ILUSTRASI |
Membunuh, merencanakan kematian orang
lain, tidak pernah dianjurkan dalam agama apapun. Nyawa manusia ada di
tangan sang Penciptanya.
Orang yang menurut dokter "tidak ada
harapanpun" masih diusahakan agar bisa bertahan hidup, hanya untuk
dilihat saja, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Konon, manusia yang sehat
dan tak berdosa, sengaja dihabisi atas nama kebenaran?
Kemarin (Kamis 14 Januari 2016), adalah Hari Ulang Tahunku ke-55. Saya sejak pagi menulis dan
sekitar pukul 11.00 kurang sedikit, saya pergi ke sebuah rumah usaha
fotocopy, tidak jauh dari rumah.
Karena agak tebal dan harus dijilid, saya kembali sekitar 1 jam kemudian, atau sekitar pukul 11.45. Saya kaget mendengar berita dari istriku yang lebih dulu menonton televisi.
"Pak ada bom di Sarinah, ada yang mati ditembak," katanya. Menonton beberapa saluran televisi, saya menyaksikan nyawa-nyawa
manusia tergeletak di jalan, atau di depan Starbuck, di sekitar kompleks
Hotel Sarina Pan Pasifik. Darah mengalir, nyawa melayang.
Pelakunya, sekelompok bersenjata yang ketika itu "belum dikenal"
melakukan penyerangan. Menyerang bukan dalam suasana perang. Menyerang
orang-orang yang tidak bersalah, tidak siap dengan serangan.
Berjuang tentang kebenaran, tetapi merencanakan kematian orang lain. Menghilangkan hak orang untuk hidup.
Memperjuangkan kebenaran dengan menghilangkan hidup orang lain, jelas
tidak dibenarkan. Janganlah kita berperan sebagai Tuhan, hanya Tuhan
yang berhak atas hidup manusia.
Tidaklah benar memperjuangkan
kebenaran, dan seperti Tuhan mengatakan: kau akan mati tanggal 14
Januari 2016. Para pelaku bom bunuh diri mengatakan: saya mati pada 14
Januari 2016.
Manusia bukan Tuhan. Mereka yang bertindak seperti Tuhan, bukanlah orang yang memperjuangkan kebenaran.
Memperjuangkan kebenaran adalah membuka seluas-luasnya kehidupan yang lebih baik kepada setiap orang.
Memperjuangkan kebenaran artinya membuat manusia serta kehidupan
menjadi berharga dan bermakna, bukan menghilangkan kehidupan dan hak
hidup manusia.
Hati-hati dengan kata-kata "memperjuangkan
kebenaran". Mahatma Gandhi adalah orang yang memperjuangkan kebenaran
dengan tidak melakukan kekerasan. Mother Theresia memperjuangkan
kebenaran dengan melakukan pelayaanan kepada orang-orang miskin di
India, membuka mata setiap orang supaya mereka bersemangat, dan saling
membantu.
Nelson Mandela, memperjuangkan kebenaran. Dia
bersama-sama dengan seluruh pendukung dan masyarakat dunia, yakin bahwa
apa yang diterapkan oleh pemerintah apartheid (politik diskriminasi
warna kulit) yang diterapkan dahulu oleh negara Afrika Selatan antara
keturunan dari eropa “kulit putih” terhadap penduduk yang berkulit
hitam) itu tidak benar dan bertantangan dengan kebenaran universal.
Ketika kebenaran itu dipraktekkan maka semua orang akan bahagia, semua
orang akan menyadari kesalahannya. Bukan malah menghilangkan hak hidup
sebagian orang. Memperjuangkan kebenaran, tidak sama dengan menghakimi! (St Jannerson Girsang)
0 Comments