Dr RE Nainggolan MM |
Kawasan Danau Toba kini bukan lagi mutiara kebanggaan yang dulu
pernah begitu bersinar. Kawasan yang dulu didatangi pengunjung dari
berbagai belahan dunia, kini terlupakan. Tapi harapan baru kemudian
muncul lagi.
Luhut B Panjaitan pernah mengatakan dana
infrastruktur untuk kawasan Danau Toba tahun 2016 akan dianggarkan
melebihi Rp1 triliun. Hal itu disampaikannya saat bertemu dengan para
penggiat Geopark Kaldera Toba, sebagaimana diberitakan dalam Harian SIB.
Itu berarti, jumlah dana untuk pembangunan infrastruktur di kawasan ini
akan jauh lebih dahsyat dibanding tahun-tahun sebelumnya, yang memang
cukup memprihatinkan.
Lebih jauh lagi, Luhut juga mengungkapkan
impiannya, tentang terwujudnya ruas jalan tol
Tanjungmorawa-Tebingtinggi-Pematang Siantar-Parapat, dan selanjutnya
jalan yang diperlebar, mulai dari Parapat sampai ke Sibolga.
Pada
kesempatan lain, Luhut juga menyediakan waktunya yang sangat berharga
itu, untuk secara khusus menjamu makan siang tim assesor UNESCO beberapa
waktu yang lalu, yang akan melakukan penilaian terhadap Geopark
Kaldera Toba, yang diusulkan menjadi anggota Global Geopark Network
(GGN) UNESCO.
Luhut juga telah mengadakan pertemuan dengan semua
Bupati di kawasan Danau Toba, bersama dengan Gubsu, juga terkait
persoalan kawasan Danau Toba.
Semua itu, menunjukkan komitmen
Luhut yang luar biasa, untuk melakukan upaya penanganan secara total dan
komprehensif, agar kawasan Danau Toba bisa berubah, dan memberi
kontribusi yang besar kepada masyarakat di kawasan itu secara khusus,
dan bagi Sumatera Utara bahkan nasional, secara umum.
Rizal
Ramli, tidak sampai satu minggu setelah dilantik menjadi Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman, dalam rapat koordinasi di kantornya, 18
Agustus 2015 lalu, membuat satu pernyataan tentang impiannya yang luar
biasa, bahwa suatu ketika kelak, Danau Toba akan menjadi Monaco-nya
Asia. Beliau juga berbicara tentang rencana membangun bandara di sekitar
Danau Toba. Selain itu, pemerintah juga akan membangun jalan,
menyediakan air bersih, menyiapkan jaringan internet, dan infrastruktur
pendukung di sekitar kawasan Danau Toba. Bahkan lebih jauh beliau juga
mengatakan perlunya dibentuk Otoritas Pariwisata Danau Toba (Toba
Tourism Authority).
Dalam rapat tersebut, Rizal Ramli
berulangkali menyatakan bahwa Danau Toba akan menjadi fokus perhatian
pengembangan pariwisata, yang akan dia kembangkan bersama empat
kementerian di bawah koordinasinya, dalam rangka mewujudkan 20 juta
kunjungan wisatawan di Indonesia tahun 2020.
*****
Tajuk
rencana Harian SIB, antara lain 25 Juli 2015 dengan judul Network untuk
Menduniakan Danau Toba, 9 Juni 2015 dengan judul Berpartisipasi (Tidak)
Mencemari Danau Toba, 29 Juni 2015, SBY Duta Kaldera Danau Toba, 21 Juli
2015, dengan judul Menggagas Jembatan Danau Toba, 16 April 2015,
Jenderal Luhut dan Kaldera Toba, dan yang terbaru pada Minggu, 23
Agustus 2015, dengan judul Gagasan Untuk Danau Toba. Serangkaian tajuk
rencana SIB ini, dan intensitas pemberitaannya tentang kawasan Danau
Toba pada halaman utama (headline) menunjukkan perhatian yang luar biasa
dan terfokus agar Danau Toba bisa berubah, dan memberi kontribusi
kepada masyarakat.
