Info Terkini

10/recent/ticker-posts

SUSAH MENETAPKAN PAHLAWAN

VETERAN.IST
Akibat susah menakar kebaikan dan keburukan, maka bangsa kita puluhan tahun sulit menetapkan mantan Presiden Soekarno dan Soeharto menjadi pahlawan.

100 kebaikan, satu kesalahan, kita cenderung membesarkan 1 kesalahan seseorang, dengan menutupi kebaikan yang dilakukannya. 

Di masa Soeharto, Soekarno dianggab sebagai musuh bangsa. Di masa Reformasi, Soeharto dianggab sebagai musuh bangsa.

Hingga sekarang bangsa ini masih sulit menetapkan apakah Soeharto itu Pahlawan, Penjahat atau Pengkhianat. Sama seperti posisi Soekarno hingga Presiden SBY menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Proklamator itu, 7 Nopember 2012.

Kita membutuhkan pemimpin yang tidak justru menggiring rakyatnya memusuhi para pemimpin terdahulu, mereka adalah orang tua kita.

Pak Harto pernah melakukan yang baik untuk bangsa ini. Ide-ide beliau juga telah terbukti dan masih bisa kita saksikan dan rasakan saat ini.Jangan lanjutkan mensosialisasikan dendam pribadi, kelompok menjadi dendam seluruh bangsa!.

Harus kita akui, ada yang buruk dilakukan pak Harto, mari kita tidak mengulanginya. KKN misalnya. Kita mengatakan itu buruk, tetapi justru berita di media saat ini didominasi berita-berita korupsi yang maha dahsyat. Inilah era reformasi!

Mari jujur, kita lebih baik atau lebih buruk? Mana lebih besar korupsi di era Pak Harto dari korupsi sejak 1998?. Seharusnya, kalau ada pejabat yang korupsi di era reformasi ini mereka harus dihukum "gantung", lebih berat dari Pak Harto, karena mereka menjatuhkan Soeharto salah satu adalah karena korupsi.

Mari kita belajar dari negeri tetangga soal kesalahan seorang presiden.

Ketika terjadi peristiwa Watergate yang menggemparkan Amerika Serikat di era 70-an, melibatkan Presiden Nixon, masyarakat di sana tidak langsung memusuhi Nixon. Karena penggantinya, Gerald Ford dengan cepat memaafkannya. Tidak ada presiden Amerika yang menjadi musuh negaranya sendiri.

Kita jangan menjadi bangsa yang kerdil, harus berani mengatakan yang benar, dan yang benar itu satu dan sekali untuk selamanya. Bukan tergantung suasana.

Bangsa yang besar harus mampu memaafkan Presidennya yang bersalah! . Mampu melihat ke depan, bukan menegangkan lehernya karena terlalu lama melihat ke belakang.

Semoga dendam para pemimpin tidak menurunkan arti kepahlawanan di negeri ini. Mari kita kembali berfikir jernih. Soeharto itu Pahlawan, Penjahat atau Pengkhianat.

Sama dengan Soekarno, tokh akhirnya menjadi pahlawan nasional juga, setelah sekian puluh tahun.

Soeharto, saya yakin suatu saat akan menjadi pahlawan, tapi mungkin pada 2050, setelah semua orang yang dendam kepada Soeharto tak bergigi lagi. Lalu apa arti kepahlawanan? Apalah gunanya kita memelihara dendam sekian lama.
Tokh alasan membenci juga kadang kabur!

Mengapa kita benci Soeharto, mengapa dulu kita disuruh membenci Soekarno, juga nggak bisa kujawab hingga sekarang ini.
KKN, kesalahan terbesar Soeharto, apa tidak justru dikembangbiakkan saat ini? Apakah para pemimpin di era Reformasi ini sudah bisa menyatakan negeri ini bebas KKN?

Keterlibatan Soekarno dalam pemberontakan G30S/PKI juga kabur. Kita akhirnya menjadi bangsa yang kabur atas kinerja para pemimpinnya, kabur atas sejarah bangsanya!.
Kalau begitu, lebih baik kumaafkan saja!

Memaafkan adalah pekerjaan mulia. Rekonsiliasi adalah tugas pemimpin paling berat. Melakukan keduanya kita akan menghasilkan pikiran yang damai. Kita akan jernih memaknai arti kepahlawanan. Kita tidak susah menetapkan siapa sebenarnya yang menjadi pahlawan. Pahlawan itu adalah orang yang berjasa, bukan "dibuat-buat berjasa". Selamat Hari Pahlawan!. (St Jannerson Girsang)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments