Pemda Paling Banyak Langgar Hak Kebebasan Beragama
BeritaSimalungun.com, Jakarta- Pemenuhan hak atas
kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) masih menjadi tantangan berat bagi
Indonesia pada 2017. Hal ini dikarenakan adanya tren kenaikan intensitas
pengaduan pelanggaran atas KBB kepada Komnas HAM.
Dalam sidang HAM Desember 2013, Komnas HAM memberi fokus khusus pada isu KBB. Pada 2016, Komnas HAM menerima 97 pengaduan pelanggaran hak atas KBB, jumlah ini meningkat jika dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"KBB adalah fenomena gunung es. Ketika ada masalah baru yang muncul, masalah lama belum tuntas. Lama-lama ada akumulasi persoalan", ucap Ketua Pelapor Khusus KBB Komnas HAM M Imdadun Rahmat dalam acara rilis tahunan KBB di Ruang Asmara Nababan Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2017).
Imdadun menyebutkan, penanganan masalah KBB yang dilakukan
secara internal oleh Komnas HAM berhasil lebih efektif. Jalan itu ditempuh
dengan cara melakukan pantauan dan juga pendampingan kepada pelapor dan
terlapor untuk kemudian menemukan solusi terbaik.
“Niat baik dari Pemda kita angkat ke media massa. Misalnya,
saat ada silaturahmi antar tokoh agama, itu kita apresiasi. Hal itu penting
untuk mempersatukan bangsa," imbuhnya.
Menurut Imdadun, kepercayaan masyarakat kepada Komnas HAM
menjadi suatu dukungan karena Komnas HAM merupakan lembaga negara yang netral.
Dukungan itu menjadi nafas bagi Desk KBB Komnas HAM untuk tetap tegak meskipun
ada upaya mendelegitimasi Komnas HAM.
Imdadun menyatakan, pada 9 Desember 2016 dirinya sempat
bertemu dengan Presiden Jokowi. Dalam pertemuan itu, Jokowi berjanji untuk
membentuk tim khusus yang akan menangani permasalahan KBB.
“Kita harus tetap kontrol dan pantau agar Pak Jokowi
memenuhi janjinya," ujarnya.
Menurutnya, bangsa ini harus menaruh perhatian lebih kepada persoalan KBB. Separatisme yang timbul di berbagai daerah memiliki kaitan erat dengan permasalahan hak atas KBB.
Menurutnya, bangsa ini harus menaruh perhatian lebih kepada persoalan KBB. Separatisme yang timbul di berbagai daerah memiliki kaitan erat dengan permasalahan hak atas KBB.
“Indonesia tetap bisa menjaga integritas sebagai bangsa
jika menempatkan segala lapisan masyarakat pada derajat yang sama karena
separatisme berkaitan erat dengan KBB," tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Desk KBB Komnas HAM Jayadi Damanik menyebutkan ada 2 kebijakan pemerintah yang menjadi fokus permasalahan KBB.
Sementara itu, Koordinator Desk KBB Komnas HAM Jayadi Damanik menyebutkan ada 2 kebijakan pemerintah yang menjadi fokus permasalahan KBB.
“Respon kebijakannya ada 2. Meliputi draft RUU Perlindungan
Umat Beragama dan kebijakan Pemda yang diskriminatif," ujarnya.
Jayadi menyebutkan, pada 2 Desember 2016 Komnas HAM telah
mengadakan pertemuan dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Pertemuan itu
dilakukan guna menyampaikan hasil kajian Komnas HAM terhadap draft RUU
Perlindungan Umat Beragama.
“Pak Menteri menyampaikan penghargaannya dan akan
mempertimbangkan masukan kami. Ada 5 hal yang kami kritisi, yaitu tidak
dimasukannya perlindungan terhadap pengaruh keyakinan aliran kepercayaan,
definisi perlindungan yang masih berpotensi menimbulkan diskriminasi, masalah
pendaftaran agama dan majelis agama, masalah pendirian rumah ibadah, dan
masalah pemidanaan," jelasnya.
Selain itu, Komnas HAM juga telah membantu tim Pelapor
Khusus untuk melakukan kajian terhadap pemenuhan jaminan hak atas KBB. Sejak
awal Desember 2015, kajian dilakukan terhadap kebijakan di 6 daerah di Jawa
Barat.
“Ada 6 daerah yang dikaji, yaitu Kota Bekasi, Kota Bogor,
Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Kuningan.
Kajian ini untuk membedah kebijakan di 6 daerah tersebut yang berpotensi
melanggar hak atas KBB," tandasnya.
Yang terakhir, Jayadi meminta pemerintah menegaskan posisi
MUI setara dengan organisasi kemasyarakatan lainnya.
“Hal ini penting dilakukan dan pandangan MUI adalah masalah
keagamaan yang selama ini sering dianggap sejajar dengan peraturan
perundang-undangan," ucap Jayadi.
Paling Banyak
Jayadi Damanik menyebutkan naiknya jumlah laporan mengenai
KBB merupakan sebuah keprihatinan.
“Ini laporan tahunan ke-3, sebelumnya pada 2014 dan 2015. Pada 2014, ada 76 aduan. Pada 2015 ada 87. Sedangkan pada 2016 kemarin ada 97 laporan KBB. Ini suatu keprihatinan meski tidak mencerminkan jumlah pelanggaran sesungguhnya," ujarnya.
“Ini laporan tahunan ke-3, sebelumnya pada 2014 dan 2015. Pada 2014, ada 76 aduan. Pada 2015 ada 87. Sedangkan pada 2016 kemarin ada 97 laporan KBB. Ini suatu keprihatinan meski tidak mencerminkan jumlah pelanggaran sesungguhnya," ujarnya.