Sebagai media yang selalu menyerap dinamika
dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, perhatian SIB di atas tentu
merupakan cerminan dari besarnya semangat, antusiasme, bahkan gerakan
berbagai elemen, baik perorangan maupun organisasi, termasuk masyarakat
di akar rumput, agar kawasan Danau Toba bisa mendapat perhatian yang
besar dari pemerintah, dan kemudian memberi kontribusi kepada masyarakat
di kawasan sekitarnya.
Kita selama ini memang sudah banyak
mendengar upaya dan usaha, baik dari perorangan maupun lembaga
masyarakat, misalnya Lembaga Sisingamangaraja XII, Yayasan Pencinta
Danau Toba, Yayasan Anggrek Toba, Taman Eden, Lembaga Peduli Lingkungan
Hidup Indonesia, Jendela Toba, Yayasan Sisingamangaraja, Rumah Hela, RE
Foundation, dan banyak lagi organisasi lain, termasuk yang merupakan
konsorsium dan aliansi berbagai elemen masyarakat, seperti Penggiat
Kaldera Toba.
Perhatian terhadap kawasan Danau Toba ini didorong
oleh keprihatinan bersama terhadap kondisinya, yang seperti dibiarkan
tidur dan terbengkalai, bahkan cenderung terdegradasi dan mengalami
penurunan, padahal dia menyimpan potensi dahsyat, baik sebagai kawasan
wisata—termasuk wisata minat khusus—kawasan konservasi, dan situs
geologi, mengingat proses terbentuknya kaldera Toba, yang merupakan
hasil letusan Gunung Toba, yang tercatat paling dahsyat di dunia dalam
dua juta tahun terakhir, yang menyimpan berbagai misteri ilmiah dan
keunikan geologis, kultur dan sumber daya hayati.
Bentuk gerakan
dari berbagai elemen masyarakat ini juga beragam, mulai dari menggelar
seminar dan berbagai forum kajian dan diskusi, penerbitan tulisan ilmiah
dalam berbagai media, upaya delegasi untuk bertemu dengan unsur
pemerintah, baik pusat dan daerah, bahkan sampai kepada aksi unjukrasa.
Tidak
kurang dari Kodam I/BB juga ikut serta berbuat nyata dengan gerakan
Toba Go Green, dengan penanaman pohon di kawasan Danau Toba, yang saat
ini sudah mulai tumbuh di berbagai tempat, guna menghijaukan kembali
kawasan Danau Toba. Sebuah upaya luar biasa, yang sangat layak mendapat
apresiasi dan penghargaan dari kita semua.
Semua gerakan tadi,
betapapun sudah maksimal dilakukan dengan segala sumberdaya dan
kemampuan yang dimiliki, sejauh ini ternyata belum bisa banyak mengubah
keadaan kawasan Danau Toba.
Kawasan Danau Toba masih tetap sepi
pengunjung, bahkan perlahan mulai terhapus dari ingatan orang sebagai
salah satu destinasi wisata unggulan, sebagaimana pernah disandang
kawasan Danau Toba pada tahun 1990-an. Dan keadaan menyedihkan itu,
seakan dipertegas oleh pemerintah, yang tidak lagi mencantumkan Danau
Toba sebagai daerah unggulan wisata Indonesia. Tidak berlebihan bila
dikatakan, bahwa Danau Toba kini sudah lenyap dan terhapus dari peta
pariwisata Indonesia.
Infrastruktur di kawasan Danau Toba juga
semakin parah dan memprihatinkan, tingkat hunian hotel sangat rendah,
kerusakan lingkungan Danau Toba semakin menyedihkan, bahkan air danau
sudah semakin tercemar.
Keadaan ini sangat jauh bertolak
belakang dengan kenangan indah kita akan Danau Toba di masa lalu. Danau
Toba adalah sumber ilham ribuan lagu, syair, dan puisi karena
keindahannya. Lebih dari itu, penduduk kawasan Danau Toba di masa lalu
bahkan sudah menganggap danau ini memiliki kesakralan dan dipandang
sebagai sumber kehidupan.
Kita misalnya bisa mengutip sajak almarhum Sitor Situmorang; Angin dan Air Danau Toba.
Air dan air danau ini
Dalam kenangan kudengarkan
Kisah-kisahnya masa kanak
Bisik kesadaran
Waktu tak berkesudahan
Di detik-detik menyelam
Tenggelam
Luluh dalam pesona
Lumut melambai
Di dasarnya terdalam.
