|  | 
| Kurpan Sinaga (ke empat dari kiri).IST | 
BeritaSimalungun.com-Pada situasi ujung tahun dan menyongsong tahun baru 2017 ada beberapa 
tokoh Simalungun yang mengatakan pada saya supaya diadakan diskusi 
tentang USI (Universitas Simalungun). 
Saya kira ini perlu sebagai upaya 
mengembangkan pemikiran bagai mana pengembangan USI kedepan dan 
mengevaluasi permasalahan. Tetapi bentuknya seperti apa,penyelenggaranya
 siapa, ini harus terlebih dahulu ditetapkan.
 Terlepas dari 
masalah teknis bentuk dan subjek penyelenggara dialog-dialog tentangUSI 
memang harus diadakan. Apalagi USI yang berbentuk yayasan secara 
independen, tidak ada lembaga yang mengkontrol langsung, maka secara 
kelembagaan tercipta kondisi ajang rebutan internal. 
Tidak tertutup 
kemungkinan banyaknya persoalan USI selama ini karena USI tidak memiliki
 pengendali ini, umpamanya kalau Universitas Nomensen kewenangan 
pengendali ada pada HKBP, Santo Thomas dikendalikan Katolik. Dengan 
statusnya milik masyarakat maka penguatan partisipasi masyarakat harus 
digerakkan. 
 Peran masyarakat yang dominan selama ini adalah 
melalui Partuha Maujana Simalungun disamping lembaga keagamaan. Baik 
Presidium/ DPP, DPC Siantar dan DPC Kabupaten Simalungun merupakan 
sumber mayoritas Pembina USI. 
Tentang sistem kaderisasi Pembina USI ini 
sekilas sudah saya singgung dalam tulisan dua bulan lalu berjudul 
“Menghindari Pembina USI Lupa Kacang Akan Kulitnya”. 
 Hemat saya yang mendesak di USI adalah reformasi Pembina. Setidaknya ada 3 alasan mengapa Pembina harus direformasi:
1. Untuk mengantisipasi pemilihan rektor tahun 2018, diharapkan 
pemilihan berjalan dengan tenang dan jangan sampai terulang lagi 
konflik. Dengan komposisi Pembina saat ini yang tidak ada perubahan maka
 besar kemungkinan pemilihan rektor kembali jadi persaingan internal 
Pembina. Kita tahu kemelut USI 2012-2014 adalah persaingan dalam 
pemilihan rektor dimana Pembina terpecah dua kelompok mendudukkan 
orangnya. Kebetulan satu kubu tidak mau tahu dengan aturan. 
2. 
Pembina yang saat ini sudah gagal dan sulit diharapkan berubah karena 
mereka tidak ada kebersamaan dan terbiasa tidak mengindahkan aturan. 
Kegagalan tersebut terlihat dari pertikaian demi pertikaian selama ini 
sementara keadaan USI saat ini jauh dari yang diharapkan. Kalau saja 
Pembina patuh aturan tidak akan terjadi konflik yang lalu. 
Pemilihan 
pengurus dan pengawas baru-baru ini kembali dengan terang-terangan 
melanggar aturan yang dibatnya. Kalaupun ada sebagian Pembina yang 
mengindahkan aturan tetapi pengaruhnya tidak seberapa dibanding anggota 
lainnya yang ambisi menguasai USI dengan menempatkan orang-orangnya 
mulai dari karyawan, dosen, pengurus dan pengawas. Type pembina lainnya 
adalah yang terlalu sibuk dengan kegiatannya tetapi ingin namanya tetap 
tercantum.
 3. Pembina saat ini tidak memiliki konsepkemana USI 
hendak dibawanya. Ekspektasi(semangat memajukan) mereka juga tidak ada, 
terlihat dari momentum 50 tahun USI terlewatkan begitu saja yang 
semestinya menjadi momentum evaluasi dan pengaturan langkah baru 
bertitik tolak dari perjalanan panjang dan bagai mana memosisikan diri 
dalam persaingan dan perubahan zaman. 
 Reformasi pembina menjadi 
pintuk dimungkinkannya perbaikan lebih lanjut atau bahkan pengaturan 
baru Pasca 50 tahun ini. Setelah pergantian Pembina langkah selanjutnya 
adalah pergantian pengurus. 
Pengurus saat ini yang terpilih bukan 
melalui seleksi dan diproses secara nyata melanggar aturan, dengan 
demikian tidak akan memiliki legitimasi moral untuk bekerja sesuai 
aturan apalagi dalam tugas strategis pemilihan rektor 2018.   
 
Kembali tentang pelaksanaan diskusi tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh
 PMS, namun sebelum melembaga ke PMS tidak salah diskusi informal bagi 
yang berniat memberi pikiran untuk kemajuan USI.(Kurpan Sinaga)
 



0 Komentar