![]() |
FOTO JADUL.IST |
BERITASIMALUNGUN.COM-Jangan abaikan foto JADUL Anda! Foto berbicara lebih dari seribu kata. Foto Jadul bisa menginspirasi Anda bercerita banyak hal tentang masa lalu!.
Salah satu yang sangat penting, foto berisi kisah yang mencerminkan
kehidupan kita di masa lalu, dan sekarang. Kita bisa menyaksikan bahwa
apa yang kita pikirkan, impikan dulu, jauh lebih dari apa yang kita
terima dan alami sekarang.
![]() |
KEL St Jannerson Girsang.IST |
Tadi pagi, saya terkejut ketika adikku Martin Tarigan memosting fotoku zaman dulu di FB ini. Wah...fotoku zaman dulu!
Saya sendiri sebenarnya sudah lupa bahwa ada peristiwa foto ini dalam
kehidupanku. Bahkan saya tidak memiliki foto itu lagi. Beruntung ada
orang yang menyimpannya!.
Saya bersyukur memilikinya kembali,
walau hanya dalam bentuk soft copy. Andai foto ini hilang, mungkin
kisah saya di bawah ini akan hilang dan tidak pernah Anda atau pembaca
nikmati. hari ini.
Saya cukup yakin, the power of story!
Betapapun remehnya kisah ini, betapapun tidak "menggema" secara
nasional, kisah ini pasti punya kekuatan. Makanya saya sangat mengharga
cerita, dan suka membuat cerita.
Saya mengamati kembali foto itu dengan serius. Memori saya tertuju pada beberapa peristiwa dari foto itu.
Foto itu dibuat saat kami--anak-anak muda usia sekitar 17 tahun-
berkumpul di sebuah rumah di Sentiong, Jakarta Pusat, sekitar akhir
1978. Kalau tidak salah, peristiwa itu terjadi pada suatu hari libur.
Tiga puluh delapan tahun yang lalu.
Di foto itu, saya duduk paling kiri. Rambut gondrong, celana "komprang", mode yang trend pada masa itu.
Kami kagum dengan rambutnya Ahmad Albar dan Ucok Aka Harahap, Duo Kribo
yang saat itu ngetop dengan lagunya"Panggung Sandiwara, atau model
rambut pemain-pemain Black Brothers yang lagu-lagunya setiap hari
menghiasi kehidupanku saat itu. Kalau sekarang, saya tidak suka melihat
gayaku yang "norak" itu.
Rumah itu adalah tempat kos temanku
Sariman Girsang (berdiri di belakangku), yang saat itu duduk di kelas II
SMA PSKD I, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Kami sering
berkumpul di rumah itu, karena ada beberapa teman sekampung, seperti
Idul Sijabat (berdiri di samping Sariman Girsang), dan dua lagi dalam
foto itu kurang jelas kuingat, karena mukanya juga kabur.
Ketika melihat foto ini, saya teringat Monas yang kami kunjungi, usai berfoto bersama.
Monas, ketika itu adalah simbol orang pernah mengunjungi Jakarta. Tanpa berkunjung ke Monas, rasanya cerita tidak lengkap.
Rumah itu mengingatkan saya kembali kebiasaan kami menonton film-film
murah si Raja Dangdut dan Ratu Dangdut Rhoma Irama dan Elvie Sukaesih.
Bioskop itu tidak jauh dari rumah, dan pulangnya kami sering melintasi
rumah penyanyi Arie Kusmiran di kompleks perumahan Johar Baru,
Sentiong.
Teringat rokok "Djarum Cokat 76" tiga batang Rp 100.
Rokok murah yang sering kami isap bersama dengan kopi (lupa merknya).
Tidak seperti kopi Sidikalang, sudah bercampur jagung.
Ada
kenangan-kenangan lain, ketika saya keluar dari rumah itu, apakah ketika
kembali ke tempat kosku, atau ke sekolahku di SMA 22.
Foto itu
juga mengingatkanku tentang demontrasi menentang kenaikan BBM, Knop 1
Nopember 1978 di depan kampus UI Jakarta di Salemba, ketika pulang ke
rumah kos saya di Ciliitan. Nilai rupiah turun terhadap dollar dan BBM
naik. Saya melihat pamlet di lantai atas kampus UI yang menghadap Jalan
Salemba Raya "Turunkan BBM".
Senin pagi (karena dari Sabtu
nginap di sana), dari rumah itu saya sering berangat ke sekolah ke SMA
22, Jakarta, di Jalan Kramat Asem di Utan Kayu, Jakarta Timur.
Menumpang Bemo hingga halte Rawasari. Dari sana saya menumpang Bus PPD
Priok-Cililitan dengan karcis langganan pelajar dan mahasiswa seharga Rp
25 (dulu mahasiswa dan pelajar hanya bayar separuh dari ongkos umum),
turun di Halte Bea Cukai--depan Lapangan Golf Rawamangun.
Lalu, dari sana jalan kaki beberapa ratus merter bersama teman-teman
yang datang dari Kampung Melayu, Rawamangun. Mencari jalan pintas
melintasi gang-gang rumah proyek Husni Thamrin. (Saat itu seluruh jalan
di gang-gang kecil dibeton dan tidak becek. Dikenal dengan proyek Husni
Thamrin--Husni Thamrin adalah nama pahlawan Nasional Betawi).
Dari halte itu, saya sering bersama teman saya perempuan, Susy Apri
Damayanti (Bekerja di Transmigrasi), yang rumahnya persis di depan Halte
itu. Kami akhirnya sama-sama kuliah di Bogor, tetapi tahun kedua dia
pindah kuliah dan tidak bertemu lagi, hingga sekarang.
Kalau
saya ke Jakarta dan melintas, sering saya mengamati rumah itu, tempat
kami sering belajar bersama. Tapi saya tidak pernah mampir, karena
selalu buru-buru!.
Di rumah teman saya Susy, kami sering belajar
bersama, ada Ahmad Hilmi (pegawai BNI di Bandung), Amanah Kusdiningsih
(pramugari Garuda), Anna Margaretha (Dinas Pariwisata, Jakarta),
Syahrizal (manajer sebuah pabrik di Purwakarta), Amrizal (almarhum),
Effendi Hatta (pernah Ketua DPRD Jambi)--baru telepon tadi pagi,
ternyata istrinya boru Sembiring dari Deli Tua, dll.
Demikianlah kita diingatkan oleh sebuah foto.
Saya sangat merindukan rumah itu, Saya sangat merindukan teman-teman
saya yang ada di dalam foto itu, saya merindukan teman-teman yang
terkait dengan cerita rumah itu.
Lima orang dalam foto itu,
hanya Sarimanlah yang masih sering ketemu, karena dia tinggal di Medan.
Selainnya, saya tidak pernah tau kisahnya lagi.
Semoga kami masih bisa bertemu suatu ketika!
Mungkin rumah itu kini sudah tidak ada lagi!. Tapi kisahnya masih hidup dan sangat menginspirasi.
Yang pasti, saya tidak pernah membayangkan kalau kini, setelah 38 tahun
kemudian, saya sudah punya 2 cucu. Keempat anak-anakku sudah lebih tua
dari usiaku di foto itu.
Foto ini mengingatkanku menghitung
berkat-berkat Tuhan yang kuterima 38 tahun kemudian. Aku tidak pernah
memiliki pikiran, mimpi seperti keadaanku sekarang.
Benarlah apa yang tertulis dalam Efesus 3:20. "Bagi Dialah, yang dapat
melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan,
seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita". (Jannerson Girsang)
0 Comments