Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Pdt Drs Baharuddin Silaen STh Msi


Oleh: RAMLO R HUTABARAT

BeritaSimalungun.com-Kemarin saya mendapat kiriman tiga judul buku sekaligus. Yang pertama Menulis Opini dan Profil. Buku kedua, berjudul Jurnalistik Profesional, sedang yang ketiga tajuknya Komunikator Politik Kristen. Ketiganya buah tangan Baharuddin Silaen, seorang pendeta dan jurrnalis, juga dosen. Sekarang, dia bermukim di Jakarta.

Saya mengenalnya saat dia masih kuliah di Fakultas Teologia Universitas HKBP Nommensen, yang belakangan berubah nama menjadi STT HKBP, di kisaran 1978-1979. 

Waktu itu, dia dan saya acap menulis reportase atau opini di Harian SIB. Tapi dia, juga sekalian menjadi Wartawan SIB. Saya sendiri waktu itu, masih bekerja di Kantor Pusat Gereja Methodist Indonesia di Jalan Hangtuah, Medan.

Saya datang ke Siantar dari Medan, sesungguhnya ingin menemui rekan saya almarhum Pdt Motto Situmorang dan Pdt Sabar M Silitonga yang sedang hampir menyelesaikan perkuliahannya di STT HKBP. 

Juga Pdt Kornelius Siagian serta Ang Kek Tek. Keempatnya adalah mahasiswa asal GMI (Gereja Methodist Indonesia) yang kuliah di STT HKBP. Waktu itu, ada juga dosen STT asal Methodist, Pdt Parkin dari Inggris.

Kornelius Siagian dan Ang Kek Tek, waktu itu masih di semester-semester awal. Sedang mahasiswa asal GMI yang hampir-hampir selesai selain Motto dan Sabar, ada juga Pdt Richard Daulay yang pernah menjadi Sekjen PGI. 

Juga, juga Pdt Bisler Sinaga yang belakangan mengalami kebutaan akibat sebuah peristiwa kriminal. Dan, sekarang saya sudah lupa, apakah STT HKBP waktu itu sudah bernama STT atau masih Fakultas Teologia Universitas HKBP Nommensen. Tapi, waktu itu memang ada pergolakan disana yang melahirkan sebutan Penggembalaan.

Di Kampus STT HKBP di Jalan Asahan di depan Makam Pahlawan Siantar, saya bertemu sekaligus berkenalan dengan beberapa mahasiswa lainnya. Yang saya ingat ada Baharuddin Silaen, almarhum Edy RF Simatupang, Darwin Tobing yang sekarang menjadi Ephorus HKBP, Binsar Nainggolan yang Abangandanya teman saya Nurhafni Nainggolan Orang Ambarita. Juga, Ramlan Hutahaean yang pernah menjadi Sekjen HKBP dan Midiankh Sirait yang sekarang Praeses HKBP di Jakarta.

Pembicaraan kami jadi menarik terutama bersama Baharuddin, Binsar, Eddy, Darwin. Itu karena kami sama-sama kerap menulis di Harian SIB terbitan Medan yang waktu itu merupakan koran bertiras terbesar di luar Jawa. 

Menjadi penulis di Harian SIB masa itu, merupakan sesuatu yang membanggakan. Bukan saja karena honornya terbilang besar, tapi nama penulis waktu itu sangat populer dan dikenal secara luas di tengah masyarakat.

Maklumlah, waktu itu surat kabar terbitan Medan masih bisa dihitung dengan jari tangan. Ada juga penulis SIB waktu itu yang kuliah di STT Jakarta, almarhum MSE Simorangkir yang belakangan pernah menjadi Bishop GKPI. Juga Rayni MP Hutabarat yang sekarang saya nggak dimana.

Pulang ke Medan, sesekali saya datang lagi ke Siantar menemui Baharuddin, Darwin, Edy. Atau, kalau ke Medan mereka juga sekalian menjumpai saya di Kantor Pusat GMI. 

Waktu itu, hubungan sesama penulis di Harian SIB terasa akrab dan penuh persaudaraan. Setiap pertemuan, selalu dimanfaatkan untuk saling belajar dan berdiskusi. Saya tidak ingin membandingkannya dengan keadaan sekarang.

Menyelesaikan kuliahnya di STT HKBP, Baharuddin melayani di HKBP Pangaloan, dekat Sarulla, di Luat Pahae sana. Disini dia semakin aktif dan kreatif menulis, barangkali karena waktunya yang banyak. 

Tulisan-tulisannya selalu menarik, dengan thema-thema yang sederhana tapi disajikan dengan cerdas, terang dan jelas. Pernah dia menulis tentang kegemaran Orang Pahae yang makan daging ular (sawah) yang menjadi bacaan banyak orang. 

Namanya pun semakin populer, tapi di tengah kami Wartawan SIB akhirnya dia digelari ‘pandita ulok’ Almarhum Pak GM Panggabean yang mula-mula melontarkan gelar itu, dan menanggapinya Baharuddin Silaen cuma ketawa-ketiwi saja.


Dalam perjalanan karirnya kemudian, Baharuddin melayani di HKBP Tasikmalaya. Dari sana pindah lagi ke HKBP Panti, Resort HKBP Padang. 

Dasar penulis yang sudah pasti pembelajar, dia pun kuliah lagi di Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Politik (IISIP) Jakarta 1992. Sedang Program Pascasarjana-nya diselesaikannya pada 2003 dari Universitas Sahid Jakarta pada Jurusan Ilmu Komunikasi.

Dalam perjalanan hidupnya, laki-laki kelahiran desa kecil di Kecamatan Silaen Tobasa 5 Agustus 1955 yang beristrikan Helentina Simangunsong dan dianugerahi Tuhan seorang putri, Eliza Magdalena Silaen ini memang terbilang aktif dan kreatif. 

Dia aktif sekali menulis dan terus menulis. Selain pernah menjadi Wartawan SIB, dia juga pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Immanuel, Pemimpin Redaksi Berita Oikumene yang diterbitkan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia).

Baharuddin juga pernah menjadi Redaktur Indonesia News koran berbahasa Indonesia terbitan Colorado, Denver Amerika Serikat. Juga Pemimpin Redaksi Majalah Devotion Jakarta, Redaktur Eksekutif Suara HKBP Jakarta, Pemimpin Redaksi Suara HKBP Jakarta, sampai sekarang. 

Pada saat meliput demo mahasiswa menurunkan penguasa orde baru Soeharto, dia ikut terkena semprotan gas air mata. “Peristiwa itu tak terlupakanku”, katanya mengenang bahagian masa lalunya.

Hari-hari Baharuddin sarat dengan pekerjaan rutin yang menjadi bahagian pelayanannya sebagai Hamba Tuhan. Dia juga pernah menjadi Kepala Biro Komunikasi Informasi dan Publikasi PGI, juga mengajar mata kuliah Bahasa Jurnalistik, Kapita Selekta Jurnalistik, Teknik Mencari dan Menulis Berita dan Teknik Menyunting di Fisipol UKI (Universitas Kristen Indonesia) Jakarta. 

Selain, dia juga pernah menjadi dosen di Fikom Universitas Mercu Buana, Jakarta. Pun, Baharuddin sampai sekarang sering diundang sebagai Pembicara pada pelatihan-pelatihan jurnalistik.


Kemarin saya mendapatkan kiriman tiga buku sekaligus dari Baharuddin Silaen. Ketiganya adalah hasil karya anak desa dari Kecamatan Silaen, Kabupaten Tobasa itu. 

Sudah barang tentu saya sangat senang dan berterima kasih kepadanya. Dia merupakan salah seorang kawan, bahkan sahabat saya meski pun kami (tak lagi) sering bertemu karena dipisahkan jarak dan waktu. 

Saya akan membaca dan mempelajari isi ketiga buku itu untuk mengajarkannya juga kepada orang lain. Sebab hidup adalah belajar dan belajar. (Siantar Estate, 3 Pebruari 2017) 

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments