Ramlo R Hutabarat |
Sebahagian
masyarakat sipil Tapanuli Utara, sekarang dalam kondisi galau dan
risau. Setidaknya, begitulah menurut Darwin Manullang, Roni Hutabarat,
serta Supriadi Subuea. Hal ini kata ketiganya, dikarenakan kondisi
Tapanuli Utara dari tahun ke tahun yang semakin memprihatinkan. Bahkan
dari segalaa macam aspek kehidupan baik petani, buruh, nelayan di pinggiran Danau Toba, tukang beca, supir angkutan, parengge-rengge dan lain-lain.
Mereka
harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga
mereka. Kebutuhan sandang, pangan, biaya kesehatan, biayaa pendidikan
putra-putrinya, bahkan untuk memenuhi biaya usaha tani dan usaha
peternakan mereka pun, mereka masih sangat kesulitan. Dalam hampir di
semua lini masyarakat sipil Tapanuli Utara masih harus bekerja keras
agar bisa memenuhi kebutuhannya. Padahal, kata Darwin, Roni dan
Supriadi, UUD 1945 khususnya pada Pasal 33 menyebutkan, negara
melindungi dan menjamin kehidupan untuk mensejahterakan masyarakat yang
adil dan makmur.
"Semua itu masih ada dalam mimpi. Negara
selalu menganggap masyarakat marjinal masih hanya sebatas obyek saja.
Belum sebagai subyek dalam mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera",
kata Roni Hutabarat.
Menurut Darwin dari KSPPM, Roni dari
Radio Komunitas Siborongborong dan Supriadi dari Serikat Tani Tapanuli
Utara itu, Tapanuli Utara yang dipimpin oleh pemerintahan baru dengan
visi dan misi membangun Bona Pasogit yang lebih baik, masih belum
terlihat gerakan untuk membawa perubahan di segala sektor. Pelayanan
kepada masyarakat secara umum masih belum nyata, bahkan visi dan misi
pemerintahan baru sekarang masih belum jelas.
Ketiganya
menunjuk misal soal pupuk bagi kebutuhan petani belum dapat
direalisasikan untuk musim tanam tahun ini dengan sistem bayar panen.
Dan Pemberdayaan untuk Desa senilai Rp 60 juta per desa belum
terealisasi di seluruh desa/ kelurahan. Juga pendidikan gratis tidak
dipenuhi, sedang penempatan birokrasi di segala sektor masih belum
transparan, selain bagi-bagi jabatan diindikasikan berdasakan
transaksional serta kerusakan lingkungan (hutan) masih terjadi walau pun
izin penebangan kayu sudah habis masa berlakunya.
Karena
itulah menurut ketiga aktifis ini, harus ada sebuah organisasi
masyarakat sipil yang memberikan perhatian atas kebijakan-kebijakan
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara yang belum pro rakyat. Ke depan,
masih menurut ketiganya, Pemkab Tapanuli Utara perlu melindungi petani,
nelayan di Tepian Danau Toba, tukang beca, supir angkutan dan pedagang
kecil di masa yang akan datang.
Dan karena itu pula,
ketiganya menggagasi sebuah pertemuan di Siborongborong pada 21 Nopember
ini dengan mengundang berbagai komponen dari berbagai penjuru daerah
itu. Persoalan di atas akan dibicarakan dalam sebuah acara Dialog
Publik, untuk mencapai terciptanya kesepemahaman terhadap issu-issu
lokal yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak dasar manusia. Juga jika
dimungkinkan pertemuan itu juga akan membentuk sebuah koalisi yang dapat
berperan untuk mengkiritisi kebijakan Pemkab Tapanuli Utara di masa
akan akan datang.
"Kalau perlu ada aksi dialog atau unjuk rasa dengan pengambil kebijakan di Tapanuli Utara", sebut Darwin Manullang.
Bah !
______________________________ ______________________________ ______________________________ _____________________________
Siborongborong, 19 Nopember 2014
Ramlo R Hutabarat
0 Comments