Jayadi menambahkan, jumlah berdasarkan data yang diterima Komnas HAM pada rentang Januari-Desember 2016, Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah aduan tertinggi, DKI Jakarta ada di urutan kedua. Sedangkan Sulawesi Utara, yang pada 2015 hanya terdapat 1 aduan, pada 2016 mengalami kenaikan menjadi 11 aduan.
“Jawa Barat ada 21 pengaduan. DKI Jakarta ada 19 pengaduan.
Dan Sulawesi Utara ini trennya naik, dari 1 pengaduan pada 2015 malah menjadi
11 pengaduan pada 2016," imbuhnya.
Menurut Jayadi, masalah pembatasan, pelarangan, dan
perusakan tempat ibadah menjadi kasus yang paling banyak diadukan pada 2016,
yaitu 44 aduan. Kemudian, 19 aduan terjadi pada masalah pembatasan dan
pelarangan kegiatan keagamaan.
“Ancaman dan intimidasi terhadap kelompok keagamaan juga
banyak diadukan, ada 12 pengaduan. Pada 2015 ada 7 pengaduan. Ini menandakan
adanya peningkatan intimidasi yang mengatasnamakan agama pada kelompok
keagamaan tertentu," Jayadi menjabarkan.
Komnas HAM mencatat jumlah tindak pelanggaran hak atas KBB pada 2016 yang terbanyak adalah tempat ibadah umat muslim, yakni masjid dan musala, dengan 24 aduan. Menurut Jayadi, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menempati urutan kedua sebagai korban pelanggaran hak atas KBB, yaitu sebanyak 22 aduan. Sedangkan di urutan ketiga, 17 aduan datang dari permasalahan pembatasan pendirian gereja.
Komnas HAM mencatat jumlah tindak pelanggaran hak atas KBB pada 2016 yang terbanyak adalah tempat ibadah umat muslim, yakni masjid dan musala, dengan 24 aduan. Menurut Jayadi, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menempati urutan kedua sebagai korban pelanggaran hak atas KBB, yaitu sebanyak 22 aduan. Sedangkan di urutan ketiga, 17 aduan datang dari permasalahan pembatasan pendirian gereja.
“Permasalahan pendirian beberapa masjid dan musala di
Indonesia bagian tengah dan timur belum selesai. Kasus-kasus pelanggaran KBB
terhadap Ahmadiyah masih terus terjadi meskipun sudah ada aturan nasional
berupa SKB 3 Menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah," ujar Jayadi.
“Pembatasan pendirian gereja lebih banyak terjadi di Indonesia bagian barat, yakni Aceh, Jawa Barat, dan Jakarta. Pengaduan ini merupakan fenomena yang terus berulang setiap tahunnya," sambung Jayadi.
“Pembatasan pendirian gereja lebih banyak terjadi di Indonesia bagian barat, yakni Aceh, Jawa Barat, dan Jakarta. Pengaduan ini merupakan fenomena yang terus berulang setiap tahunnya," sambung Jayadi.
Dalam catatan Komnas HAM, pemerintah daerah (Pemda) menjadi
pelaku yang paling banyak diadukan dalam kasus pelanggaran kebebasan beragama
dan berkeyakinan (KBB).
“Pemda, entah provinsi, kabupaten, maupun kota, adalah yang
paling banyak melanggar hak atas KBB," ucap Jayadi.
Menurut Jayadi, sebanyak 52 aduan telah diterima oleh
Komnas HAM terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Pemda. Total aduan
tersebut meningkat drastis dari 2015, yakni 36 aduan.
“Ini sangat memprihatinkan. Pemda harusnya melaksanakan mandat melindungi hak beragama warga negara, ini justru jadi pelaku pelanggaran," imbuhnya.
“Ini sangat memprihatinkan. Pemda harusnya melaksanakan mandat melindungi hak beragama warga negara, ini justru jadi pelaku pelanggaran," imbuhnya.
Jayadi menambahkan masalah ini terjadi karena lemahnya
komitmen, kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan aparat di tingkat daerah dalam
melaksanakan jaminan hak atas KBB. Hal ini juga memperlihatkan bahwa banyak
pemimpin daerah yang belum sepenuhnya menyadari tanggung jawab dan kewajiban
negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas KBB warga negara.
“Ini menjadi peringatan bagi pemerintah pusat yang belum mampu mendorong dan mengawasi Pemda dalam memperkuat pelaksanaan hak atas KBB. Padahal berbagai peraturan perundang-undangan telah memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk mengawasi, bahkan memberi sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak berkomitmen," tandasnya.
Dalam data Komnas HAM, pelaku lain yang melakukan pelanggaran hak atas KBB adalah organisasi berbadan hukum ataupun tidak (13 aduan) dan kelompok masyarakat yang tidak memiliki atribut (12 aduan). Dua kategori tersebut adalah aktor masyarakat sipil yang diduga melakukan pelanggaran hak atas KBB. (*)
“Ini menjadi peringatan bagi pemerintah pusat yang belum mampu mendorong dan mengawasi Pemda dalam memperkuat pelaksanaan hak atas KBB. Padahal berbagai peraturan perundang-undangan telah memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk mengawasi, bahkan memberi sanksi kepada pemerintah daerah yang tidak berkomitmen," tandasnya.
Dalam data Komnas HAM, pelaku lain yang melakukan pelanggaran hak atas KBB adalah organisasi berbadan hukum ataupun tidak (13 aduan) dan kelompok masyarakat yang tidak memiliki atribut (12 aduan). Dua kategori tersebut adalah aktor masyarakat sipil yang diduga melakukan pelanggaran hak atas KBB. (*)
Sumber: detikcom
0 Comments