Drama kolosal JESUS TARPAJAL DI TANO BATAK Saat Jumat Agung 14 April 2017 di Parapat, kabupaten Simalungun. Foto-foto Sarido Ambarita. |
What the Next?
BeritaSimalungun, Parapat-Drama kolosal JESUS TARPAJAL DI
TANO BATAK telah usai. Puji Tuhan, acaranya berjalan dengan sukses. Bahkan,
meski dengan biaya yang sangat terbatas, masih bisa berlanjut dengan hiburan
malam. Setidaknya untuk memenuhi komsumsi wisatawan agar tidak monoton dengan
aktivitas malamnya.
Acara ini telah berlangsung untuk yang keenam kalinya. Dan
dua kali berturut-turut (2014 & 2017), pelaksanaanya diserahkan pada Ikatan
Muda-mudi Siburak-burak (IMMS).
Ini pula salah satu yang menimbulkan pertanyaan kepada
panitia: Kenapa EO-nya IMMS? Kenapa bukan membawa nama Kecamatan?
Terus-terang, sebagai konseptor acara ini dari sejak awal,
saya sudah banyak mengalami pasang-surut serta berbagai kendala lainya.
Maklumlah, acara ini murni swadaya masyarakat, baik warga yang tinggal di
Parapat dan perantauan, mau pun para donatur yang bukan warga Parapat yang tak
dapat saya sebutkan satu persatu.
Salah satu yang saya hadapi, ya itu tadi, soal membawa nana
Kecamatan. Sejatinya, kita juga pernah membawa nama kecamatan dalam
pelaksanaannya.
Ketika itu, kita mengumpulkan para generasi muda dari seluruh
kecamatan untuk ikut terlibat. Tapi ironisnya, yang mau memberikan perhatiannya
hanyalah segelintir.
Hanya 5 orang kami yang bekerja. Tapi, karena sudah
terlanjur membawa nama kecamatan, apa boleh buat, acara harus berjalan dan
terlaksana. Ini tak hanya sekali dua kali.
Maka itulah, karena lelah meminta-minta, pergelarannya
tidak bisa terlaksana setiap tahun. Saya pun sudah mulai jenuh. Ketika IMMS tebentuk, ada usul untuk melanjutkan pergelaran
drama kolosal. Gayung pun bersambut.
Saya tertarik melihat keseriusan anak2
muda ini. Sementara selama ini, saya menunggu-nunggu ada pihak (entah
lingkungan atau organisasi mana pun) yang mau melanjutkan acara ini.
Syukurlah, dua kali IMMS sebagai EO, boleh terbilang
sukses. Dan bagi saya, IMMS hanya ibarat sebuah kran yang membukakan air agar
mengalir. Ini menjadi sebuah motivasi agar yang lain ikut berbuat. Katakanlah,
tidak harus drama kolosal.
Mungkin ide lain yang lebih kreatif. Syukur2 warga
Parapat bisa bersatu dan membawa nama kecamatan. Jadi, IMMS bukanlah bentuk
pengkotak-kotakan atau sikap primordialisme. Tapi sebagai motivator.
Saya pun
lebih setuju lagi jika semua lingkungan yang ada di kecamatan girsap mau
bergabung melanjutkan drama kolosal untuk yang ketujuh.
Syukur2 bisa menjadi
event tahunan. Bagi saya sendiri, kalau mau, saya tidak mempermasalahkan siapa
pun yang menjadi pelaksananya. Sekali lagi, IMMS hanya sekedar kunci pembuka
pintu semata.
Sementara tujuan kita adalah, secara khusus mengajak tamu agar
merayakan Paskah di Parapat. Secara umum tentunya hiburan tersendiri bagi warga
Parapat.
Seusai pesta, tentu kita tidak boleh larut dalam euforia
yang berlebihan. Masih banyak tantangan yang kita hadapi khususnya menarik
wisatawan agar datang ke kota kita. Jika mau, banyak sebenarnya yang bisa kita
lakukan.
Alam kita sungguh memberi inspriasi. Baik dari sisi budaya, religi mau
pun keindahan alam yang Tuhan berikan kepada kita. Persoalannya, mau kah kita?
Siap kah kita tidak dipecah-belah kepentingan masing2? Harus kah kita biarkan
kota kita ini sepi dari kegiatan berbau pariwisata, sementara Pemda kita
sendiri seolah tak perduli? Maka itu saya bertanya: WHAT THE NEXT? (Sarido
Ambarita)
Drama kolosal JESUS TARPAJAL DI TANO BATAK Saat Jumat Agung
14 April 2017 di Parapat, kabupaten Simalungun. Foto-foto Sarido Ambarita.
Drama kolosal JESUS TARPAJAL DI TANO BATAK Saat Jumat Agung
14 April 2017 di Parapat, kabupaten Simalungun. Foto-foto Sarido Ambarita. Sutradara Sarido Ambarita (Tengah).
Drama kolosal JESUS TARPAJAL DI TANO BATAK Saat Jumat Agung
14 April 2017 di Parapat, kabupaten Simalungun. Foto-foto Sarido Ambarita.
0 Comments