Pdt Martin Lukito Sinaga |
Oleh : Pdt Martin Lukito Sinaga
Senin pagi (15 Juni 2015), saya di UIN Medan (Jalan Willem Iskandar) menyempatkan diri
dengan teman-teman membahas RUU Perlindungan agama. Jadi ada jarak dengan
Sinode barusan, maka bisa merenung.
Tampaknya di dalam kehidupan gereja
(khususnya saat periodisasi gerejawi/SB) ada 2 arus yang terjadi,
1. kekuatan Rohani dan 2. Arena Politik yang terbentuk (mohon dipahami
"politik" disini berkonotasi netral: "Seni membangun pengaruh"). Kami
(dengan teman-teman muda GKPS) hendak membuat ikhtiar, yaitu
mempertemukan kedua arus ini.
"Arus rohani" yang diajukan kira-kira
mengenai pembaruan teologi GKPS, pengembangan organisasi yg transparan
(ke arah "financial security"), dan pengembangan serba-kepemimpinan yang
berkarakter dan cakap. Nah, soal terbesar ialah membawa ini ke arena
politik gereja secara elegan dan etis (tanpa mencederai hidup/karir
seseorang, tanpa "black campaign").
Maka strategi politisnya tentulah
membangun wacana argumentatif, agar dukungan datang secara sukarela;
dalam bahasa gerakan sosial kontemporer yang kami upayakan ialah semacam
masuknya "orangramai" (similitude) ke dalam optimisme pembaharuan GKPS.
Tentu ini bisa bersifat "tanggung", -mudah di blok(ade) oleh jejaring
yang telah dibentuk, dan kurang kokoh meraih suara saat pemilihan. DAN
HASIL akhirnya kita tahu semua -spt gambar di bawah-, saya kekurangan
pemilih.
TAPI, -sambil menghibur diri barangkali- bahwa "you may lost
the battle, but win the war", ada yang telah KITA SEMUA GKPS MENANGKAN.
Pertama/ke-1, betapa sehatnya budaya "sipartamuei" -hospitality" org
simalungun: saya diterima begitu cepat, dan mencapat dukungan tanpa
disangka banyaknya. Ke-2, amat bisa Yang Rohani di atas memasuki dan
"menggarami" yang politis. Hanya perlu waktu dan proses meyakinkan bahwa
bisa koq periodisasi/sinode itu "murni", dalam arti gagasan rohani
MENENTUKAN kemenangan politis.
Eporus dan Sekjen dan 30 anggota Maj
gereja GKPS yang terpilih barusan, jelas-jelas memiliki daya Rohani,
walau tentu masing-masing menerjemahkannya dengan jalan politis yang
beragam. Jadi saya masih percaya pada model 1/2-N + 1, dan jangan kita
buru-buru mengira bahwa "buang undi" (sijomput na sinurat) adalah solusi
terbaik. Majulah GKPS!. (Penulis Majelis Gereja (GKPS) Perutusan Pendeta Periode-2015-2020).
0 Comments