Petani Kunyit Simalungun. |
BERITASIMALUNGUN.COM, Simalungun-Kenaikan harga kunyit dari Rp700 menjadi Rp1.600 per kilogram disambut gembira oleh petani di Simalungun. Kualitas kunyit Simalungun juga diminati pasar ekspor seperti Malaysia dan India.
Kunyit termasuk salah satu tanaman rempah dan bahan baku obat alami asli dari wilayah Asia Tenggara. Karena manfaatnya yang cukup besar serta permintaan banyak, budidaya kunyit pun mampu mendatangkan omzet hingga puluhan juta rupiah sebulan.
“Belakangan ini lumayanlah harga kunyit. Harga kunyit sudah lama anjlok sehingga petani banyak beralih ke tanaman lain. Padahal dari segi kualitas, kunyit Simalungun tergolong bagus. Bahkan banyak dimintai pasar luar negeri sehingga menembus pasar ekspor,” kata J Purba (42) salah seorang eksportir asal Dolok Pardamean, kemarin (26/10).
Menurutnya, tingginya harga kunyit saat ini membuat minat petani di Sibuntuon Kecamatan Dolok Pardamean kembali melirik tanaman rempah-rempah tersebut. Kalau harga kunyit masih tetap bertahan di posisi Rp700 per kg, petani tidak akan serius mengelola tanaman ini. Karena harga tersebut tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan petani selama proses penanaman mulai dari pembelian bibit yang harganya lumayan tinggi ditambah biaya pengelolaan tanah yang sudah mengalami kenaikan.
"Bagaimana untung kalau harga Rp700 per kg. Upah membongkar hasil panen kunyit saja diperkirakan Rp500 per kg. Hal ini yang membuat banyak petani mengurugkan niat memanen kunyit,” ungkapnya.
Menurut J Purba, budidaya kunyit sangat berbeda dengan tanaman lainnya. Selain pengurusannya lebih gampang juga sangat jarang terserang penyakit. Beberapa tahun lalu kunyit di Simalungun sempat menjadi primadona saat Sidomunmuncul masih membutuhkan bahan baku. Namun saat ini kebutuhan kunyit sudah lebih banyak dibudidayakan di Jawa.
“Ada keuntungan dari bertanam kunyit karena mudah diurus kemudian jarang terkena penyakit. Dan bisa ditahan masa panennya karena tidak mudah membusuk. Saat ini ekpor kunyit biasanya dikirim ke Batam, Malaysia, Singapura dan India. Saya biasanya mengirim ekspor kunyit sekitar 30 ton per minggu,” jelasnya seraya mengatakan mengumpulkan kunyit dari beberapa daerah di Simalungun.
Menurutnya, kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman dengan nama latin Curcuma domestica ini tumbuh subur dan liar di sekitar hutan/bekas kebun. Di daerah Jawa, kunyit banyak digunakan sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal dan menyembuhkan kesemutan.
Kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri jamu tradisional makin meningkat tiap tahun Peluang inilah yang ditangkap Redian Silalahi, salah seorang petani kunyit di Simalungun. Redian mengatakan, saat ini kunyit mulai banyak dicari toke ke perkampungan. Di Simalungun sendiri kebutuhan kunyit saat ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan bumbu dapur saja, tetapi juga untuk dijadikan obat-obatan dan jamu.
“Wajar kunyit diburu karena adanya kebutuhan besar dari luar negeri atau ekspor kunyit sedang berjalan. Bahkan dengan harga kunyit saat ini, para toke kadang bersedia membeli dari lahan petani. Kita berharap harga ini bisa terus bertahan. Sehingga petani kembali mengaktifkan budidaya kunyit.
Hal ini menguntungkan petani karena budidaya kunyit mudah untuk dikerjakan,” jelasnya.
Kepala Dinas Pertanian Simalungun Jan Posman Purba mengatakan, kunyit merupakan salah satu tanaman obat. Untuk tanaman obat seperti kunyit, Dinas Pertanian tidak mengembangkan secara skala besar tetapi hanya melalui tanaman keluarga melalui tanaman obat pekarangan. “Tetapi untuk kedepannya hal ini tidak tertutup kemungkinan bisa difokuskan untuk menambah pendapatan petani. Saat ini melalui Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan Dinas Kesehatan sedang mengagas kerjasama untuk budidaya tanaman rempah-rempah ini. Melalui kerjasama ini diharapkan akan mampu menampung hasil panen petani,” harapnya.(Net/Lee)
0 Comments