Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Drs Johalim Purba : Wajar Warga Simalungun Tersinggung Jika Adat dan Tradisinya Dilecehkan

BeritaSimalungun.com, Raya-Andaikan DR JR Saragih SH MM yang jadi Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) kejadian Parapat dimana Menteri Parawisata Arif Yahya datang dengan mengenakan pakaian yang bukan pakaian adat suku Simalungun, melainkan mengenakan pakaian adat suku Batak Toba, tidak akan terjadi. 

Gubsu sebagai perwakilan Pemerintah Pusat di daerah mestinya memahami benar karakteristik dan sejarah masing-masing Kabupaten/Kota yang berada di wilayahnya. Mestinya Gubsu dapat menjelaskan dengan benar kepada Pemerintah Pusat adan dan tradisi masing-masing daerah. 

Demikian dikatakan Jan Wiserdo Saragih Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia (DPP-KNPSI) kepada SS Rabu (24/8).


Jan Wiserdo mengatakan Gubsu mestinya paham benar adat dan budaya daerah yang dipimpinnya yang memiliki heterogenitas. Jika ada Even Pemerintah Pusat di daerah seharusnya Gubsu mengkoordinasi setiap kegiatan agar sesuai dengan adat dan tradisi daerah masing-masing. 

Ingat Indonesia dibangun berasaskan Kebhinekaan jadi jangan sampai Kebhinekaan tersebut disingkirkan apalagi sampai berniat menyingkirkan tentu bertentangan dengan semangat pendirian NKRI ujarnya.

Dengan nada tegas Jan Wiserdo mengatakan sudah saatnya yang menjadi Gubsu adalah figur yang memahami adat dan tradisi semua suku yang ada di Sumut, dengan memahami dan mengenal dengan baik tentu tidak akan terkadi kejadian serupa bagaimana mungkin ada Menteri yang datang ke sebuah daerah tidak menggunakan busana daerah tersebut tentu akan menimbulkan ketersinggungan etnis setempat ujar Jan Wiserdo.

Lebih lanjut Jan Wiserdo mengatakan jika DR JR Saragih SH MM yang menjadu Gubsu tentu pelecehan adat dan tradisi Simalungun di tanahnya sendiri tidak akan terjadi dan saya yakin tidak akan ada lagi pelecehan adat dan tradisi suku manapun di Sumatera Utara ini terjadi. 

DR JR Saragih SH MM adalag figur yang sudah sangat Indonesia dan mengerti keragaman masing-masing suku harap diingat orang yang mencintai adat dan tradisinya otomatis juga mengharagai adat dan tradisi orang lain ujar Jan Wiserdo.
 
Dengan nada keras Jan Wiserdo mengatakan sehubungan dengan kejadian pelecehan tersebut pihaknya telah melakukan protes keras dengan mengirimkan surat yang ditujukan kepada Bapak Ir. Joko Widodo, Presiden RI di Jakarta, Bapak Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI di Jakarta, Bapak Arif Yahya, Menteri Pariwisata RI di Jakarta, Bapak T.Erry Nuradi , Gubernur Sumut di Medan.

Sementara itu Kadis Kominfo Simalungun Akmal Arif Siregar kepada SS mengatakan bahwa DR JR Saragih SH MM menangis saat konperensi pers menjelang karnaval pesona danau toba lalu menunjukkan betapa DR JR Saragih SH MM sangat mencintai adat dan budaya Simalungun. 

Dia sangat mengetahui begaimana seharusnya menghargai adat dan tradisi setiap daerah. Akan tetapi DR JR Saragih SH MM tidak mau mempersalahkan pihak lain, dia mengambil tanggung jawab atas kejadian tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah kesalahannya. 

Sikap Pak JR tersebut menunjukkan sikap yang bertanggung jawab.
Ketika ditanya bagaimana jika pak JR berada diposisi yang lebih tinggi di Sumut akankah kejadian yang sama tidak terjadi, Akmal Arif Siregar dengan nada diplomatis mengatakan, bisa saja itu tidak terjadi akan tetapi saya tidak berada pada kapasitas menjawabnya ujarnya dengan tersenyum. 

Sementara itu Ketua DPRD Simalungun Drs Johalim Purba mengatakan pihaknya menerima tembusan surat DPP-KNPSI tersebut dan menanggapi isinya Johalim Purba mengatakan wajar saja etnis Simalungun tersinggung jika adat dan tradisinua dilecehkan. Ekspresi kekecewaan DPP-KNPSI tersebut juga adalah ekspresi kekecewaan seluruh warga Simalungun. 

Dikatakan Johalim Purba kita tidak usah kita berharap agar kejadian yang sama tidak akan terulang lagi, ingat ada delapan wilayah di sekitar Danau Toba jadi jika ada even tentang Danau Toba mestinya kedelapan suku yang berada disekitar Danau Toba diperlihatkan. Bahkan Kalau kita lihat faktanya pinggiran Danau Toba paling luas di wilayah Simalungun ujarnya. 

Sementara itu dalam suratnya tertanggal 20 Agustus 2016 Nomor DPP-KNPSI/100/Sim/2016 . Perihal: Penghinaan, Pelecehan dan Diskriminasi terhadap Suku Simalungun ditanda tangani Ketua Umum Jan Wiserdo Saragih dan Sekjend Juliaman Purba DPP-KNPSI menegaskan Bahwa Kecamatan Parapat tempat lokasi pelaksana seluruh kegiatan tersebut adalah salah satu Kecamatan dari Kabupaten Simalungun.


Bahwa Kabupaten Simalungun adalah tanah leluhur , tanah budaya , tanah adat masyarakat Suku Simalungun , yang hal ini dapat dibuktikan dari Nama Kabupaten nya “ Simalungun “ Motto Kabupaten Simalungun “ Habonaron Do Bona “ yang berasal dari bahasa daerah suku Simalungun, setiap pejabat Negara yang datang selalu diberikan seperangkat pakaian adat suku Simalungun , seluruh arsitektur dan ornamen kantor dan bangunan milik Pemerintah, Swasta , TNI, Polri , BUMN , BUMD , seluruhnya menggunakan arsitektur dan ornamen yang berasal dari suku Simalungun , mata pelajaran kurikulum muatan lokal adalah pelajaran Bahasa dan Budaya Suku Simalungun dan masih banyak bukti – bukti konkrit lainnya.-

Bahwa kami sangat kecewa dan Protes Keras kepada bapak Jokowi Presiden RI karena telah bersikap dan berkebijakan Diskriminatif dan jauh dari rasa adil , sebab sebagaimana kami saksikan bapak Presiden saat berkenjung ke Kabupaten Nias menggunakan pakaian adat Nias, saat berkunjung ke Toba Samosir mengenakan pakaian adat Batak Toba , saat berkunjug ke Sibolga mengenakan pakaian adat Mandailing atau Tapanuli Selatan, akan tetapi saat berkungjung ke Kabupaten Simalungun tidak ada mengenakan pakaian adat suku Simalungun.


Bahwa pada saat pembukaan dan saat berlangsungnya kegiatan tersebut , bapak Arif Yahya Menteri Pariwisata datang dengan mengenakan pakaian yang bukan pakaian adat suku Simalungun , melainkan mengenakan pakaian adat suku Batak Toba.

Bahwa kondisi ini sempat membuat Protes keras oleh bapak Bupati Kabupaten Simalungun yang disampaikan langsung kepada bapak Menteri Pariwisata , yang hal tersebut membuktikan betapa luar biasa “ terhina , terlecehakan dan terdiskriminasi “ nya kami suku Simalungun oleh Negara ini.



Bahwa apa yang dilakukan oleh bapak Menteri Pariwisata ini adalah bentuk Pelecehan , Penghinaan , Pelanggaran HAM dan Pembohongan publik sebab dengan kondisi seperti ini masyarkat dapat berfikir dan berkesimpulan antara lain. Bahwa Kabupaten Simalungun adalah seolah-olah tanah leluhur , tanah budaya dan tanah adat masyarakat suku Batak Toba.

Bahwa seolah – olah Parapat adalah bahagian kecamatan dari Kabupaten Toba Samosir.

Bahwa seluruh masyakat suku Simalungun telah punah.

Bahwa akibat dari yang telah dilakukan bapak Menteri Pariwisata ini telah merusak harmonisasi hubungan antara suku Simalungun dengan suku Batak Toba yang selama ini berlangsung sangat sempurna dan telah mengakibatkan dan menimbulkan embrio tercipatanya pertentangan SARA antara suku Simalungun dengan Suku Batak Toba, yang hal ini dapat dilihat dan dibuktikan dari situasi yang berkembang pada media sosial dll. 

Bahwa saat ini begitu besar dan tingginya amarah dari masyarakat suku Simalungun yang pada pokoknya menyatakan keberatan dan Protes Keras bahkan beberapa kelompok dan Pribadi menyatakan akan melakukan Perlawanan.


Berdasarkan fakta , bukti dan kondisi riil serta penjelasan kami diatas dengan ini kami yang bertindak untuk dan atas nama seluruh masyarakat suku Simalungun meminta :


Kiranya bapak Presiden berkenan menjelaskan latar belakang terjadinya praktek Diskriminasi tersebut kepada masyarakat Simalungun dan lebih mewujudkan “ dimana bumi di pijak di situ langit di junjung “ khususnya saat berkunjung ke Danau Toba Simalungun, dan berkenan untuk lebih melibatkan masyarakat Simalugun mengingat bibir pantai terpanjang dan pintu gerbang terluas untuk memasuki Danau Toba adalah Kabupaten Simalungun. 

Kiranya Bapak Menteri Pariwisata dan Kebudayaan berkenan merendah kan hati untuk menyampaikan permohonan maaf dengan cara yang bapak anggap patut kepada masyarakat Simalungun.

Kiranya kejadian yang kami alami sebagai salah satu suku di Kebhineka an Indonesia ini tidak pernah terulang lagi baik kepada kami maupun kepada seluruh suku – suku lain di Indonesia dan berkenan melakukan perbaikan pada event – event lain yang akan datang bukan hanya di Simalungun tetapi di seluruh Negeri tercinta ini. (Suara Simalungun Edisi 693)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments