Info Terkini

10/recent/ticker-posts

HARI KARTINI:"ISTRIKU SEORANG IBU RUMAH TANGGA"

Keluarga Besar St Jannerson Girsang.IST

BERITASIMALUNGUN.COM-"Salamlah mami, Pak!. Hari ini kan hari Kartini!," ujar istriku pagi ini, sesudah menghidangkan kopi manis untuk sarapanku. Lantas dia menelepon putri-putriku di tempat yang jauh, bicara dengan cucuku Andra yang sudah berusia memasuki 3 tahun.

"Ini Hari Kartini. Ucapin selamat dong buat Mami!," katanya. Kemudian mereka ngobrol ngalor ngidul. Pagi hari yang ceria di Hari Kartini.

Hari Kartini, momen memaknai perempuan Indonesia. Kartini adalah inspirasi kebangkitan perempuan Indonesia.

Perempuan seperti apakah idealnya perempuan Indonesia. Semuakah mereka harus jadi wanita karier, jadi politisi, jadi ibu rumah tangga?. Bagaimana dengan tugas mewariskan kebaikan kepada keturunannya?

Para ibu-ibu memang harus "hebat". Itu benar!. Tetapi bersama suaminya harus juga menjaga keutuhan rumah tangga, mewariskan kebaikan kepada keturunannya.

Istri saya sendiri adalah seorang ibu rumah tangga. Dialah yang mengurus kami sekeluarga. Sejak pernikahan kami 1984 yang lalu, dia memberikan perhatian 100% untuk saya, anak-anak dan keluarga besar serta lingkungan kami.

Saya yang bekerja keras untuk mencari nafkah, istri saya "mewariskan" kebaikan kepada anak-anak, menjalin hubungan baik dengan keluarga dan masyarakat di sekitar kami, ketika saya tidak bisa melakoninya.

Dia berada di belakang semua kebahagiaan yang kuperoleh saat ini, dialah di belakang anak-anak yang baik, serta cucu-cucu yang membanggakan.

Dialah di belakang mengapa aku dapat melaksanakan pekerjaan yang kusukai, membuatku bahagia memasuki 32 tahun usia pernikahan kami. Dialah membuat aku merasa dihargai dan hidup.

Istri saya tidak harus seperti istri orang lain. Dia memilih perannya sendiri, menikmati peran itu selama puluhan tahun. Istri yang tidak bahagia tidak mungkin membahagiakan keluarga!

"Aku merasa nyaman, tidak terlantar, dan selalu merasa dihargai. Aku bangga dengan anak-anakku, cucuku dan suamiku," katanya pagi ini, usai menyiapkan sarapan untuk aku dan putra tunggalku yang akan berangkat kerja.

Menabur kebaikan untuk anak-anak, mengurus keluarga, menjalin hubungan baik dengan keluarga dan masyarakat, adalah peran perempuan atau ibu, yang kuharapkan dari istriku.

Mungkin terlalu sederhana yah!.Tapi itulah keluarga saya, itulah peran yang membuatnya bahagia, dan membuat keluarga kami bahagia.

Istriku mengambil peran yang membuat dirinya bahagia, generasi sesudah kami bahagia, keluarga besar kami bahagia, orang-orang di sekitar kami rindu bertemu.

Karier, mengumpul uang, hampir tidak ada di benaknya selama ini. Tetapi mengumpul, membagikan kebaikan, mewariskan kebaikan, itu juga sesuatu yang tidak ternilai dengan uang dan karier.

Dia menjadi tempat curhat para putra-putriku, kehadirannya menghapus segala lara, membuat hati yang resah, gundah menjadi suka cita!

Istriku berbeda dari banyak ibu-ibu, tetapi dia tidak salah mengambil perannya. Ujung semua peran adalah membuat orang di sekitarnya bahagia. Dia telah berhasil melakukannya.

Bagi kami berdua, emansipasi perempuan yang sudah berkeluarga adalah ketika di dalam keluarga itu suami istri bahagia, karena saling menghargai peran masing-masing, anak-anak merindukan, merasa nyaman di hadapan ayah dan ibunya, bangga dengan orang tuanya.

Bukan menghasilkan rasa penyesalan atau saling menyalahkan, sehingga prestasi, karier, uang menjadi sumber konflik, keresahan, bahkan tidak jarang hanya sebuah kesia-siaan di dalam keluarga!

Hanya dengan saling menghargai peran, mengakui peran masing-masing bernilai, membuat pasangan bisa langgeng, bahagia dan mewariskan kebaikan, kebahagiaan bagi keturunannya.

Pilihan saya, pilihan kami belum tentu cocok bagi orang lain, tetapi saya harus menghargai pilihan orang lain. Mungkin pilihan saya tidak cocok dengan Anda, dan juga tak perlu meniru saya. Sebab saya belum tentu menjadi model keluarga.

Pertanyaannya, apakah kita bahagia dengan pilihan itu, dan kalau tidak bagaimana usaha supaya bahagia. Jangan tanya orang lain, tanyalah diri Anda dan pasangan Anda. Sebab terkadang filosofi keluarga berbeda di mata setiap orang. Tidak ada model yang cocok bagi Anda! Setiap orang punya model yang khas.

Apakah pasangan Anda bahagia?. Hanya Anda berdua yang tau!. Pilihlah peran yang cocok dan tepat, Anda suka cita menjalankannya untuk menciptakan keluarga bahagia.

Sebab kata-kata kuncinya adalah "suka cita", "bahagia". Itulah tujuan akhir dari semua peran yang kita jalankan selama hidup. Bukan sekedar "kaya", 'jabatan tinggi", atau "peran yang hebat di masyarakat". Apalagi kalau sampai tidak sempat mengurus anak dan suaminya. Atau justru kebalikannya: anak dan suami mengurus istri.

Peran yang dilaksanakan dengan "terpaksa" akan menghasilkan "duka cita", "resah", "menyesal""! SELAMAT HARI KARTINI. (St Jannerson Girsang)  

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments