TIMNAS INDONESIA |
Oleh : Eko Kuntadhi
BeritaSimalungun.com-Ketika menyaksikan Boaz Salosa bergaya di lapangan hijau kemarin, adakah yang mempertanyakan, apa agama Boaz? Ketika Stefano Lilipaly menyambar bola yang disorongkan Boaz hingga menciptakan gol indah untuk timnas kita, adakah yang peduli apa keyakinan yang dianut Stefano?
Meski skor 2-2 melawan Vietnam, kita ikut berjingkrak
ketika tim nasional akhirnya masuk ke partai final piala AFF. Setiap
kali ada timnas berlaga, saya merasakan atmosfir berubah. Sesuatu yang
dinamakan Indonesia, terasa hadir di ruang keluarga, di kafe-kafe, di
berbagai acara nonton bareng. Tiba-tiba ada kerinduan mendengar lagu
‘Tanah Airku Indonesia’.
Begitu juga Timnas Indonesia saat menjamu Thailand Final AFF Leg I di Stadion Mekar Sari Cibinong, Rabu (14/12/2016). Tim Garuda menang 2:1 atas Thailand dengan dua Gol dicetak oleh Hansamu Yama dan Rizky Pora.
Boaz, lelaki papua ini, menjadi kapten kesebelasan
nasional. Dia adalah pemimpin pemain lain di lapangan. Tapi sampai
sekarang saya tidak mendengar ada orang menggunakan Ayat Suci (51) untuk
menentang kepemimpinan Boaz. Bukankah kapten di lapangan bola itu, juga
pemimpin? Apakah pemain lain yang beragama muslim, jadi berdosa karena
dipimpin Boaz Salosa?
Saya rasa tidak ada yang berfikir begitu. Memilih
seorang kapten lapangan, yang lebih diutamakan keterampilannya bermain
kulit bundar, kemampuannya memotivasi tim serta pengalaman tandingnya.
Bukan apa agamanya.
Itu cara mikir yang rasional. Sebab targetnya adalah
kemenangan timnas, sesuatu yang terukur. Untuk target terukur itu,
mestinya memang kita menggunakan kreteria yang lebih terukur.
Nah, pernahkah kita bertanya, apa yang ingin Anda dapatkan dari seorang Gubernur atau kepala daerah?
Kenapa gak kita gunakan saja cara kita menilai Boaz
Salosa : yang penting timnas menang, tentu dengan kaidah-kaidah
persepakbolaan. Soal apa agama Boaz, tidak ada relevansinya dengan
kemenangan dan kekalahan timnas.
Jadi mari kita susun pertanyaanya untuk diri kita.
Setujukah kamu Jakarta butuh Gubernur yang bisa mengurangi banjir, agar
rakyat tidak sengsara lagi ketika musim hujan? Ukurannya gampang, banjir
bisa berkurang. kalau memungkinkan, bebas banjir.
Setujukah kamu, Jakarta butuh Gubernur yang mau
memikirkan pendidikan anak-anak, dari PAUD sampai sarjana? Baik untuk
sekolah umum maupun madrasah? Ukurannya, apa program pendidikan dan
berapa biaya yang dikeluarkan untuk mensupport anak-anak kita.
Setujukah kamu, Jakarta butuh Gubernur yang ngotot
memberantas korupsi? Ukurannya, lihat saja sikapnya terhadap korupsi
selama ini. Toh, calon-calon Gubernur dan kepala daerah bukan mahluk
planet yang turun dari langit. Kita bisa melacak rekam jejaknya.
Setujukah kamu, Jakarta butuh transportasi publik yang
lebih manusiawi dan elegan? Ukuranya, bagaimana kondisi angkutan umum
dan pembangunan sarana transportrasi lainnya seperti MRT.
Setujukah kamu, Gubernur hrus bisa menjadikan aparat
Pemda Jakarta harus serius mengurusi kepentingan rakyatnya? Ukurannya
gampang, lihat saja perilaku aparat dalam Kelurahan, Kecamatan dan
Dinas-dinas lainnya.
Setujukah kamu, diperlukan transparansi anggaran agar
tikus-tikus busuk tidak bisa menilep APBD lagi? Ukurannya, lihat saja
sistem lelang proyek. E-Budgeting menjadi salah satu indikator
transparansi anggaran ini.
Setujukah kamu, anak-anak di Jakarta membutuhkan lebih
banyak ruang bermain yang manusiawi. Ketimbang keleleran karena tidak
ada sarana bermain? Ukurannya simpel, adakah Gubernur yang mampu
membangun sebanyak-banyaknya ruang publik yang bagus?
Setujukah kamu, jika setiap keluhan warga, sekecil
apapun, harus dilayani dengan baik oleh aparat? Ukurannya, lihat saja
sistem pengaduan yang digagas dan bagaimana implementasinya.
Jadi itulah ukuran-ukuran rasional kita dalam memilih
Gubernur. Seperti saat Alfred Riedl menunjuk Boaz Salosa menjadi kapten
kesebelasan. Bagi kita yang penting timnas menang. Makanya kita tidak
pernah mempersoalkan apa agama Boaz Salosa.
“Tapi saya mau Gubernur yang suka bagi-bagi duit?,” teman saya tiba-tiba menyambar. “Gampang. Pilih saja Dimas Kanjeng…” (Sumber: redaksiindonesia.com)
0 Comments