Oleh: Asenk Lee Saragih
BeritaSimalungun.com, Hutaimbaru-Alokasi Dana Desa yang
digelontorkan Pemerintah Pusat Tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun. Jumlah itu
meningkat tajam dari tahun sebelumnya tahun 2015 sebesar Rp 20 triliun dan
tahun 2016 sebesar Rp 47 triliun. Besarnya alokasi dana desa ini membuat para oknum
bermental koruptor ingin menggorogotinya. Bahkan berbagai cara dilakukan oknum
pejabat pemerintah agar bisa mendapatkan dana desa itu.
Belakangan ini ada isu yang mengemuki lewat sosial media
soal pengalokasian ADD dan Dana Desa ini di Kabupaten Simalungun. Bahkan ada
oknum Pejabat Pemkab Simalungun memerintahkan para camat untuk melobi para
Pangulu (Kades) dan Perangkatnya agar bisa mengalokasikan dana desa itu untuk
pengadaan Buku dan Baju seragam.
Sementara penggunaan dana desa seharusnya untuk
pemberdayaan sarana-prasarana warga desa setampat dan kepentingan masyarakat
secara umum. Niat jahat para oknum pejabat di Simalungun ini harus dilawan oleh
para Pangulu (Kades) dan perangkatnya.
Jangan takut menghadapi tekanan dari oknum pejabat jika
penggunaan dana desa itu berjalan dengan semestinya. Kini banyak oknum, semisal
oknum LSM, oknum mengaku wartawan, oknum pejabat, oknum aparat hukum yang
mengincar kucuran dana desa itu. Aparat desa yang sebagian besar merasa
ketakutan, kerap menjadi korban para oknum tersebut. Semoga di Kabupaten
Simalungun tidak seperti demikian.
Tujuan dari dana desa pada dasarnya adalah mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan lebih memeratakan pendapatan Menurut
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pemerintah memprioritaskan pemanfaatan
dana desa untuk proyek seperti pembangunan Pendidikan Anak Usia Dini dan
Posyandu.
Prioritas lainnya adalah pembangunan infrastruktur,
misalnya irigasi pertanian, jalan, usaha tani, saluran air, dan jembatan yang
dibangun swakelola dan padat karya (AntaraNews. 3 November 2015).
Pada
kenyataannya, masih banyak kasus tentang pemanfaatan dana desa yang tidak tepat
sasaran seperti terjadi korupsi dana desa untuk membeli narkoba yang dilakukan
oleh mantan Bendesa Adat Samuan Desa Carangsari, Kabupaten Badung, I Made Darma
(Bali Tribune. 13 Oktober 2015).
Penyalahgunaan dana desa juga bisa terjadi
dikarenakan beberapa faktor seperti desa belum siap mengelola dana tersebut,
kurangnya sumber daya manusia, pemerintah desa yang tidak transparan dan
akuntabel.
Jokowi: Hati-hati Terhadap Anggaran Desa, Nilainya Loncat
Besar (Rp 60 Trilun)
Seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (19/5/2017), Presiden
Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan jajarannya untuk berhati-hati menggunakan
anggaran desa yang nilainya cukup besar. Peningkatan anggaran desa ini juga
tinggi.
Dalam rapat koordinasi nasional pengawasan intern
pemerintah 2017, Jokowi merinci soal peningkatan anggaran desa dari 2015 hingga
2017. Di 2015, anggaran desa adalah Rp 20 triliun, lalu di 2016 sebesar Rp 47
triliun, dan di 2017 sebesar Rp 60 triliun.
“Anggaran desa coba kita lihat. Hati-hati terhadap anggaran
desa. Meningkatnya meloncat sangat besar sekali. Tapi hati-hati mengelola uang
sebesar ini juga tidak gampang. Tidak mudah," kata Jokowi di Istana
Negara, Jakarta, Kamis (18/5/2017).
“Saya titip Rp 60 triliun itu bukan uang sedikit. Bisa
menjadikan desa kita baik, tapi juga bisa menjadikan kepala desa itu menjadi
tersangka kalau tidak cara-cara pengelolaannya baik," imbuh Jokowi.
Jokowi ingin agar pengawasan penggunaan dana desa terus
diawasi, sehingga anggaran ini bisa memperoleh hasil yang baik. Jokowi bahkan
meminta agar pemerintah daerah membuat sistem aplikasi sistem keuangan desa
yang sederhana, untuk mempermudah pelaporan dan pengawasan penggunaannya.
Pengawasan penggunaan anggaran tidak perlu repot berlapis-lapis.
Harus dicari cara yang sederhana namun gampang diawasi.
