Kurpan Sinaga |
Antara Ironisme Partai Demokrat, Komplikasi Penyakit pada Jabatan J.R Saragih hingga Masukan dalam Penentuan Penjabat Bupati.
Gagalnya suatu sidang DPR atau DPRD adalah hal biasa. Apalagi batal
karena tidak kuorum sangat biasa, baik karena anggota yang malas datang
maupun sengaja tidak hadir dalam percaturan politik lingkupnya.
Akan
tetapi gagalnya sidang paripurna DPRD Simalungun kemarin Jumat
(02/10/15) bukanlah suatu yang biasa tetapi suatu ironisme yang
mengidap persoalan berat.
Sidang paripurna ini sejatinya mengesahkan
APBD Perubahan namun batal akibat tidak hadirnya anggota dewan mencapai
jumlah untuk sah dilaksanakan.
Ironisme ini adalah karena yang tidak
hadir justeru partai Demokrat partai pemerintah. Dari 11 kursi partai
Demokrat hanya satu orang yang hadir yakni ketua DPRD dan menjadi
pimpinan sidang.
Pengesahan APBD P adalah kepentingan pemerintah maka
logikanya akan disokong penuh oleh partai pemerintah. Apa dibalik tidak
hadirnya partai penguasa pimpinan JR Saragih ini?
Situasi ini
merupakan suatu kontradiksi pada satu orang pucuk pimpinan yakni J.R
Saragih. J.R Saragih dalam kedudukan kepala pemerintahan Simalungun
berkepentingan untuk disahkannya rancangan P APBD yang sudah
disiapkannya tetapi sidang DPRD pengesahan justeru tidak dihadiri partai
Demokrat pimpinan J.R Saragih.
Bagai mana mungkin partai Demokrat tidak
hadir dan menjadi penyebab gagalnya sidang paripurna ini? Ada apa
gerangan? Ketidakhadiran partai Demokrat ini dilingkupi dua kemungkinan.
Pertama, anggota fraksi Demokrat berontak pada ketua DPC nya.
Mereka
sengaja tidak hadir sebagai perlawanan pada ketuanya. Kedua, komplikasi
pada sakit jabatan J.R Saragih. Walaupun paripurna ini beragenda
kepentingannya meminta persetujuan DPRD untuk anggaran namun ada
persoalan lain sehingga perlu digagalkan walau dengan berbagai resiko
yang ditimbul setelahnya.
Jika demikian maka sesungguhnya inilah acara
formal pertama penampakan kegagalan pemerintahan J.R Saragih. Bagaikan
penyakit serius yang sudak komplikasi, obat untuk yang satu memperparah
penyakit lainnya.
J.R Saragih Bukan Ahok
Dalam keadaan ini
apakah yang akan terjadi kedepan? Secara formal dengan gagalnya
paripurna ini maka mekanisme berikutnya adalah dikembalikan ke Bamus
DPRD untuk menyusun kembali jadwal paripurna yang gagal ini.
Secara
politik bisa dibaca bahwa tidak hadirnya fraksi Demokrat besar
kemungkinan sebagai cara mengulur waktu supaya ada kesempatan meloby
fraksi lain untuk memastikan satu sikap dengan pemerintah dalam sidang
yang akan dilaksanakan.
Ibaratnya paripurna kemarin masih becek untuk
diikuti sehingga lebih baik digagalkan sementara untuk pendekatan pada
fraksi lain yakni loby di bamus maupun pendekatan politik kepartaian.
Kekecewaan para anggota fraksi lain atas gagalnya paripurna ini
mengisaratkan sulitnya loby partai Demokrat meloloskan PAPBD ini. Wajah
kecewa diperlihatkan para anggota yang hadir.