Dulu,
airnya jernih dan menjadi sumber air minum. Ikan pun bisa dilihat
berenang dengan ceria di tengah jernihnya air danau, yang dikelilingi
oleh deretan bukit yang menghijau, bahkan ada tertulis “Rimba Ciptaan”
bila kita menelusuri jalan Parapat menuju Pematang Siantar.
Namun
kini semua itu tinggal kenangan, dan jika keadaan ini dibiarkan, maka
pesona Danau Toba, kelak hanya akan menjadi dongeng bagi anak cucu,
bahkan tidak mustahil, bisa menjadi sumber bencana bagi keturunan kita
di masa yang akan datang.
*****
Di tengah suasana yang sangat
memprihatinkan itu, dalam situasi dan keadaan yang seolah-olah tidak
lagi ada harapan, semangat yang seakan sudah padam itu, seperti kembali
menyala dan bangkit, ketika membaca pernyataan kedua Menteri Koordinator
tadi. Kita yang tadinya sudah mulai cenderung apatis, seperti menemukan
momentum untuk kembali bangkit dan optimis.
Harapan yang dibawa
oleh kedua sosok ini, digenapi oleh kenyataan bahwa Kaldera Toba
tinggal selangkah lagi untuk secara resmi menjadi bagian dari GGN
UNESCO. Untuk itu, Pemerintah Provinsi dan kabupaten, dan segenap
pemangku amanah di sekitar Kaldera Toba dan Sumatera Utara, hendaknya
secara aktif menjadi bagian dari gerakan besar ini.
Salah satu
langkah awal yang bisa diambil dalam waktu dekat ini oleh Pemerintah
Provinsi Sumut, adalah membentuk Manajemen Pengelola Geopark Kaldera
Toba, serta Sekretariat Pengelola, yang telah sejak lama diharapkan
segera dibentuk.
Sekali lagi, Luhut dan Rizal adalah simbol
harapan baru. Bagaimana tidak, keduanya bukan sosok biasa. Keduanya
adalah Menteri Koordinator yang mengkoordinasikan begitu banyak
kementerian dan lembaga strategis. Lebih dari itu, kita mengenal
keduanya sebagai tokoh yang cerdas dan memegang komitmen, punya
integritas dan visi ke depan yang sangat kuat dan jelas.
Kita
meyakini sepenuhnya, sinergi kedua sosok ini mengarahkan segenap jajaran
di bawahnya, untuk menjadi motor penggerak revitalisasi kawasan Danau
Toba, dalam berbagai aspek.
Permasalahan yang dihadapi kawasan
Danau Toba sesungguhnya telah dirumuskan berbagai pihak, yang
keseluruhannya bermuara pada masalah infrastruktur, isu lingkungan
hidup, sarana dan prasarana pariwisata, serta tingkat kesejahteraan
masyarakat.
Rasanya tidak berlebihan, jika kita meyakini, Pak
Luhut dan Pak Rizal Ramli, barangkali sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk
menjadi “penyelamat” kawasan Danau Toba, dari berbagai permasalahan
menggurita yang mengepungnya sekian lama.
Kita sadar,
permasalahan yang luar biasa, memang harus dihadapi oleh sosok luar
biasa pula. Untuk itu, gerakan simultan dari semua pemangku amanah di
daerah, khususnya di kawasan Kaldera Toba, harus memberikan dukungan
penuh, dengan mengesampingkan berbagai perbedaan pendapat serta
kepentingan pribadi dan kelompok, demi kepentingan yang lebih besar.
Pada
akhirnya, kita berdoa dan berharap, dengan tangan dingin kedua tokoh
besar ini, dan dukungan sepenuhnya dari seluruh komponen masyarakat dan
pemangku amanah, sajak bernuansa nostalgia dari Pujangga besar Almarhum
Sitor Situmorang di atas, tentang keindahan Danau Toba di masa lalu itu,
kembali bisa terwujud di masa kita sampai anak cucu kita kelak. Horas. (Penulis adalah Bupati Tapanuli Utara 1999-2004, dan Sekdaprov Sumut 2008-2010/f)
0 Comments