Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Hukum dan Perekonomian Dalam Kinerja Jokowi-JK

Setahun 1 Tahun Kepemimpinan Jokowi-JK (20 Oktober 2014-20 Oktober 2015).

Setahun 1 Tahun Kepemimpinan Jokowi-JK (20 Oktober 2014-20 Oktober 2015)

BERITASIMALUNGUN.COM, Jakarta-Satu tahun pemerintahan Jokowi-JK ini selalu mengendepankan pembangunan ekonomi dan penegakan hukum berjalan berbarengan sehingga ada kepastian hukum dan keadilan serta pembangunan ekonomi berjalan lebih baik.


Berbagai upaya pemerintah agar penegakan hukum terlihat dengan dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi ini pemerintah juga berencana menerbitkan peraturan pemerintah tentang antikriminalisasi terhadap pejabat daerah dalam menjalankan anggaran.

Tujuan peraturan tersebut agar penyerapan anggaran di daerah dapat berjalan secara baik, karena selama ini banyak pejabat daerah ketakutan dalam menjalankan anggaran setempat.

Langkah yang ditempuh pemerintah untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi dan pada saat yang bersamaan juga proses penegakan hukum berjalan.

Hal ini diungkapkan Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana saat menanggapi pertemuan Presiden Jokowi dengan Jaksa Agung HM Prasetyo di Istana Merdeka pada Senin (19/10).

Ari mengatakan Presiden mendorong agar Jaksa Agung menjadi bagian dalam upaya melaksanakan pembangunan ekonomi dan penegakan hukum secara bersamaan.

Dalam rapat terbatas pada 19 Juni 2015, Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa upaya pemberantasan dan pencegahan kejahatan korupsi dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

"Presiden Joko Widodo menegaskan kembali komitmennya dalam hal pemberantasan korupsi. Pemerintahan yang bersih akan berkontribusi pada tingkat perekonomian negara," kata Teten Masduki saat masih menjadi Tim Komunikasi Presiden.

Dalam pandangan Presiden, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, tindakan pencegahan tidak kalah pentingnya dengan tindakan penegakan hukum.

Mencegah korupsi bisa dilakukan dengan cara membangun sistem yang baik, membatasi kontak dengan menggunakan teknologi informasi yang memiliki tingkat akuntabilitas tinggi seperti e-budgeting, e-procurement, e-catalogue, e-purchasing, serta pajak online.

"Semua itu akan mampu memperkuat sistem pengawasan dan akuntabilitas sistem pemerintahan. Dan akan banyak mengurangi korupsi, baik di pusat maupun daerah," kata Presiden.

Dengan pengawasan, penegakan hukum dan tata kelola layanan publik hingga proses perizinan yang baik akan mendorong investasi masuk ke dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan praktik korupsi pada layanan publik akan terus menjadi kendala serius bagi peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi bila sistemnya tidak dibenahi secara menyeluruh.

"TII sudah lama berupaya mengingatkan pemerintah bahwa ada masalah korupsi pada layanan publik, khususnya di bidang perizinan usaha dan logistik," kata Dadang Trisasongko dihubungi di Jakarta, Selasa (20/10).

Dadang mengatakan masalah korupsi layanan publik itu bukan hanya terjadi di pusat, tetapi juga di daerah. Berdasarkan indeks persepsi korupsi di 11 kota yang baru saja diluncurkan TII, terlihat bahwa sistem perizinan usaha di daerah masih menjadi persoalan serius.

"Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla harus melakukan pembenahan sistem secara menyeluruh agar praktik korupsi bisa dipangkas sehingga investasi dan pertumbuhan ekonomi bisa meningkat," tuturnya.

Pemulihan kredibilitas Karena itu, Dadang mengatakan pemulihan kredibilitas penegakan hukum masih akan menjadi tantangan bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada tahun kedua pemerintahannya.

Sedangkan pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) harus mengubah strategi dalam pemberantasan korupsi.

"Presiden harus ubah strategi efek jera pemberantasan korupsi. Kalau tidak akan menjadi biang retaknya NKRI akibat pemberantasan korupsi dijadikan medan tarung para raksasa politik," kata dosen Universitas Indonusa Esa Unggul itu.

Sementara Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan selama satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pemerintah belum menunjukkan kepemimpinan yang berkualitas di bidang hukum, khususnya pemberantasan korupsi.