Burhan Sinaga dari fraksi
gabungan beberapa partai Islam malah minta maaf atas tidak hadirnya lima
anggota fraksinya yakni dari partai PKS, PAN dan PPP. Kami mohon maaf
atas tidak hadirnya sebagian anggota kami serunya dengan suara keras
sesaat setelah sidang ditutup. Jika tiga orang saja mereka ini hadir
sudah mencapai 34 kursi maka sudah kuorum.
Rasa kecewa mayoritas fraksi
ini jelas akan semakin mengukuhkan sikap mereka pada sikap yang
sejatinya dibacakan kemarin. Kita tidak berubah… kita bertahan
terus…kata sesame anggota DPRD yang masih berkerumun di ruang sidang
pasca persidangan ditutup. Pertanyaannya, bila saja sikap fraksi tidak
berubah, sidang lanjutan berbuah penolakan pada P APBD bagaimanakah
kelanjutannya?
Secara konstitusional jika P APBD yang diajukan
pemerintah ditolak oleh DPR/D maka yang diberlakukan adalah APBD yang
ada.
Untuk itu bupati akan mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) untuk
menyusun sendiri dan melaksanakan sendiri programnya. Ini sah dan
konstitusional namun tanggungjawab sepenuhnya ada pada pemerintah.
Masalahnya, bisakah dilaksanakan? Jika melihat perbandingan APBD yang
ditolak DPRD, Ahok tidak ambil pusing dan sama sekali tidak ada
masalah. Ahok tanpa beban mengeluarkan Pergub sebagai payung hukum
baginya untuk merealisasi program.
Hal ini lempang saja karena penolakan
pada APBD Ahok hanyalah persoalan suka atau tidak suka pada figur orang
bukan akibat masalah ketidakmampuan daerah.
Sementara Simalungun dalam
keadaan sebaliknya. Anggaranlah yang tidak ada, sebagai mana berita yang
ramai kita dengar belakangan ini. Tidak tanggung-tanggung, 500 milyar
lebih defisit kas Pemda.
Nampaknya inilah penyebab fraksi-fraksi lain
sehingga berkecenderungan menolak P APBD Simalungun 2015. Kemampuan
daerahlah yang tidak ada sehingga diterimapun tidak ada gunanya. Dengan
demikian menerima P APBD tersebut sama dengan mereka ikut “memikul bara”
yang bukan tanggungjawabnya.
Peringatan Bagi Gubernur dan Menteri Dalam Negeri
Pada sisi lain, diterima atau tidaknya P APBD ini, ada atau tidaknya
uang pemda untuk membayar kewajibannya, kurang dari satu bulan lagi
percisnya tanggal 28 Oktober 2015 Bupati JR Saragih sudah akan berhenti.
Beliau tidak lagi mengurusi masalah ini. “Bola panas” akan estafet pada
penjabat bupati yang segera tiba.
Situasi ini perlu diperhatikan
Gubernur Sumatera Utara maupun Menteri Dalam Negeri dalam memilih siapa
yang menjadi penjabat bupati Simalungun. Simalungun tidak dalam kondisi
normal sehingga penjabat bupatinya harus memiliki kemampuan lebih baik
soal mental, ketangguhan dan profesionalisme.
Inilah drama
perpolitikan Simalungun saat ini. Dua minggu lalu sudah saya posting di
facebook tentang kekosongan kas pemda Simalungun dan bagai mana pada
pasangan calon bupati mengantisipasi, tulisan ini juga saya maksudkan
untuk membuka pemikiran diantara kita bagai mana langkah mengatasinya,
termasuk sebagai masukan dalam penetapan penjabat bupati.
Oleh karena
maksudnya hanyalah membuka pemikiran untuk antisipasi dan dituangkan
sebagai pandangan pribadi dari pengamatan lapangan maka sangat terbuka
kemungkinan adanya kekurangan. Bila mana ada kekeliruan dapatlah
disampaikan untuk diperbaiki. (Kurpan Sinaga/Pemerhati Politik dan Pembangunan Simalungun).
0 Comments