St Jannerson Girsang |
BERITASIMALUNGUN.com, -Kinerja KPK yang membongkar kasus
suap dan korupsi di Sumatera Utara makin memperlihatkan giginya untuk
membuat terang benderang keterlibatan oknum hakim, gubernur, anggota
DPRD yang saling menutup dan melindungi kejahatan korupsi.
Rakyat berharap kekuasaan KPK mampu membeberkan dan menindak pihak yang
terlibat dalam kejahatan itu tidak dilemahkan bahkan seharusnya
diperkuat.
Berita yang dirilis Tempo.com
ini menyebutkan bahwa 6 orang anggota DPRD Sumut sudah mengembalikan
uang yang diduga merupakan suap interpelasi dan pembahasan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Sumatera Utara, kepada KPK.
Ke
enam anggota DPRD menurut berita ini adalah Brilian Moktar dari Fraksi
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hardi Mulyono (Fraksi Partai
Golongan Karya), dan Chaidir Ritonga (Fraksi Partai Golkar).
Sayangnya Tempo tidak menyebut nama tiga orang lagi.
Kalau berita Tempo ini benar adanya, bagaimana rakyat tidak shok!
(Tapi, pengalaman berpuluh tahun Tempo selektif merilis berita).
Orang-orang terhormat, yang selama ini mendapat kepercayaaan menjadi
wakil rakyat, melindungi rakyat dari para koruptor, ternyata rentan
disuap.
Masyarakat Sumatera Utara pantas berterima kasih kepada
KPK, atas pengungkapan kasus korupsi di Sumut. Kalau jujur menjawab,
sebagian besar rakyat Sumut senang kinerja KPK di daerah ini.
Rakyat tidak begitu peduli soal prosedur atau UU. Bagi rakyat, yang
penting kasusnya terungkap, bukti lengkap, pelakunya tidak salah
tangkap.
Tapi, pernahkah anggota DPR bertanya kepada rakyat
hasil kerja KPK di provinsi ini? Kalau rakyat daerah ini tidak senang
mereka sudah membakar kantor KPK.
Anehnya, DPR RI--wakil
rakyat, orang-orang yang sangat dihormati rakyat, tidak mengakomodasi
aspirasi rakyatnya. Malah kini justru mencoba mengebiri "kekuasaan" KPK,
dengan berbagai dalih yang tidak masuk akal.
Kalau kita
mengikuti alur pikiran mereka, maka kasus Korupsi Sumut tidak akan
pernah terbongkar. Pelaku-pelakunya sudah melibatkan orang-orangg
terhormat: oknum-oknum anggota DPRD.
Selama ini suara mereka kita yakini sebagai suara rakyat. Ternyata suara mereka adalah suara interpelasi pura-pura.
Cara yang dilakukan KPK memang tidak seperti yang dipikirkan para
pendukung Revisi UU KPK. Memang harus begini baru rakyat senang.
Pelakunya dijebloskan ke penjara kasusnya dibuat terang benderang dan
transparan.Bukan tega membiarkan rakyat capek membaca
koran,.Menyisihkan uangnya yang pas-pasan membeli koran, meluangkan
waktu mengikuti kasus interpelasi hari demi hari.
Rakyat mengira mereka benar membela rakyat.Tau-taunya.....
Semoga pengusul Draft Revisi UU KPK bukan seperti anggota DPRD yang
pura-pura mengajukan interpelasi dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah ,tetapi ada maunya yang bukan kepentingan seluruh rakyat
Indonsia.
Yang jelas, menurut Abdullah Hehamahua, mantan
penasehat KPK, Draft Revisi UU KPK yang diajukan DPR melemahkan KPK.
Kalaupun ada revisi bukan soal teknis, tetapi masalah prinsip seperti
kata Wapres Jusuf Kalla. Revisi UU KPK harus semakin menguatkan KPK!
Semoga rakyat makin pintar, tidak mau menyenangkan oknum-oknum anggota
parlemen yang sarat kepentingan. Kita tidak mau melindungi
anggota-anggota parlemen seperti diatas.
Ngomong nasionalisme hebat, tetapi buta terhadap pelanggaran, malah membela koruptor kalau disumpal dengan "duit" .
Mungkin para pendukung Draft Revisi UU KPK ini takut mengalami nasib
yang sama dengan para anggota DPRD Sumut ini. Jadi pantaslah kalau kita
benarkan kalau "mulut mereka sudah bau", seperti pernah diungkapkan
Prof Dr Sahetapy.
Pegembalian uang di atas, berarti anggota
DPRD yang bersangkutan sudah pernah menerima uangnya. Mungkin disimpan
dulu dalam bantal. Kalau ketahuan dikembalikan, seperti dilakukan para
anggota DPRD Sumut di atas.
Kita berharap agar KPK terus diperkuat dan jangan dengarkan kicauan DPR soal revisi UU KPK.
Umumkan ke seluruh dunia: TOLAK REVISI UU KPK.
KIta senang kalau ada anggota DPR yang dengan lantang juga menolak
Draft Revisi UU KPK. Kita akan memilihnya lagi periode mendatang. Yang
mengusulkan draft revisi UU KPK, jangan pilih lagi.
Kalau KPK
tidak turun ke provinsi ini, maka kasus korupsi di Sumut tidak akan
pernah terbongkar. Korupsinya sudah berjamaah, bahkan melibatkan
oknum-oknum anggota parlemen.
Kita menunggu sandiwara di balik
DRAFT REVISI UU KPK yang diusulkan DPR. Sejarah akan mengikuti alur
pikir mereka apakah akan menghasilkan bau Wangi atau Bau Busuk bagi
rakyat!
Kalau itu suara rakyat maka akan berbau wangi, Tapi,
kalau suara itu seperti suara pengusul Interpelasi dan pembahasan
Anggaran Belanja Daerah Sumatera Utara , maka akan berbau busuk.
Belajarlah dari kesalahan!
Note: Pak Jokowi sedang diuji memahami suara rakyat. Jokowi, sebagai
presiden, adalah penentu apakah Revisi UU KPK berlanjut atau tidak. (St Jannerson Girsang)
0 Comments