Editorial MI (26/08/2015) |
Sejarah telah membuktikan Republik ini, sejak kelahirannya hingga kini, tak pernah luput dari beragam ujian. Namun, sejarah
menabalkan pula bahwa bangsa ini selalu bisa keluar dari ujian yang
paling berat sekalipun. Itu disebabkan negeri ini memiliki warisan
terbaik dari para pendiri bangsa, yakni politik harapan, bukan politik
kecemasan.
Republik ini
berdiri di atas tiang harapan, yakni merdeka, bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa selama kita tidak
kehilangan harapan, selama itu pula kita akan tetap menggenggam
identitas sebagai bangsa Indonesia. Apalagi dalam situasi negeri yang
tidak sedang bagus seperti saat ini.
Akibat perlambatan
perekonomian di berbagai kawasan, perekonomian di Tanah Air pun lesu.
Bahkan, dari hari ke hari, kelesuan perekonomian semakin menjadi.
Pukulan demi pukulan bertubi-tubi datang menghunjam sehingga kondisi
makroekonomi mulai terhuyung. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat semakin merosot, bahkan sudah menyentuh 14.000 per
dolar AS, nilai yang setara dengan situasi saat krisis 1998.
Di
lantai bursa, indeks harga saham gabungan (IHSG) menukik tajam ke
kisaran 4.163, menjauh dari capaian rata-rata normal di kisaran 5.000.
Di pasar-pasar, harga berbagai kebutuhan pokok juga masih tinggi kendati
berbagai langkah sudah dikerjakan. Pukulan juga datang dari kian
menurunnya ekspor, jatuhnya harga komoditas andalan kita, menurunnya
penerimaan pajak, serta ancaman pemutusan hubungan kerja.
Semua
bergerak hampir bersamaan, serupa efek domino. Karena itu, jelas tidak
mungkin jika pemerintah selalu mengambil posisi bahwa segalanya masih
aman, seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak akan cukup memadai bila para
pemangku kebijakan hanya mencari 'kawan' dengan menyebut bahwa kita
tidak sedang terpuruk sendiri.
Pada saat seperti inilah negara
harus benar-benar hadir memenuhi janji. Mereka mesti melipatgandakan
kerja keras untuk menemukan solusi agar perekonomian tidak kian
terhuyung. Caranya, dengan memperbanyak kreativitas pembuatan resep
untuk menciptakan katalis bagi pertumbuhan ekonomi.
Kita
menyambut baik langkah Presiden Joko Widodo yang menggelar dialog dengan
kalangan dunia usaha dan BUMN di Istana Bogor, Senin (24/8) lalu. Kita
juga mengapresiasi para pengusaha yang dalam situasi sulit tetap menahan
diri untuk tidak mem-PHK karyawan mereka dan mencari cara untuk terus
menghidupkan mesin produksi.
Kita juga menaruh hormat yang tinggi
kepada berbagai kalangan di Republik ini yang tidak ikut-ikutan panik
dan mengambil langkah sendiri-sendiri sehingga situasi tenang tetap
terjaga.
Kepanikan dan kecemasan yang berlebihan justru bakal menambah
runyam keadaan. Hal ihwal seperti itulah yang bisa menjadi modal sosial
berharga bagi bangsa ini untuk mengatasi kesulitan.
Itulah
politik harapan. Pengalaman menjadi Indonesia menunjukkan spirit
perjuangan memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai rintangan karena
adanya harapan. Kemarahan, ketakutan, dan kesedihan memang kerap
muncul, tetapi sejauh masih ada harapan, semangat tetap menyala.
Tinggal bagaimana sekarang pemerintah dan masyarakat bahu-membahu
kembali menyalakan harapan yang mulai redup tersebut. Pemerintah
memotivasi dan menginspirasi lewat kebijakan cerdasnya, sedangkan rakyat
bersama-sama terlibat dalam beragam aktivitas untuk merealisasikan
kebajikan bersama. (Editorial MI (26/08/2015)
0 Comments