Jokowi tidak ingin Pegawai Negeri Sipil (PNS) menghabiskan waktu bekerjanya
dengan membuat surat pertanggunjawaban (SPJ) saja.
“Semua dinas, semua desa, semua kementerian tiap hari
lembur bukan untuk kerja tapi untuk SPJ. Saya sampaikan enggak mau saya
berbelit-belit seperti itu. dan Bu Menteri Keuangan langsung respons sekarang
dari 44 SPJ menjadi 2," kata Jokowi.
Dasar Hukum
Pengawasan Dana Desa
Penulis Saat Menelusuri Jalan Lingkar Danau Toba di Simalungun Tahun 2015 lalu. Sarana jalan masih rusak parah dan sudah hampir 8 tahun kondisinya masih memprihatinkan. |
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 : Dana Desa adalah Dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi
Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya dalam pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer
melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa.
Meskipun Pemerintah telah meyakinkan agar masyarakat tidak
khawatir mengenai penyelewengan dana desa tersebut tetapi dengan adanya fakta
bahwa banyak kepala daerah terjerat kasus korupsi bukan tidak mungkin kalau
ladang korupsi itu akan berpindah ke desa-desa. Masyarakat desa sangat berharap
agar BPD bisa menjalankan fungsinya untuk mengawasi penggunaan dana desa
tersebut.
Dasar Hukum
Pengawasan Dana Desa oleh BPD
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 55
disebutkan Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: Membahas dan
menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; Menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan Melakukan pengawasan kinerja Kepala
Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 48 : Dalam
melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib: Menyampaikan
laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada
bupati/walikota; Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
setiap akhir tahun anggaran kepada bupati/walikota; menyampaikan laporan
keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan
Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 51: Kepala
Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada
Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran.
Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan
Desa.
Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa
dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala Desa.
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa Badan Permusyawaratan
Masyarakat Desa mempunyai peran yang strategis dalam ikut mengawal penggunaan
dana desa tersebut agar tidak diselewengkan. Jika dicermati ketentuan pasal 48
dan 51 PP Nomor 43 Tahun 2014.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut setikdanya ada 3 poin
yang sangat krusial yaitu: Pasal 48 huruf c yang menyebutkan bahwa Kepala Desa
wajib menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara
tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 51 ayat 2 bahwa Laporan keterangan penyelenggaraan
Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
pelaksanaan peraturan Desa. Mari kita garis bawahi mengenai kata-kata paling
sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa.
Kita tentu masih ingat bahwa APBDes
adalah merupakan salah satu contoh Peraturan Desa. Ini artinya bahwa kalau
Kepala Desa wajib membuat laporan keterangan tertulis tentang pelaksanaan
peraturan desa berarti kepala desa wajib membuat laporan tentang pelaksanaan
APBDes.
Lebih lanjut dalam Pasal 51 ayat (3) dijelaskan bahwa
laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi
pengawasan kinerja kepala Desa.
Karena dana desa yang bersumber dari APBN jumlahnya cukup
besar maka diperlukan mekanisme kontrol dari masyarakat untuk mengawasi
penggunaan dana desa tersebut agar dana tersebut dipergunakan sesuai dengan
peruntukannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintahan Desa
dituntut menyelenggarakan pemerintahan secara transparan dan akuntabel. Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan lembaga yang
mempunyai fungsi pengawasan diharapkan bisa menjalankan perannya secara
sungguh-sungguh terutama dalam hal penggunaan anggaran.
Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah sudah memberikan payung hukum yang jelas sehingga BPD
tidak perlu ragu dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan
terhadap kinerja kepala desa. Adanya mekanisme ‘check and balance’ ini akan
meminimalisir penyalahgunaan keuangan desa.
Dana Desa Tepat
Sasaran
Desa merupakan wilayah penduduk yang mayoritas
masyarakatnya masih memegang teguh adat-istiadat setempat, sifat sosialnya
masih tinggi dan hubungan antar masyarakat cukup erat.
Menurut UU Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah terus berupaya untuk memprioritaskan pembangunan
desa agar tidak tertinggal dan mendorong masyarakatnya menjadi lebih aktif.
Penyaluran dana menjadi hal terpenting untuk pembangunan desa yang lebih maju.
Dengan berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa bahwa
adanya kucuran dana milyaran rupiah langsung ke desa yang bersumber dari
alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota.
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang bersumber dari APBN, Pasal 1, ayat 2 Dana Desa adalah Dana yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi
Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Tujuan dari dana desa pada dasarnya adalah mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan lebih memeratakan pendapatan Menurut
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pemerintah memprioritaskan pemanfaatan
dana desa untuk proyek seperti pembangunan Pendidikan Anak Usia Dini dan
Posyandu.
