Musa |
Orang Israel membaca buku-buku Musa. Mereka percaya Tuhan yang menyelamatkan nenek moyang mereka. Keluar dari Tanah Mesir, lepas dari kejaran Raja Firaun di Laut Merah.
Di perjalanan selama 40 tahun mereka makan manna yang disediakan Tuhan,
dan banyak lagi kisah tentang campur tangan Tuhan dalam kehidupan
mereka.
Masalahnya, apakah ketika berhadapan dengan masalah,
dalam kehidupan mereka, mereka percaya bahwa Tuhan masih bekerja, semua
perjalanan hidup mereka sebelumnya adalah karya Tuhan?
Dari
respons orang Israel di dalam kisah-kisah pembuangan Babel, mereka
sebenarnya tetap mengandalkan kekuatannya. Mereka tidak percaya, kalau
Tuhan menyelamatkan mereka dengan cara Tuhan sendiri.
Mereka
tetap berfikir bahwa jalan pikiran merekalah yang dilakukan Tuhan
menyelamatkan mereka. Cara berfikir merekalah yang akan diikuti Tuhan,
bukan sebaliknya.
Sebagian para pemimpinnya ragu apakah Tuhan
masih menyelamatkan mereka dari tawanan Babel. Dari analisis pemikiran
mereka oleh sebagian pemimpinnya, kurang percaya kalau Tuhan masih
mengingat mereka, menyelamatkan mereka.
Bahkan beberapa pemimpin melihat, Mesir akan menjadi satu andalan untuk melepaskan mereka dari pembuangan Babel.
Tetapi, ternyata jauh dari pemikiran mereka, Tuhan memakai Raja Kores dari Asyur, yang menyelamatkan mereka.
"RancanganKu, bukan rancanganmu"
Renungan.
Orang hanya mampu merasakan pertolongan Tuhan dalam hidupnya, ketika
meyakini semua yang dia peroleh hingga saat ini bukan merupakan hasil
pekerjaannya sendiri, tetapi berkat campur tangan Tuhan.
Semua
terlihat ketika kita menghadapi masalah. Manusia cenderung meyelesaikan
persoalan hidup dengan caranya--menurutnya lebih mudah, praktis, lebih
terlihat "berkuasa" dan "hebat".
Hasilnya, manusia tidak
pernah bisa menghalau rasa khawatir, takut.akan tidak makan, tidak kaya,
tidak berkuasa, takut tidak dihormati orang, atau direndahkan orang
lain. Kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan adalah ciri bahwa kita tidak
percaya Tuhan bekerja dalam diri kita.
Sebuah contoh yang
menarik adalah kisah menjelang penyaliban Yesus. Sebuah situasi yang
paling menakutkan bagi manusia. Manusia akan melakukan apapun untuk
menyelematkan nyawanya. Kematian adalah kekalahan dan kehilangan besar!
Yesus melakoninya dengan berdoa, mengeluarkan air mata darah, meminta
kekuatan kepada yang mengutusNya. Sampai Dia mampu pada titik kulminasi
seorang yang percaya dengan mengatakan. "Bukan kehendakKu, melainkan
kehendakMulah yang jadi!".
Yesus bersedia menanggung seluruh
penderitaan dan tidak mau mengandalkan kekuasaanNya untuk "menghindari"
rencana yang mengutusNya. Dia bukan tidak mungkin melenyapkan semua
tentara Romawi,yang menyiksa dan menyalibkannya dengan kuasaNya.
Tetapi, Dia lebih meyakini, menghormati pesan dari yang mengutusnya,yang merancang kehidupanNya. Memikul salib!
Dia yakin dan dengan setia mengikutinya. "Disalibkan, mati, dan
dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut, bangkit pula dari antara orang
mati pada hari yang ke tiga. Naik ke Sorga dan duduk di sebelah kanan
Allah Bapa".
Memikul salib yang dilakoni Yesus, ditanggapi berbeda oleh dua orang yang disalibkan bersamaNya.
"Kalau kau memang Anak Allah, selamatkanlah dirimu, dan aku juga" demikian bisikan seorang penjahat di sebelah kirinya.
Beda dengan orang yang percaya kepadaNya."Ingatlah aku ketika Kau tiba di KerajaanMu".
Kekuasaan, harta dunia, kehebatan dunia yang menggiurkan tidak mampu
membelokkan pikiranNya dan hanya memegang janji yang mengutusNya.
Penderitaan dilaluinya dengan ketaatan kepada kuasa yang lebih besar,
lebih berwibawa, dari yang paling berwibawa di dunia ini.
Dia tidak khawatir dihina, dianggap "gagal", melainkan lebih memegang janji yang mengutusnya.
Khawatir, takut, adalah ciri dimana kekuatan kita sendiri, kehebatan
kita sendiri menjadi andalan dalam hidup, ketika menghadapi persoalan.
Kalau kita tidak yakin bahwa Tuhan menolong kita di masa lalu, maka sama
seperti orang Israel, kita juga tidak yakin menyelesaikan masalah kita
sekarang dan yang akan datang.
Orang Israel mengeluh ketika
menghadapi persoalan, karena mereka tidak yakin bahwa Tuhan itu sama
seperti kemaren, sekarang dan sampai selama-lamanya. Padahal. seperti
yang dikisahkan dalam Perjanjian Lama, Tuhan tetap memikirkan dan
menjaga mereka.
Ketika kita khawatir, takut menghadapi persolan
hidup, berarti Dia belum kita yakini hadir dalam hidup kita di masa
lalu, dan tidak hadir sekarang dan juga di masa yang akan datang!
Sepanjang hidup, kita dituntut mengundang Dia dalam segala persoalan
hidup, itulah ciri orang yang yakin bahwa Dia berkuasa, seperti yang
dilakoni Yesus di kayu salib!
Tidak mudah memahaminya, dan
tidak akan ada orang yang tamat menghalau kekhawatiran. Mari kita
berlatih, berlatih dan berlatih terus untuk tidak khawatir, takut. (St Jannerson Girsang)
0 Comments