
BERITASIMALUNGUN.COM-Sebuah
kunjungan bersejarah dalam hidup saya hari ini. Mengunjungi untuk
pertama kalinya, Ujung Padang, kecamatan paling ujung Timur Kabupaten
Simalungun.
Kunjungan ke sana bersama istri dan kedua orang tua
saya adalah menghadiri pernikahan putri pariban adik saya Situmorang
dengan marga Situngkir yang berlangsung hari ini.
Ujung Padang
adalah kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Sergei. Mencapai
kecamatan itu kami masuk dari gerbang Sei Bejangkar--sekitar Km 67
(menurut jarak yang tercatat di speedometer mobil) Jalan
Tebingtinggi-Kisaran.
Persis di samping kantor Polisi Sektor Sei
Bejangkar, ada jalan masuk, dan itulah jalan yang kami lintasi menuju
Ujung Padang . Beberapa meter dari kantor Polisi kami melintasi kantor
PT London Sumatra.
Dari persimpangan ini, Ujung Padang berjarak
sekitar 7 kilometer. Tapi jangan berharap, jarak itu bisa dicapai 7
menit. Saya lihat jam, jarak itu kami tempuh hampir 30 menit. Kenderaan
harus berjalan pelan-pelan.
Melintasi beberapa desa di kecamatan
Sei Balai, Kabupaten Sergei. Saya meliwati desa Tinjoan--sebuah desa
asal seorang teman saya kuliah di IPB, serta tempat tinggal saudara saya
Paruntungan Girsang (Kini seorang perwira tinggi di Jakarta). Selama ini, Tinjoan hanya dalam cerita, baru kali inilah saya menginjakkan kaki di sana.
Sebelum mencapai perbatasan Simalungun-Sergei, kami melintasi jalan
berbatu (aspalnya 90% sudah terkelupas) di daerah Kecamatan Sei Balai,
Kabupaten Batubara.
Sebagian besar jalan yang kami lintasi
adalah perkebunan Sawit milik PTP IV. Jalan di wilayah perkebunana
inilah yang saya gambarkan di atas. Itulah jalan menuju kecamatan Ujung
Padang.
Hanya beberapa kilometer setelah melintasi perbatasan Kabupaten Sergei-Simalungun, jalan agak mulus.
Saya heran!.
Kok jalan yang melintasi perkebunana besar, dan penghasil devisa besar
bagi negara, sebagian besar jalan aspalnya sudah terkelupas,
berlubang-lubang, dan bahkan di berbagai tempat digenangi air, seperti
kubangan.
Menjelang Desa Ujung Padang, jalannya sedikit agak mulus.
Persis di depan SMP Negeri I Ujung Padang, saya memarkir mobil. Saya
memperhatikan atap gedungnya sudah terbuka. Separuh gedung memang sudah
direhab. Tapi atap gedung di sebelah gedung yang sudah direhap masih
terbuka.
Saya tidak bisa membayangkan murid di ruang kelas yang
begitu, ketika hujan turun. Tentu muncuk tanda tanya dalam hati. Uang
berjibun--perkebunan, dana pendidikan melimpah, kok atap gedung SMP saja
tidak bisa diperbaiki.
Saya kagum melihat penduduk di sana
yang penghasilan mereka terutama dari memburuh di kebun, memiliki
kebun-kebun sawit, serta menjadi pegawai. Mereka mampu mengembangkan
dirinya walau infrastruktur yang disediakan pemerintah tidak memadai.
Selain jalan yang terkelupas, (jalan masuk dari Sei Bejangkar), juga
jarak kecamatan ini ke Ibu Kota Kabupaten Simalungun, sekitar 120
kilometer. Betapa beratnya mereka harus menempuh jarak begitu jauh untuk
bisa berhubungan dengan bupatinya.
Dari pengamatan saya,
penduduk kecamatan Ujung Padang cukup makmur. Rumah-rumah mereka
bagus-bagus. Bahkan rumah-rumah di sekitar tempat pesta berlangsung,
berdiri beberapa rumah seperti kompleks perumahan mewah di Medan.
Suatu ketika saya ingin berkeliling di kecamatan-kecamatan perbatasan
Bagian Timur Simalungun. Daerah yang jarang sekali kukunjungi.
10 Pebruari 2016, penduduk Ujung Padang akan memilih Bupati Simalungun.
Saya menyaksikan setidaknya di depan gedung SMP--dekat pesta
berlangsung, terpampang spanduk dua calon bupati Simalungun.
Semoga mereka memilih Bupati yang mampu memfasilitasi mereka lebih maju
lagi ke depan. Bupati yang mampu mewujudkan pemekaran yang sudah lama
mereka dambakan.
Semoga ada bupati yang programnya mencantumkan
pemekaran Kabupaten Simalungun, agar penduduk Ujung Padang tidak terlalu
jauh dari ibu kota Kabupatennya.
Sebagai catatan, mereka pernah
berdemo ke kantor Bupati menuntut pemekaran. Bahkan mereka mengancam
akan bergabung dengan Batubara, apabila tidak dimekarkan. (http://medan.tribunnews.com/…/ujung-padang-ancam-gabung-ke-…)
Namun, Kabupaten Simalungun, belum mekar hingga sekarang! .
Setelah tiga jam di pesta, saya kembali ke Medan!. Jarak tempuh dengan
mobil sekitar 5 jam. Kami tiba kembali di rumah sekitar pukul 22.20,
padahal kami sudah usahakan berangkat lebih cepat, dan meninggalkan
pesta Adat Batak Toba sebeluim acara selesai. Bayangkan, makan siang aja
baru sekitar pukul 15.30. Gimana lagi pelaksanaan adatnya, dan kami
harus kembali ke Medan.
Ujung Padang begitu menarik bagi saya.
Aku akan kembali lagi ke sana. Mengapa kalian begitu jauh dari Ibu Kota
Kabupaten Simalungun?. Mengapa pemekaran yang kalian impikan tidak
terwujud hingga sekarang? (St Jannerson Girsang)
0 Comments