"Jokowi masih terbatas menjadi pemimpin pembangunan bidang infrastruktur, bukan pembangunan Indonesia seutuhnya," kata Hendardi melalui pesan elektronik di Jakarta, Minggu (18/10).

Hendardi mengatakan, di bidang hukum, Jokowi-JK tidak menjalankan kepemimpinan efektif yang mendukung pemberantasan korupsi.

Pemerintah masih sebatas menjadi "pemadam kebakaran" atas kegaduhan yang sebenarnya diciptakan oleh para menteri dan pejabat di bawah koordinasinya.

"Pada pemimpin yang pasif dalam hal antikorupsi, sulit mengharapkan terobosan baru signifikan," ujarnya.

Hendardi juga menilai antikriminalisasi yang diwacanakan pemerintahan Jokowi-JK dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh kepala daerah, kementerian dan lembaga lainnya.

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan percepatan pembangunan yang didorong oleh pemerintah saat ini membutuhkan pengawasan yang baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

"Setahu saya, Presiden Joko Widodo sangat `commit` dengan agenda pemberantasan korupsi. Apalagi beliau sedang gencar menggenjot pembangunan infrastruktur, itu betul-betul butuh KPK yang kuat," katanya di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Rabu (7/10).

Teten mengatakan, pembangunan infrastruktur yang cepat bisa menciptakan peluang adanya penyalahgunaan, karena itu penting ada lembaga yang mampu mengawasi.

"Itu betul-betul butuh KPK yang kuat, yang bisa mengawasi pembangunan yang beliau ingin cepat karena biasanya pembangunan yang cepat itu kan bisa ada peluang-peluang terjadinya korupsi," paparnya.

Kepala Staf Kepresidenan menegaskan, "karena itu Presiden menghendaki KPK yang kuat, polisi yang kuat, jaksa yang kuat. Jadi komitmen presiden dalam pemberantasan korupsi tidak usah diragukan".

Atas dasar itu, Teten memastikan tidak ada rencana pemerintah untuk membuat rancangan undang-undang yang mengatur tentang pengampunan pelaku kejahatan korupsi.

Revisi UU KPK Sementara itu terkait rancangan revisi undang-undang KPK, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah masih menunggu tindak lanjut dari apa yang diajukan oleh DPR tersebut.

"Revisi Undang-undang itu datang dari DPR, dan tentunya kita, pemerintah dalam hal ini akan mempelajari isi, substansi, dan sebagainya," kata Seskab di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Rabu (7/10).

Seskab mengatakan proses itu masih bergulir di dalam internal DPR dan pemerintah baru memberikan pandangannya setelah semua proses internal selesai.

"Belum masuk ke substansi, karena kita juga belum mengetahui," kata Pramono Anung.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Maruarar Sirait mengemukakan bahwa revisi UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK merupakan tantangan bagi DPR bagaimana membangun sistem kelembagaan dan juga bagaimana mendengarkan aspirasi publik.

"Karena DPR itu bekerja pada dasarnya antara lain berdasarkan aspirasi rakyat dan aspirasi publik tetapi kita juga harus memiliki visi ke depan dan bagaimana membangun secara menyeluruh 'check and balancenya'," katanya di Jakarta, Kamis (8/10).

Ia mengatakan bahwa format-format apabila revisi UU KPK benar-benar direalisasikan harus bisa mengakomodasi harapan rakyat, bagaimana menghadapi realitas yang ada, dan membangun sistem secara utuh ke depan.

"Itu adalah tantangannya dalam membuat sebuah UU, kalau kita mau menyenangkan semua pihak pasti tidak bisa. UU itu kan harus bersifat aspiratif tetapi juga harus bersifat visioner. Kita juga mau maju ke depan tetapi juga aspirasi yang ada harus dipertimbangkan, maka sistem itu harus benar-benar utuh," tuturnya.

Maruarar juga menyatakan bahwa dirinya menolak segala upaya dalam pelemahan KPK karena kepercayaan publik terhadap KPK itu sangat tinggi.

"Kita juga mengetahui bahwa KPK itu lahir agar bisa mendukung yang lainnya, jadi saya menolak upaya pelemahan KPK," ujarnya.

Revisi UU KPK sebenarnya masuk dalam Prolegnas 2016 untuk usulan insiatif pemerintah, namun saat ini diusulkan masuk menjadi RUU Prioritas Prolegnas 2015 dan menjadi inisiatif DPR yang diajukan oleh enam fraksi DPR yaitu Fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB. (Joko Susilo/Antara)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments