Info Terkini

10/recent/ticker-posts

TOLAK DRAFT REVISI UU KPK

St Jannerson Girsang
BERITASIMALUNGUN.com, -Kinerja KPK yang membongkar kasus suap dan korupsi di Sumatera Utara makin memperlihatkan giginya untuk membuat terang benderang keterlibatan oknum hakim, gubernur, anggota DPRD yang saling menutup dan melindungi kejahatan korupsi.

Rakyat berharap kekuasaan KPK mampu membeberkan dan menindak pihak yang terlibat dalam kejahatan itu tidak dilemahkan bahkan seharusnya diperkuat.

Berita yang dirilis Tempo.com ini menyebutkan bahwa 6 orang anggota DPRD Sumut sudah mengembalikan uang yang diduga merupakan suap interpelasi dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumatera Utara, kepada KPK.

Ke enam anggota DPRD menurut berita ini adalah Brilian Moktar dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hardi Mulyono (Fraksi Partai Golongan Karya), dan Chaidir Ritonga (Fraksi Partai Golkar).

Sayangnya Tempo tidak menyebut nama tiga orang lagi.
Kalau berita Tempo ini benar adanya, bagaimana rakyat tidak shok!

(Tapi, pengalaman berpuluh tahun Tempo selektif merilis berita).
Orang-orang terhormat, yang selama ini mendapat kepercayaaan menjadi wakil rakyat, melindungi rakyat dari para koruptor, ternyata rentan disuap.

Masyarakat Sumatera Utara pantas berterima kasih kepada KPK, atas pengungkapan kasus korupsi di Sumut. Kalau jujur menjawab, sebagian besar rakyat Sumut senang kinerja KPK di daerah ini.

Rakyat tidak begitu peduli soal prosedur atau UU. Bagi rakyat, yang penting kasusnya terungkap, bukti lengkap, pelakunya tidak salah tangkap. 

Tapi, pernahkah anggota DPR bertanya kepada rakyat hasil kerja KPK di provinsi ini? Kalau rakyat daerah ini tidak senang mereka sudah membakar kantor KPK. 

Anehnya, DPR RI--wakil rakyat, orang-orang yang sangat dihormati rakyat, tidak mengakomodasi aspirasi rakyatnya. Malah kini justru mencoba mengebiri "kekuasaan" KPK, dengan berbagai dalih yang tidak masuk akal.

Kalau kita mengikuti alur pikiran mereka, maka kasus Korupsi Sumut tidak akan pernah terbongkar. Pelaku-pelakunya sudah melibatkan orang-orangg terhormat: oknum-oknum anggota DPRD.

Selama ini suara mereka kita yakini sebagai suara rakyat. Ternyata suara mereka adalah suara interpelasi pura-pura.

Cara yang dilakukan KPK memang tidak seperti yang dipikirkan para pendukung Revisi UU KPK. Memang harus begini baru rakyat senang.

Pelakunya dijebloskan ke penjara kasusnya dibuat terang benderang dan transparan.Bukan tega membiarkan rakyat capek membaca koran,.Menyisihkan uangnya yang pas-pasan membeli koran, meluangkan waktu mengikuti kasus interpelasi hari demi hari.

Rakyat mengira mereka benar membela rakyat.Tau-taunya.....
Semoga pengusul Draft Revisi UU KPK bukan seperti anggota DPRD yang pura-pura mengajukan interpelasi dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ,tetapi ada maunya yang bukan kepentingan seluruh rakyat Indonsia. 

Yang jelas, menurut Abdullah Hehamahua, mantan penasehat KPK, Draft Revisi UU KPK yang diajukan DPR melemahkan KPK. Kalaupun ada revisi bukan soal teknis, tetapi masalah prinsip seperti kata Wapres Jusuf Kalla. Revisi UU KPK harus semakin menguatkan KPK!

Semoga rakyat makin pintar, tidak mau menyenangkan oknum-oknum anggota parlemen yang sarat kepentingan. Kita tidak mau melindungi anggota-anggota parlemen seperti diatas.

Ngomong nasionalisme hebat, tetapi buta terhadap pelanggaran, malah membela koruptor kalau disumpal dengan "duit" .

Mungkin para pendukung Draft Revisi UU KPK ini takut mengalami nasib yang sama dengan para anggota DPRD Sumut ini. Jadi pantaslah kalau kita benarkan kalau "mulut mereka sudah bau", seperti pernah diungkapkan Prof Dr Sahetapy. 

Pegembalian uang di atas, berarti anggota DPRD yang bersangkutan sudah pernah menerima uangnya. Mungkin disimpan dulu dalam bantal. Kalau ketahuan dikembalikan, seperti dilakukan para anggota DPRD Sumut di atas. 

Kita berharap agar KPK terus diperkuat dan jangan dengarkan kicauan DPR soal revisi UU KPK.

Umumkan ke seluruh dunia: TOLAK REVISI UU KPK.

KIta senang kalau ada anggota DPR yang dengan lantang juga menolak Draft Revisi UU KPK. Kita akan memilihnya lagi periode mendatang. Yang mengusulkan draft revisi UU KPK, jangan pilih lagi.

Kalau KPK tidak turun ke provinsi ini, maka kasus korupsi di Sumut tidak akan pernah terbongkar. Korupsinya sudah berjamaah, bahkan melibatkan oknum-oknum anggota parlemen.

Kita menunggu sandiwara di balik DRAFT REVISI UU KPK yang diusulkan DPR. Sejarah akan mengikuti alur pikir mereka apakah akan menghasilkan bau Wangi atau Bau Busuk bagi rakyat!

Kalau itu suara rakyat maka akan berbau wangi, Tapi, kalau suara itu seperti suara pengusul Interpelasi dan pembahasan Anggaran Belanja Daerah Sumatera Utara , maka akan berbau busuk.
Belajarlah dari kesalahan!

Note: Pak Jokowi sedang diuji memahami suara rakyat. Jokowi, sebagai presiden, adalah penentu apakah Revisi UU KPK berlanjut atau tidak. (St Jannerson Girsang)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments