Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Johalim Purba, Antara Cinta, Kasih Sayang dan Perhatian


Oleh : RAMLO R HUTABARAT

BeritaSimalungun.com-Orang-orang di Siantar dan Simalungun juga di Serdang Bedagai, secara umum kenal dengan Johalim Purba. Setidaknya, pernah mendengar nama itu. Hal ini terutama karena pada penghujung kekuasaan orde baru, dia kerap melakukan gebrakan di tengah masyarakat bahkan di tengah pemerintahan yang korup. Gebrakannya terpublikasi secara luas baik dari mulut ke mulut, mau pun melalui media cetak dan atau media elektronik.

Itu dilakukannya di bawah bendera GEMPA (Gerakan Masyarakat Peduli Anggaran), semacam LSM yang sekaligus dipimpinnya. GEMPA terdiri dari aliansi beberapa LSM , di antaranya SCW (Simalungun Corruption Wacht), ICW (Indonesia Corruption Wacht), FUTRA (Forum Transparansi Anggaran) dan lain-lain. GEMPA, pada era penghujung orde baru, aktif sekali melakukan gerakan terutama dengan cara berdemonstrasi. Sementara pada masa itu, demo masih merupakan sebuah cara yang diharamkan.

Karena itulah tak heran, nama Johalim Purba selalu berkibar. Dia sangat dihormati kawan-kawannya tapi juga disegani lawan-lawannya. 

Sementara, para pengikutnya sangat menyayanginya dan selalu merindukan agar bisa selalu bersamanya dalam keseharian. Johalim memang selain dikenal dekat dengan siapa saja, tapi penuh perhatian serta kepedulian terhadap siapa saja. Terutama, orang-orang lemah miskin dan papa. Orang-orang yang dipinggirkan.

Sebermula, Johalim sebenarnya tidak siapa-siapa dan bukan apa-apa ketika datang dari Jakarta pertengahan 1997. Dia datang ke Siantar dengan mengusung bendera LPMSI (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Simalungun Indonesia) yang pembentukannya diprakarsai Edy Ramli Sitanggang, waktu itu Anggota DPR RI serta beberapa pemuka masyarakat asal Siantar dan Simalungun.

Era penghujung kekuasaan orde baru di Siantar dan Simalungun, termasuk awal-awal era reformasi antara lain ditandai dengan lahirnya gerakan-gerakan ‘marsimalungun’ Apalagi di era otonomi daerah, semangat kesimalungunan entah apa penyebabnya mendadak bangkit bergairah dan penuh semangat. Waktu itulah lahir KNPSI (Komite Nasional Pemuda Simalungun Indonesia) yang diprakarsai sekaligus dipimpin Jan Wiserdo Sumbayak sebagai Ketua Umum.

Juga PARDASI (Persatuan Datu Simalungun) yang dipimpin oleh Rasamen Saragih, anak Saribudolog dan banyak lagi. Barangkali Hentung Purba, Hardono Poerba, Janto Dearmando dan Januarison Saragih dan beberapa kawan saya lainnya bisa menjelaskan nama-nama organisasi yang waktu itu lahir dan bergerak. 

Termasuk berdirinya surat kabar SIMALUNGUN POS oleh almarhum Baringin Purba dan SUARA SIMALUNGUN oleh Sarolim Sinaga dkk, merupakan bagian dari semangat ‘marsimalungun’ Juga, KPLS (Kelompok Pencinta Lagu-lagu Simalungun) yang dipimpin oleh almarhum Ronsen Purba.

Belakangan, gerakan-gerakan itu menjurus dan cenderung bersifat sukuisme yang sempit. Semangat kedaerahan jadi menciut dipicu oleh semangat sukuisme yang akhirnya mendominasi. 

Di tengah suasana yang begitulah Johalim muncul dengan LPMSI-nya. Organisasi ini lebih banyak diminati ragam kalangan dan lapisan, karena tidak semata bernafaskan kesukuan tapi cenderung dengan roh kedaerahan. Cinta pada daerah, tidak saja cinta pada suku.

