ILUSTRASI ANAK ANAK DI SIMALUNGUN.DOC BS |
BERITASIMALUNGUN.COM-"Anakkon hi do hamoraon di au!". Anakku adalah kekayaanku. Tetapi, pernahkah terbersit di dalam hati,
berapa persenkah hamoraon (kekayaan), waktu, pengetahuan, perhatian
kita benar-benar kita curahkan untuk anak?
Lagu-lagu Batak
sungguh banyak mengungkapkan filosofi-filosofi hidup yang mudah
dipahami. Salah satunya adalah syair lagu Anakhon hi do Hamoraon di Au.
"Anakku Adalah Kekayaanku".
Masuk akal jika orang tua Batak
sangat memprioritaskan anak-anaknya, khususnya melalui jalur pendidikan
atau sekolah untuk meningkatkan statusnya,memiliki peran berarti di
masanya ke depan.
"Hugogo pe mancari, arian nang bodari, lao
pasingkolahon gellengki Naingkon do singkola, satimbo-timbona, singkap
ni na tolap gogokki".
Katanya, dia melakukan kerja keras mencari
nafkah (uang) siang dan malam untuk bisa menyekolahkan anaknya, agar
anaknya bisa sekolah setinggi-tingginya.
Mungkin filosofi ini,
kini sudah mulai pudar. Kalau dari filosofi itu, orang tua mengorbankan
seluruh kekuatannya, waktunya, perhatiannya untuk anak-anaknya.
Namun, sebaliknya, kini tidak jarang kita menyaksikan orang tua yang
bermewah-mewah, membeli baju baru setiap minggu--pakaian necis
kemana-mana, tetapi anak-anaknya memakai T-Shirt dan jean yang kumal.
Tamasya ke luar negeri--padahal anak-anak hanya ditinggal di rumah.
Rajin menyumbang jutaan kepada rumah ibadah, lembaga sosial. Tetapi,
giliran anak meminta uang kuliah, belanja, harus merengek-rengek.
Orang tua punya 3 mobil mewah pakai AC kemana-mana, tetapi anak-anak
dibiarkan naik sepeda motor butut, atau naik angkot, dengan filosofi:
"supaya mereka tau hidup susah".
Padahal, akhirnya mereka minder kepada orang tuanya dan kepada sekelilingnya. Orang tua berpendidikan tinggi, tetapi anak-anak dibiarkan sekolah di
PTS pinggiran, dan hampir drop out, dan orang tua tidak cukup waktu,
bahkan tidak memberi perhatian untuk membimbingnya.
Orang tua
rajin berdiskusi mengurusi organisasi, tetapi ketika urusan anak-anak,
tentang sekolahnya, tentang pekerjaannya, tentang kebutuhan anak,
diskusi tak jarang berakhir dengan kemarahan, saling pukul meja, bakan
kadang, adu fisik.
Masalah anak di sekolah, pergaulannya tidak pernah mendapat perhatian orang tua. Komunikasi anak dan orang tua tampaknya semakin relatif memburuk dari sebelumnya.
Tidak sedikit orang tua menjadi sangat otoriter, istri menjadi ratu
yang angkuh dan kejam dan suami menjadi raja Herodes di mata anak-anak.
Anak-anak mencari curhat ke luar. Syukur kalau tepat, tetapi tidak jarang mereka terjerumus, akhirnya kehilangan masa depan. Anehnya, orang tua mampu membayar rehabilitasi anak setelah kena
narkoba berjuta-juta setiap minggu, mampu setiap hari mendatangi anaknya
di tempat rehabilitasi.
Padahal, ketika anak meminta uang
kuliah, atau jalan-jalan selalu harus "merengek-rengek", ketika meminta
berdiskusi dengan orang tuanya, selalu tidak punya waktu.
"Anakhon hi do Hamoraon di Au". Jangan sampai salah makna! Lagu ini seharusnya sudah menjadi renungan bagi orang-tua-orang tua masa kini, sebelum terlambat.
Kalau mereka memang kekayaan kita, berapa persenkah kekayaan kita sudah
dipergunakan untuk masa depan anak, berapa persenkah pengetahuan kita
diberikan kepada anak, berapa jamkah waktu kita curahkan untuk anak-anak
kita?
Mendidik anak, bukan sim salabim. Bukan hanya dengan
uang, walaupun itu penting, Mereka butuh lebih dari itu. Hati, rohani
mereka perlu diisi penuh oleh orang tua, jangan biarkan kosong.
Karena mereka adalah kekayaan kita, maka semua kekayaan/harta, waktu dan
pengetahuan, hati kita harus kita curahkan kepada anak-anak.
Semoga di masa depan, anak-anak kita masih tetap menjadi "hamoraon", bukan menjadi "beban" orang tua. Penderitaan dan penyesalan terbesar manusia sepanjang hidup, adalah
ketika menyaksikan anak-anaknya menderita di masa dirinya sudah tua.
Renungkan lagi syair lagu Batak berikut ini, "Boru Panggoaran". "Molo
matua sogot au, ho do manarihon au. Molo matinggang au inang, ho do na
manogu-nogu au".
"Kalau aku sudah tua nanti, kaulah yang peduli kepadaku. Kalau saya terjatuh, kaulah yang memapahku" Harapan orang tua yang sederhana, tapi boro-boro terwujud, kalau setiap
hari anak sudah pengen "disuntik", apalagi anak sudah masuk
rehabilitasi narkoba!
Selamat pagi semuanya! . ."(St Jannerson Girsang)
0 Comments