Prioritas lainnya adalah pembangunan infrastruktur,
misalnya irigasi pertanian, jalan, usaha tani, saluran air, dan jembatan yang
dibangun swakelola dan padat karya.
Penyalahgunaan dana desa juga bisa terjadi dikarenakan
beberapa faktor seperti desa belum siap mengelola dana tersebut, kurangnya
sumber daya manusia, pemerintah desa yang tidak transparan dan akuntabel. Maka
dari itu, perlu dilakukan beberapa hal agar pemanfaatan dana desa tepat sasaran
yaitu pembenahan atau mengoptimalkan organisasi pemerintahan desa, pemerintahan
desa yang akuntabel dan transparan, serta pengawasan anggaran.
Pertama, kepala desa sebagai top manajemen harus bisa
menerapkan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengawasan untuk mengatur desanya supaya lebih maju.
Dalam pemilihan kepala
desa yang sesuai dan kompeten masyarakat harus mempertimbangkan bibit, bebet,
bobot calon kepala desa tersebut agar sesuai dengan harapan.
Dalam mempertimbangkan calon kepala desa peran pendidikan
juga memberikan peranan aktif terhadap perspektif-perspektif yang berkembang di
masyarakat serta tidak didasari dari konstruksi maupun intervensi dari manapun.
Setelah kepala desa terpilih, maka kepala desa harus membuat struktur
organisasi desa.
Pembenahan organisasi pemerintahan desa yang dimaksud
adalah membuat struktur organisasi desa sesuai kebutuhan agar semua urusan desa
dapat diatur dengan baik dan tidak terjadi kesimpangsiuran seperti
penyalahgunaan dana desa serta ketimpangan sosial lainnya.
Struktur organisasi di desa harus terdiri dari orang-orang
yang memiliki standar kualitas dalam memimpin serta pembentukan badan-badan pengawasan
keuangan dipedesaan dan mencari orang yang paham bagaimana cara mengatur desa
tersebut.
Setelah dibuatnya struktur organisasi desa, maka harus ditetapkan
tugas, tanggung jawab, dan wewenang dari masing-masing jabatan.
Sebagai contoh bagian kepala urusan ekonomi dan pembangunan
bertugas sebagai penyelenggara urusan perekonomian dan pembangunan, memiliki
tanggungjawab untuk menyelenggarakan pembangunan, dan memiliki wewenang yaitu
menjalankan serta memberikan inovasi-inovasi pembangunan desa sesuai dengan
kebutuhan masyarakat sekitar.
Dengan diberikannya tugas, tanggungjawab, wewenang serta
mencakup status dan peran yang dimiliki, maka aparatur desa tersebut harus
patuh dan menjalankan tugasnya dengan amanah dan memiliki rasa tanggungjawab.
Struktur organisasi yang bisa berjalan dengan mengikuti
aturan serta terbuka dalam menerima kritik dan saran akan membuat desanya
menjadi lebih maju dan mendorong masyarakat setempat untuk aktif, sehingga
tidak terjadi kekacauan yang merugikan warga seperti tersendatnya dana dari
pemerintah pusat untuk desa tersebut yang akan menimbulkan konflik-konflik
internal. Kedua, siap atau tidak siap perangkat desa harus mau untuk mengelola
anggaran desa dengan transparan dan akuntabel.
Pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel
berkewajiban mempelajari sistem pembayaran, sistem akuntansi, dan pelaporan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk
akuntabilitas kepada publik.
Kepala desa bertugas dan berwenang membuat kebijakan.
Kebijakan itulah yang nanti dilaksanakan perangkat desa dimana faktor
pembiayaannya akan dilakukan bagian keuangan desa atau kasir.
Penggunaan anggaran harus sesuai Peraturan desa (Perdes)
yang dimusyawarahkan antara Kepala Desa, masyarakat dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD). Misalkan anggaran digunakan untuk gaji perangkat desa dan biaya
operasional desa yang nilainya sudah disetujui semua perangkat desa dan BPD
atas sepengetahuan tokoh masyarakat.
Semua kegiatan anggaran harus dilakukan secara transparan
dengan membuat laporan keuangan secara terbuka kepada warga setempat. Laporan
tersebut harus dipasang di papan pengumuman yang berada di kantor desa,
sehingga warga dapat mengetahui anggaran digunakan untuk apa saja, misalkan
selama bulan Januari dana operasional desa dipakai menggaji kepala desa,
sekretaris desa, bendahara desa, perangkat desa, dan seterusnya.
Dana desa juga bisa digunakan untuk membantu masyarakat
desa yang sedang membutuhkan modal usaha pertanian. Namun mekanisme dan tata
cara penggunaan anggaran desa untuk modal kelompok petani dan peternak di desa
harus bisa dipertanggungjawabkan.
Jangan sampai dalam penggunaan dana desa tersebut tidak
tepat sasaran yang akan menimbulkan kerugian untuk warga desa. Pemerintahan
desa yang transparan juga harus melibatkan warga desa secara aktif dalam hal
musyawarah dan penyaluran anggaran untuk pembangunan desa tersebut.
Dengan pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel,
maka anggaran yang diberikan pemerintah pusat dapat dimanfaatkan dengan benar
dan tidak terjadi kecurigaan antara warga dan perangkat desa.
Ketiga, dalam penyaluran anggaran harus adanya pengawasan
yang dilakukan oleh masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
pemerintah diatasnya yaitu pemerintah kota/kabupaten.
Dana desa yang bersumber dari APBN jumlahnya cukup besar
maka diperlukan mekanisme kontrol dari masyarakat untuk mengawasi penggunaan
dana desa tersebut agar dana tersebut dipergunakan sesuai dengan peruntukannya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, pada kenyataannya masih kurang pengawasan terhadap
dana desa sehingga pemanfaatannya tidak tepat sasaran. Menurut UU Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa Pasal 55 c disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa
merupakan lembaga yang mempunyai fungsi melakukan pengawasan kinerja kepala
desa.
Maka dari itu, BPD harus menjalankan perannya secara
sungguh-sungguh terutama dalam hal pengawasan terhadap pemanfaatan anggaran
desa. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sudah memberikan payung hukum yang
jelas sehingga BPD tidak perlu ragu dalam menjalankan fungsinya untuk melakukan
pengawasan terhadap kinerja kepala desa.
Adanya mekanisme ‘check and balance’ ini akan meminimalisir
penyalahgunaan keuangan desa. Pemerintah dalam pengawasan anggaran juga harus
mengabarkan atau mensosialisasikan informasi kepada seluruh masyarakat desa,
tidak hanya diinfokan kepada pejabat atau komunitas desa tertentu saja terkait
pemanfaatan anggaran desa.
Melalui informasi ini, masyarakat desa memperoleh
data atau informasi untuk melakukan koordinasi penggunaan dana desa tersebut
dan sebagai modal pengawasan terhadap pemerintahan desanya masing-masing.
Misalkan dalam satu desa diperoleh dana 1 miliar, maka
informasi terkait penerimaan dana ini harus diumumkan kepada seluruh masyarakat
desa secara detail. Namun, pengawasan penyaluran dana desa sebaiknya tidak
hanya mengandalkan sistem birokrasi pemerintah saja, tetapi juga harus
melibatkan sistem budaya lokal yang berlaku di masing-masing desa.
Sehingga sistem yang diterapkan suatu desa bisa saja
berbeda dengan sistem di desa lainnya. Pengawasan terhadap anggaran desa
menjadikan dana tersebut tidak disalahgunakan, sehingga warga desa merasakan
pemanfaatan dana tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, peran pemerintah pusat dan
daerah serta masyarakat sekitar sangat mempengaruhi pengelolaan anggaran yang
ada di desa. Agar pemanfaatan desa tepat sasaran, pemerintah tidak boleh
membuat gap antara perangkat desa dan masyarakat.
Warga desa perlu mengetahui bagaimana kinerja perangkat
desa dengan kata lain transparan dalam hal anggaran untuk pembangunan desa yang
lebih maju.
Struktur organisasi pun harus dibuat dengan benar sehingga semua
perangkat desa menjalankan tugas yang telah ditetapkan, pemerintahan desa
selalu melaporkan kondisi keuangan yang ada di desa tersebut serta selalu
lakukan pengawasan terhadap anggaran desa agar tidak terjadi penyalahgunaan
anggaran desa.
Dibalik organisasi maupun perangkat pedesaan yang ideal
terdapat kritik dan saran masyarakat yang bersifat membangun untuk progres desa
yang ditinggalinya.
Masyarakat pedesaan yang cenderung bersifat apatis terhadap
urusan politik terutama anggaran desa karena minimnya pendidikan politik yang
mengatur kehidupan mereka harus diminimalisir melalui berbagai penyuluhan yang
dilakukan oleh orang-orang yang peduli akan pentingnya kemajuan desa terutama
dalam anggaran pedesaan. Jadi Mari Lawan Para Oknum Bermental Korup Untuk
Menggerogoti Dana Desa Itu. (BS/Berbagai Sumber)
0 Comments