LPMSI pun makin populer dan diminati oleh terutama para aktifis pergerakan. Ragam kegiatannya disimpatiki sekaligus didukung oleh ragam kalangan pula. 

Termasuk, orang-orang dalam pemerintahan. Padahal, aktifitas LPMSI secara umum adalah mengkritisi jalannya roda pemerintahan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat. Dan ketika LPMSI pun bergerak, beberapa orang-orang pemerintahan menjadi kecut dan ketar-ketir.

Menyusul, Johalim pun membentuk GEMPA yang sekaligus teriak-teriak menuntut keadilan anggaran pemerintah daerah. Caranya, lewat demo, turun ke jalan atau mendatangi kantor-kantor pemerintah di Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun. 

Dalam caranya untuk menuntut, GEMPA selain menggunakan mikrofon dengan suara yang keras dan hingar bingar, spanduk atau poster, juga dengan mengunyah demban (sirih) serta anggir. Dalam situasi yang seperti ini, orang-orang pun dibuat kecut dan ciut nyalinya.

Sudah barang tentu, semua aktifitas dan kegiatan GEMPA akan berkaitan dengan uang. Dan disinilah antara lain simpati orang-orang semakin dalam terhadap Johalim. 

Segala konsekwensi perjuangan GEMPA untuk membela rakyat, disediakan Johalim dengan uang pribadinya sendiri. Bahkan, dengan menjual beberapa hektar kebun sawit miliknya di kampung asal leluhurnya di Kecamatan Silou Kahean.

Belakangan, di bawah bendera GEMPA lahir pulalah orator-orator ulung, tangkas, cerdas dan perkasa. Antara lain adalah Hermanto Sipayung II yang waktu itu masih menjadi siswa STM GKPS Pematangsiantar. Juga Laurensius D. Sidauruk yang waktu itu masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Simalungun, dan beberapa lainnya. Sekarang, Hermanto Sipayung II sukses sebagai jurnalis dan menjadi salah seorang pimpinan di surat kabar grup Jawa Pos (JPPN).

Apa yang membuat Johalim begitu peduli kepada rakyat yang dipinggirkan di zaman orde baru, tidak lebih dari rasa cinta yang bersarang di dadanya hingga lubuk hatinya yang paling dalam. 

Dari rasa cinta itu, lahirlah kasih sayang, perhatian dan kepedulian. Itulah agaknya yang menjadi sebab mengapa Johalim rela dan ikhlas meninggalkan Ibukota Jakarta, untuk membagi rasa cinta yang bersarang di dadanya.

Johalim Purba memang, merupakan sosok yang dilumuri rasa cinta yang tulus dan ikhlas. Dia tergolong pecinta ulung yang sejati. Rasa cintanya bermula adalah pada kampungnya, bumi tempat dia dilahirkan. 

Sebuah desa di pedalaman Simalungun, di Kecamatan Silou Kahean sana. Rasa cinta yang dipeliharanya, dirawatnya juga dipupuknya dalam kesehariannya. Hingga rasa cinta itu pun berkembang dan bertumbuh hingga cinta pada Simalungun secara keseluruhan menjadi tumbuh dan berkembang pula.

Belakangan, ya sudah begitulah jalan hidupnya. Tanpa pernah memikirkan terjun pada dunia politik sebelum-sebelumnya, garis tangannya mengharuskan dia menjadi Anggota DPRD. Dan pada pemilu 2014 pun, akhirnya dia menjadi Ketua DPRD Simalungun sampai sekarang.

Semua agaknya bisa diraih dan dicapainya, karena cinta yang membara di dadanya. Cinta pada tanah dan bumi asal leluhur. Cinta pada tanah air ! (Siantar Estate, 14 Desember 2016
Ramlo R Hutabarat)


Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments