Tadi Minggu (6/9/2015) saya memantau bencana asap. Titik api terbanyak di Sumatera
Selatan. Tapi hari ini jumlahnya menurun dari 321 menjadi 129 titik.
Katanya tahun lalu 8.000 ha hutan yang terbakar, sekarang 1.000 ha lebih
sedikit.m Kebakaran hutan tidak bisa ditolerir lagi. Penyebab
dan solusinya sudah diketahui. Perusahaan yang lakukan pembakaran harus
dicabut izinnya, dan dipidanakan. Ke depan tindakan pencegahan
jauh lebih penting. Harus dibuat sistem di mana pemilik lahan memiliki
kewajiban untuk mencegah, supaya kebakaran tidak terus berulang. Foto FB Presiden Jokowi
|
Pergantian Kabareskrim Budi Waseso adalah Akhir Konsolidasi Strategis
Jokowi 2015....Jokowi butuh 10 bulan lamanya untuk menjadi "The Real
President". Sebelumnya, Presiden Jokowi ibarat macan ompong, tak
bergigi. Ia didikte oleh parta-partai dari Koalisi Indonesia Hebat
khususnya PDIP perjuangan dan menyebutnya sebagai "petugas partai".
Jokowi juga menjadi bulan-bulanan partai-partai dari Koalisi Merah
Putih dengan menyebutnya Presiden "boneka". Sikap pandang remeh dan
terkesan menantang terhadap Presiden Jokowi bahkan datang langsung dari
Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sebelum reshuffle kabinet Kerja Agustus
lalu, Jusuf Kalla sudah 12 kali berbeda pendapat dengan Presiden Jokowi.
Hal ini sering membuat gaduh dan intrik politik.
Sikap menantang juga
dipertontonkan oleh Kabareskrim Budi Waseso. Budi Waseso terkesan tak
menggubris instruksi Presiden Joko Widodo terkait kasus Abraham Samad,
Bambang Widjajanto, Denny Indriana, Novel Baswedan dan Ketua Komisi
Yudisial. Presiden Jokowi meminta Polri untuk tidak lagi
mengkriminalisasi pihak-pihak atau lembaga hukum yang punya pendapat
berseberangan dengan institusi Polri. Menghadapi aneka celaan,
perlawanan dan pembangkangan terhadap dirinya, Jokowi bersikap sangat
hati-hati, tidak sembrono dan main sikut namun tidak tinggal diam.
Jokowi yang cerdas mulai dengan jeli membuat perhitungan, kalkulasi
politik dan menggalang kekuatan.
Jokowi tidak serta merta melawan
PDIP, melakukan reshuffle kabinet, berkonfrontasi dengan KMP dan
langsung mengganti Kabareskrim. Jokowi terlebih dahulu membuat step-step
yang jitu penggalangan kekuatan sebelum membungkam lawan-lawannya.
Ia
dengan sabar membuat konsolidasi kekuatan terencana, terukur, tepat dan
strategis. Jokowi yang berlatar belakang sipil dan karena itu dipandang
remeh oleh para anggota partai, anggota DPR, para mantan jenderal dan
bahkan para elit di kepolisian, ternyata bukan politikus kemarin sore.
Jokowi yang "ndeso" terlihat plonga-plongo, ternyata jauh lebih cerdas
dari pada lawan-lawannya. Jokowi secara pelan namun pasti menyusun dan
menggalang kekuatan yang semakin lama-semakin hebat.
Sekarang
setelah 10 bulan menjadi Presiden, Jokowi yang tadinya minim kekuatan,
sekarang telah menjelma menjadi raksasa yang memiliki kekuatan
menakutkan dan membuat lawan-lawannya macam Fadli Zon, Fahri Hamzah,
Bambang Soesatyo dan lain-lain diam tak berkutik. Suara2 sumbang, keras,
dan provokatif dari lawan-lawan Jokowi di awal-awal masa
kepresidenannya, kini semakin hilang samar-samar.
Apa langkah-langkah konsolidasi kekuatan yang telah dilakukan oleh Jokowi?
Pertama-tama Jokowi merapat dengan TNI dengan mendekati Moeldoko
(pilihan SBY), yang pada saat itu masih menjadi Panglima TNI. Moeldoko
pun menyatakan loyal kepada Jokowi dengan deal-deal politik tertentu
pada masa depan. Lalu berselang beberapa bulan kemudian, Jokowi berhasil
membuat poros kekuatan militer yang loyal kepada dirinya.
Ia melantik
Gatot menjadi Panglima TNI, melantik teman akrabnya Sutiyoso, sebagai
Kepala BIN, melantik Mulyono sebagai KSAD. Sebelumnya, Jokowi telah
mengangkat teman seperjuangan nya Luhut B. Pandjaitan sebagai Kepala
Staf Kepresidenan. Bersamaan dengan pelantikan para petinggi TNI itu,
Jokowi membiarkan Golkar dan PPP saling berkelahi memperebutkan pengurus
dengan membiarkan Menkumham Yasonna Laoly mengintervensi kepengurusan
kedua partai itu. Dengan demikian kedua kekuatan ini menjadi lemah
karena sibuk berkelahi.
Setelah kekuatannya cukup, maka Jokowi
berani melakukan reshuffle kabinet kerjanya. Itu dilakukan Jokowi pada
pertengahan Agustus lalu. Dalam reshuffle itu, Jokowi tidak takut lagi
kepada Surya Paloh, ketua partai Nasdem untuk mencopot Menkopolkam Tedjo
yang kinerjanya suam-suam kuku. Jokowi kemudian menempatkan Luhut B
Panjaitan sebagai Menkopolhukam yang baru, pihak kepolisian yang masih
dipimpin 3B (Badrodin, Budi Gunawan dan Budi Waseso). Para elit
kepolisian ini sering off side dan terkesan "main bola" sendiri.
Nah
kemarin (2/9), Jokowi terus melakukan konsolidasi kekuatan dengan
melantik Teten Masduki sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Teten adalah
pendukung setia Jokowi jauh-jauh hari sebelum Pilpres lalu.
Sebelum pelantikan Teten, Jokowi juga sudah mendorong PAN untuk berpisah
dengan KMP dan bergabung dengan pemerintahan nya secara resmi. Terbukti
kemarin, PAN telah menyatakan Good by kepada KMP yang membuat para elit
KMP terkaget-kaget dan bengong sendiri. Setelah kekuatan Jokowi
terbentang hebat: Gatot, Mulyono, Sutiyoso, Luhut, Rizal Ramli, Teten,
Golkar Agung dan PPP Romy, maka sekarang tibalah saatnya melakukan
konsolidasi akhir nan menderu yakni mengganti Kabareskrim Budi Waseso
yang sarat dengan kontroversial itu.
Sebelumnya Jokowi tidak
berani mencopot Buwas karena kekuatannya belum cukup. Pasalnya, di
belakang Budi Waseso ada Budi Gunawan dan di belakang Budi Gunawan ada
Megawati, Surya Paloh dan Jusuf Kalla. Penggeledahan di Kantor RJ Lino
di Pelindo II Jumat lalu adalah hanya sebagai pemicu pencopotan Budi
Waseso. Jauh-jauh hari sebelumnya sudah banyak pihak yang mendorong
Jokowi termasuk pihak-pihak yang membuat petisi untuk memecat Budi
Waseso. Alasan pencopotan Budi Waseso jelas sering membuat gaduh
politik. Hal-hal kecil dibesar-besarkan oleh Buwas lalu dibuat
kontroversi dengan alasan penegakan hukum.
Jokowi tidak suka pembuat
gaduh, hal-hal kontroversi di tengah masyarakat. Jokowi ingin agar
penegak hukum bekerja cepat, tepat, cerdas dan gaduh sesedikit mungkin.
Ke depannya, setelah Jokowi melakukan pergantian di tubuh Bareskrim.
Sebelumnya juga Jokowi dengan santai tidak mengabulkan permohonan para
pimpinan DPR untuk menandatangani prasasti pembangunan ketujuh kompleks
DPR. Alasannya Jokowi sudah merasa daya tawar para pimpinan DPR itu
sudah seperti "macan ompong" sekarang. Sama seperti dirinya dulu. Jadi
pergantian Kabareskrim yang akan dilakukan oleh Jokowi lewat Kapolri
dalam satu-dua hari ini adalah konsolidasi strategis terakhir Jokowi
pada tahun 2015 ini.
Dengan konsolidasi akhir itu, maka
setelahnya Jokowi tinggal fokus membenahi ekonomi, membangun Indonesia
yang lebih baik dengan bekerja, bekerja, bekerja dan bebas dari gaduh.
Penulis adalah Redaktur Senior Baranews.co
0 Comments