Info Terkini

10/recent/ticker-posts

BERSYUKUR, MAKA RASA KHAWATIR AKAN LENYAP

St Jannerson Girsang. IST FB

Susah mengusir rasa khawatir?. Mungkin selama ini kita salah. Mengusir rasa khawatir bukan dengan mengisi pengetahuan atau otak, tetap mengisi hati dengan rasa syukur.  Khawatir adalah pekerjaan hati, sehingga hanya bisa diobati dengan makanan rohani, senjata rohani.


Tadi malam saya membaca FB sebuah website hiburan, “Funniest Motivational Posters”. Di sana tertulis, “ …97% of the things you worry about  don’t even happen”.  Saya rasa ini benar, dan pengalaman saya memang demikian.

Sebuah kutipan bodoh-bodoh pintar, kutemukan pula tadi malam.  “Worrying is stupid. lt’s like walking around with umbrella waiting for it to rain”.

Terlalu bodoh rupanya kalau aku masih khawatir. Rasa khawatir itu adalah sebuah kebodohan. Khawatir adalah seperti seorang yang ke sana kemari memakai payung, menunggu hujan turun.

Orang yang khawatir adalah memikirkan sesuatu di luar hal-hal yang dapat dikontrolnya, kadang di luar wewenangnya.

Kembali ke memori dua puluh lima tahun yang lalu. Waktiu itu usia saya masih 29 tahun, cita-cita selangit. Saat itu, kehidupan saya diterpa gelombang yang hebat, dan terjadi perubahan kehidupan yang tiba-tiba, tanpa direncanakan.

Bukan saja saya kehilangan jabatan, tetapi juga mata pencaharian, dan banyak lagi hal yang dulu mampu kuperoleh, saat itu untuk makan saja tidak cukup.saya mengalami rasa khawatir yang luar biasa. Kekhawatiran karena alasan politik yang memasung kebebasan saya mencari pekerjaan, kekhawatiran anak-anak yang sakit, serta ribuan kekhawatiran lainnya. Bahkan untuk membiayai sekolah anak saya Sekolah Dasarpun rasanya tidak mampu.

Kalau dihitung-hitung kekhawatiran saya ketika itu, benar adanya: 97% tidak pernah terjadi. Tapi berhentikah saya dari rasa khawatir?.

Pengalaman selama ini, saya tidak mampu menghindarkan kekhawatiran memasuki hati, tetapi saya  mampu dan diberi kuasa mengusirnya.
Khawatir bukan karena Anda miskin atau kaya, pejabat atau pengangguran. Tak ada hubungannya.

Kehidupan berubah dan keadaan ekonomi lebih baik, namun tidak menjamin orang tidak khawatir, akan muncul banyak kehawatiran baru. Kekhawatiran erat kaitannya dengan kemampuan bersyukur.    

Selama lima tahun ketika saya memimpin jemaat, sesama pengurus sering menunjukkan kekhawatirannya atas sesuatu masalah yang kami hadapi. “Gimana nanti kalau ini tidak bisa kita atasi yah!”, demikian sering pertanyaan masuk ke telinga saya.

Saya selalu menghibur mereka. “Jangan pikirkan hal-hal yang  membuat khawatir, itu di luar control kita. Lupakan saja!. Bersyukurlah, maka kekhawatiran akan lenyap”      

Meski dalam pengalaman, kebanyakan kekhawatiran tidak terjadi, tetapi  saya masih terus berjuang mengusir rasa khawatir. Pengalaman menunjukkan, makin tua usia, makin banyak makan asam garam, makin banyak mengalami hal yang pahit, makin mampu meredam rasa  khawatir.

Kini, di usia 54, rasa khawatir itu terus menurun dan menurun. Ujung sebuah kehidupan mulai terlihat, dan kadang tampak jelas. Saya memiliki kemampuan terbatas, tidak banyak yang bisa kita lakukan, dan harus fokus pada kegiatan yang menyenangkan diri dan orang lain. 

“Hati yang riang adalah obat. Bersyukur! Memelihara hati dengan hal-hal yang tidak kelihatan, karena hati hanya bisa terhibur secara abadi dengan hal-hal yang rohani, bukan dengan hal-hal yang terlihat”.

Saya makin sadar ketidakmampuan  mengontrol semua hal. Apalagi yang tidak mampu saya pikirkan, lebih-lebih yang tidak mampu saya lakukan. Teman-teman makin banyak yang menggunakan apa yang saya bisa lakukan dan yang tidak mampu saya lakukan. Citranya makin jelas. Kebohongan citra, ternyata juga menjadi sumber kekhawatiran. 

Dalam prakteknya, saya mencatat demikian.  

Pertama,  fokuslah pada hal-hal yang bisa Anda kendalikan. Saya pernah merasakan tersita oleh pekerjaan tanpa gaji, sementara saya membutuhkan uang dalam jumlah besar bagi kehutuhan perkuliahan anak-anak saya. Saya hanya mengendalian pikiran dan tubuh saya, serta hal-hal yang mampu saya kontrol.  Ketika ditimpa masalah/kesulitan, saya tidak bermimpi menambah asset, menjual assetpun dilakukan demi  prioritas: biaya anak-anak. Selama beberapa tahun saya hanya fokus pada pekerjaan yang menyenangkan hati saya dan berguna bagi orang lain, menginspirasi anak-anak saya. (Akhirnya saya makin pintar menulis..he..he)

Beberapa tahun kemudian, saya berhasil melewati kekhawatiran itu. Semua anak-anak tamat dan bekerja, bahkan menikah dan sudah punya dua cucu. Saya masih hidup dan bisa menghibur Anda, sharing tentang pengalaman yang mungkin berguna untuk Anda.

Kedua, jangan konsumsi berita yang mengganggu pikiran. Saya membaca berita yang bermanfaat dan mengulasnya menjadi artikel, hanya berfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan saya dan hiburan (humor). Saya banyak nonton Bukan Empat Mata, Mata Nazwa, Kick Andy.

Ketiga, bersyukur memiliki istri, anak-anak, karena memiliki teman-teman, memiliki asset walau hanya sedikit, pengalaman walau berbuat hanya kecil saja, jangan bandingkan dengan yang lain. Kalau sering melakukan refleksi rasanya saya sudah memperoleh lebih dari apa yang saya pikirkan, doakan (bukan melulu soal materi, tetapi banyak hal-hal non material yang kita capai).

Setiap hari saya berusaha bersyukur dengan sukacita yang saya miliki. Kesehatan jasmani, kesehatan rohani yang tidak terganggu saja sudah berkat dan harus disyukuri. Saya tidak pernah ke dokter selama sepuluh tahun terakhir, syukur. Karena saya sehat. Saya mampu melakukan berbagai aktivitas yang dibutuhkan lingkungan, dan anak-anak saya Saya masih mampu bekerja 18 jam sehari. Punya cucu yang sehat, bersyukur. Memikirkan hal-hal yang bersifat non-materi sangat menolong menghindarkan kekhawatiran.

Keempat. Saya berusaha untuk tidak memberitakan sesuatu yang membuat orang khawatir. Saya mengisi FB dengan berbagai kata-kata motivasi dan menginspirasi pembaca. Saya menghindari ungkapan keluhan, rasa kecewa, apalagi  di FB.

Kelima. Hidup ini adalah menuju keseimbangan. Apapun masalah: duka, kesulitan, hari-hari akan membawa saya ke kondisi keseimbangan.  Lagi pula masalah saya dialami orang lain juga, saya tidak sendiri. Semua orang punya masalah. Harga rokok naik, harga beras naik, harga susu naik, semua naik. Padahal, pendapatan saya jauh menurun dari sepuluh tahun sebelumbya.  Semua tidak perlu dikeluhkan. Semua akan normal. Saya bisa hidup, tanpa menambah jumlah rumah saya, saya masih bisa hidup tanpa naik mobil, serta menghindari memikirkan berbagai hal lain yang mengundang rasa khawatir. Pengalaman saya, semua yang di luar control, kalau tidak dipikirkan tidak ada masalah.

Keenam. Saya fokus pada hal-hal yang memberi dampak positif bagi diri saya, menghindari atau melupakan hal-hal yang mengganggu pikiran. Saya  memilih pekerjaan yang paling saya senangi, memperbanyak komunikasi dengan teman yang menghargai kelebihan saya  dan bersimpati pada kekurangan saya. Karena merekalah teman sejati saya.  

Ketujuh, saya bertekad memilih, berjuang untuk memelihara hati--suka cita, bahagia, memfokuskan hal-hal yang indah dan memilih hiburan sehat dan murah tetapi mampu mendatangkan rasa bahagia.  Di sekeliling saya banyak sekali yang bisa membuat bahagia.

Bagi saya, menulis sepanjang hari, atau membaca sepanjang hari bisa melupakan rasa khawatir. Tetapi itu mungkin adalah pelarian, karena menulis adalah kegiatan pribadi. Kita adalah mahluk sosial. Saya harus bergabung dengan koor bapa, sermon sekali seminggu, persekutuan di gereja atau kebaktian di rumah-rumah, menghadiri pesta pernikahan, atau duka cita. Pengalaman saya, menghadiri  upacara keluarga dekat, teman membawa kemampuan menghilangkan rasa khawatir, ketimbang menghadiri pernikahan yang mewah.  Bermain dengan cucu. Sejak cucu saya hadir di rumah kami, dia menjadi sumber kebahagiaan, dan mendatangkan rasa syukur.

Kedelapan. Mengusahakan setiap masalah melakukan analisa 5W + 1 H. Saya mengusahakan tidak akan membahas apalagi mengambil keputusan apabila pertanyaan Apa, Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana belum terjawab.

Banyak orang tersinggung kalau saya mengajukan pertanyaan itu atas sebuah masalah, tetapi itulah salah satu pengalaman saya mengurangi sumber kekhawatiran.  Ketika semua unsur tersebut terjawab, maka saya akan mampu memposisikan diri saya, tanpa ragu-ragu mengambil keputudan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

Kesembilan.  Hormatilah atasan Anda, hormatilah yang lebih tua, senior!. Bersyukurlah mereka ada. Dengan melakukan hal yang demikian, maka semua orang bijak, yang lebih senior dari kita akan berkomunikasi dengan baik, informasi yang benar ada di tangan kita, dan kekhawatiran akan berkurang.  

Kesepuluh. Saya berdoa dan membaca kitab suci bersama istri (tapi kalau sudah sedikit kehidupan ekonomi kearah yang lebih baik, kadang lupa juga he..he). Meski tidak setiap hari, tetapi ada masa-masa kami harus melakukannya.  Meski kadang tidak melakukan hal di atas, tetapi mengasihi sesame: menyempatkan diri setiap pagi membuat anggota keluarga tersenyum. Saya menyebarkan suka cita kepada anggota keluarga dekat, dan semampu saya kepada sekitar saya. Saya menelepon atau sms mereka setiap pagi, sebelum pergi bekerja atau ketika berada di tempat pekerjaan. Saya tidak pernah khawatir perasaan anggota keluarga ketika pulang ke rumah. Nasi putih dengan ikan asinpun akan mampu mencukupkan  gizi yang saya perlukan.

Hal di atas hanya pengalaman pribadi, bukan teori kehidupan yang normal, karena memang saya adalah saya. Pengalaman saya unik dan pasti berbeda dengan Anda. Setidaknya bisa menjadi  perbandingan. Selamat pagi, semoga bermanfaat. (Medan, 15 September 2015 St Jannerson Girsang)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments