Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Topi Adat Batak Presiden Jokowi di Balige Ternyata Keliru

Topi Adat Batak Presiden Jokowi di Balige Ternyata Keliru
Presiden Joko Widodo bersama Ibu Iriana Joko Widodo menggunakan pakaian adat Batak menyapa warga ketika tiba di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, 21 Agustus 2016. ANTARA/Septianda Perdana
BeritaSimalungun.com, Medan-Penyematan perangkat adat Batak yang terdiri atas talitali ikat kepala atau topi khas Batak serta ulos dan tongkat untuk Presiden Joko Widodo saat Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Balige, Kabupaten Toba Samosir, pada Ahad, 21 Agustus 2016, dinilai keliru.

Tokoh masyarakat Kabupaten Samosir, Wilmar Simanjorang, mengatakan talitali atau topi khas Batak yang dipakai Jokowi sama sekali bukan yang biasa digunakan Raja Batak. Menurut Simanjorang, talitali yang dipakai Jokowi adalah hasil kreasi kontemporer.

"Talitali atau topi khas Batak yang dipakai Jokowi memang tidak lazim," kata Simanjorang kepada Tempo, Kamis, 25 Agustus 2016. Simanjorang menduga, yang mengusulkan menggunakan model talitali yang dipakai Jokowi saat acara karnaval di Balige bukan kesepakatan raja adat tujuh daerah di kawasan Danau Toba.

Menurut Simanjorang yang pernah menjabat Bupati Kabupaten Samosir, tak sembarang orang boleh memakaikan talitali kepada seorang raja. Jadi ada dua kesalahan. Pertama, talitali atau topi Batak yang dikenakan Jokowi tidak lazim dipakai orang terhormat, atau tamu atau pemimpin besar seperti Presiden. 

"Kedua, yang memakaikan talitali ke kepala Jokowi juga harus raja adat dan usianya lebih tua dari Jokowi dan punya wibawa," tutur Simanjorang.

Simanjorang juga mengkritik tongkat yang diserahkan kepada Jokowi saat berkunjung ke Pulau Samosir. Menurut Simanjorang, tongkat Batak ada dua jenis, yakni Balahat Raja, tongkat untuk raja; dan Tunggal Panaluan, tongkat untuk panglima perang.

"Yang dipakai Presiden di Pulau Samosir itu sepertinya bukan tongkat Balahat Raja melainkan Tunggal Panaluan. Kepada seorang raja atau Presiden seharusnya diberikan Balahat Raja." ujar Simanjorang.

Serupa seperti talitali, katanya, kekeliruan pemberian tongkat itu terjadi karena panitia penyambutan Jokowi tak melibatkan raja adat tujuh di daerah kawasan Danau Toba.

Dari perangkat kebesaran adat Batak yang dipakai Jokowi, Simanjorang menilai hanya ulos yang tepat. Presiden Jokowi mengenakan ulos Ragidup Sirara yang biasa diberikan untuk kaum bapak atau pribadi terhormat atau para raja.

Sedangkan Ibu Negara Iriana mengenakan Ulos Tumtuman, yakni ulos dengan motif yang sangat langka dan digunakan kaum ibu. "Kalau ulos yang dipakai Jokowi dan Ibu Negara saya nilai tepat," kata Simanjorang.

Tokoh masyarakat Karo, profesor Meneth Ginting, menilai kehadiran Jokowi ke wilayah Danau Toba yang seharusnya mempersatukan subetnis Batak, termasuk Karo, justru belum tercapai. Penyebabnya, kata Ginting, tokoh-tokoh adat Karo tidak dilibatkan dalam pertemuan penyambutan Jokowi.

"Jadi saya bisa memahami kenapa ada pro dan kontra saat Jokowi mengenakan pakaian adat. Idealnya memang tokoh adat tujuh daerah dan subetnis Batak diajak bicara," kata Ginting kepada Tempo.

Namun yang terpenting, kata guru besar Universitas Sumatera Utara itu, kehadiran Jokowi untuk menghidupkan kembali wisata Danau Toba harus didukung. "Tapi kami warga Karo berharap jika pun Danau Toba jadi tempat wisata kelas dunia, harus tetap memperhatikan kelestarian alam dan norma-norma adat. Wisatalah yang menyesuaikan diri dengan ekosistem. Bukan ekosistem dipaksa berganti demi wisatawan," ujar Ginting. (*)




Sumber :Tempo.co

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments