amat berguna dalam perjalanan seni budaya Jambi untuk selanjutnya.

Simalungun dalam pandangan Taralamsyah sendiri tidak lagi memiliki dokumentasi seni budaya tradisional sejak habis terbakar di saat revolusi sosial. Ini melemahkan Simalungun dalam menggali potensi kekayaan seni budayanya ke depan.

Musik Jambi Bangkit

Taralamsyah amat berguna bagi Jambi secara langsung maupun tidak langsung. Ini jelas terlihat dari pernyataan Ketua Dewan Kesenian Jambi Azwan Zahari seperti dikutip Lembaga Kantor Berita ANTARA pada 28 Desember 2012. Saat itu berbicara menjelang pemberian “Anugerah Budaya” pada Tamdjid.

Budayawan Jambi Jaffar Rasuh saat itu juga memberi komentar menjelang pemberian penghargaan.
Azwan mengatakan, “Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi Dewan Kesenian Jambi atas dedikasi seniman Jambi yang telah memberikan kontribusi bagi perkembangan seni dan budaya daerah itu. Kami akan memberi “Anugerah Budaya” bagi seniman Jambi. Yang sudah pasti adalah Tamdjid Wijaya. Beliau adalah penyanyi, pencipta, komposer dan pelesatari lagu-lagu daerah Jambi," katanya.

Almarhum Tamdjid Wijaya meninggal dunia pada 29 Juli 2010 akibat tumor nasofaring yang menyerang tenggorokkan di usia 65 tahun. Dia meninggalkan begitu banyak karya. Ratusan lagu daerah Jambi dia ciptakan.

Jaffar Rasuh menambahkan, “Tamdjid Wijaya adalah orang yang kukuh, konsisten dan memiliki dedikasi yang luar biasa bagi seni musik dan pekembangan lagu-lagu daerah Jambi. Dedikasi Tamdjid bagi tanah ini terletak pada keseriusan dan upaya beliau membangkitkan musik Jambi. Dia tidak saja menyany tetapi juga mencipta dan menggubah lagu-lagu yang berkembang sebelumnya di Jambi.”

"Setahu saya, sebelum itu semua lagu-lagu daerah Jambi sedang berada di ambang keterpurukan. Lagu-lagu daerah Jambi tidak sepopuler lagu-lagu daerah lain, seperti lagu Minang, Melayu Riau, Dangdut dan sebagainya."

Lagu-lagu daerah Jambi nyaris tidak dikenal oleh masyarakat Jambi sendiri. Namun, berkat kepedualian Tamdjid, lagu-lagu daerah Jambi kemudian dikenal oleh masyarakat luas.

Akan tetapi siapa gurunya atau siapa di balik itu? Dia adalah Taralamsyah. Dikutip ulang di sini. “Taralamsyah adalah figur guru sekaligus bapak yang mampu meletakkan porsinya dalam mendidik murid-muridnya, … Dia mengajarkan ilmu keseniannya,” kata Tamdjid tentang Taralamsyah.
Taralamsyah adalah pendidiknya. Pola pendidikannya sama seperti yang pernah dia lakukan di Sumatera Utara. Dia displin. Namun Taralamsyah juga melanjutkan karaktekter guru dan seorang bapak bagi muridnya.

TerciptalahTamdjid seorang musisi dan pencipta lagu yang menaikkan pamor musik Jambi. Pengamat budaya Jambi mengatakan kemudian bahwa pamor Tamdjid semakin dikenal karena dia memulihkan nada asli musik Jambi. Melodi, legato, liukan musik Jambi dikembalikan ke asalnya. Ini bertujuan mengembalikan jati diri musik Jambi ke warna asli. Kini karena Tamdjid musisi Jambi terus berkarya dengan mempertahankan nada asli.


Kalimat ini menunjukkan karakter Taralamsyah yang sering menekankan bahwa musik boleh dimodifikasi tetapi warna asli jangan pernah hilang.

Menurut Butet, seorang putrinya, Taralamsyah sebenarnya ayahnya ini bukan saja mendidik. Taralamsyah pun turut menciptakan lagu-lagu Jambi dan menciptakan tarian Jambi, yang sebagian mirip sentuhan tarian Simalungun.


Itulah Taralamsyah, telah berkibar di Jambi dan menaikkan pamor budaya Jambi. Hal ini dipatrikan dengan pemberian penghargaan pada Taralamsyah dari Pemda Jambi dengan kategori “tokoh penting Jambi di bidang kesenian.

Nama Taralamsyah juga disebut di pelajaran muatan lokal sebagai salah satu tokoh penting dalam pengembangan budaya.

Jambi juga menjadi tempatnya berkarya dengan iklim yang baik karena pernah Lily Syarif, istri seorang Gubernur Jambi, juga merupakan seorang penyanyi. Lily turut memberi dukungan pada kesenian Jambi.(Simon Saragih)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments