Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Mahfud MD: HTI Tamat, Bahkan Kalau UU Ormas Direvisi

Mahasiswa dan alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menggelar aksi budaya menuntut rektor segera mengeluarkan larangan kegiatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di lingkup kampus, 22 Mei 2017. (Fuska Sani Evani/ Suara Pembaruan)

BeritaSimalungun, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dipastikan berakhir permanen, setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) yang menjadi dasar pembubarannya diterima oleh DPR dan menjadi Undang-Undang.

 "Dengan diterimanya Perppu 2/2017 oleh DPR hari ini, ada tiga konsekuensi hukum yang intinya: HTI sebagai ormas sudah tamat, tak bisa hidup lagi," tulis Mahfud di akun Twitter usai sidang paripurna DPR yang menerima Perppu tersebut Selasa (24/10/2017) lalu. 

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia itu lalu menjabarkan tiga konsekuensi hukum yang diterima HTI sebagai berikut: Pertama, pembubaran HTI sudah sah sesuai dengan ketentuan UU karena Perppu tersebut menjadi UU. 

Kedua, dengan diterimanya Perppu oleh DPR, perkara judicial review di MK kehilangan objek. "MK harus segera memvonis permohonan tidak dapat diterima," tulisnya. 

Poin kedua ini paralel dengan sikap resmi MK sendiri. Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan "Dengan ditetapkannya Perppu Ormas menjadi undang-undang maka Perppu Ormas sudah almarhum, sudah tidak ada." 

Dampaknya, judicial review terkait Perppu Ormas menjadi kehilangan objek sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima, kata Fajar. Ketiga, Mahfud mengatakan seandainya UU Ormas kemudian diajukan kembali sebagai objek judicial review, HTI tetap bubar. 

Argumen Mahfud adalah meskipun UU Ormas ini nanti direvisi oleh MK, vonis MK tetap berlaku ke depan (prospektif), bukan ke belakang (retroaktif). Pada 19 Juli lalu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) resmi mencabut izin pengesahan badan hukum HTI berdasarkan Perppu Ormas. 

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemkumham Freddy Harris ketika itu mengatakan setelah ditelaah ternyata kegiatan HTI banyak bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI. Padahal, dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi dicantumkan Pancasila sebagai ideologinya. 

"Mereka mengingkari AD/ART sendiri, serta dengan adanya masukan dari instansi terkait lainnya, maka hal-hal tersebut juga menjadi pertimbangan pencabutan SK badan hukum HTI," jelasnya. 

Mantan Wapres Try Sutrisno Bersyukur

Wakil Presiden RI keenam Try Sutrisno bersyukur Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas yang bertujuan menjaga Pancasila dan NKRI disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna. 

"Perppu Ormas disetujui DPR kemarin. Akan dijadikan senilai UU, dan sudah sah. Syukur, karena ini salah satu jawaban untuk menghadapi kondisi nasional saat ini," kata Try Sutrisno saat memberikan kuliah umum di acara bertajuk "Setelah Perppu Ormas: Menjaga Konstitusi dan Merawat Demokrasi" yang diselenggarakan lembaga kajian PARA Syndicate, di Jakarta, Kamis (26/10/2017). 

Try Sutrisno mengatakan sejak awal reformasi 1998 hingga saat ini hampir seluruh elemen bangsa merasakan kegelisahan. Amandemen terhadap UUD 1945 yang telah berlangsung empat kali, sudah membuat nilai-nilai prinsip dalam Pancasila ditinggalkan. 

Dia mengatakan dalam amandemen ketiga UUD 1945, hal paling prinsip sudah mulai diubah. Di mana dikatakan dalam pasal 1 yakni kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh UUD. "Itu sudah prinsip, tidak mengerti sejarah dan tidak mengerti politik," kata Try Sutrisno. 

Dia menegaskan, dalam UUD 1945 yang asli, kedaulatan rakyat ada di MPR, sedangkan melalui amandemen ketiga tersebut MPR tidak lagi bertugas menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan tidak lagi memilih presiden. Sehingga saat ini Presiden dipilih langsung oleh rakyat. 

Menurut Try Sutrisno hal-hal yang diamandemen ini sudah tidak cocok dengan sila keempat Pancasila yakni Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Kemudian dalam amandemen juga ada kesepakatan mengganti utusan daerah dengan istilah Dewan Perwakilah Daerah (DPD). 

Menurut Try Sutrisno, istilah DPD tidak pernah ada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Istilah DPD hanya ada pada negara serikat contohnya Amerika Serikat. 

"DPD itu senator, dia onderdil dari negara serikat. Kalau kita sudah mau terima itu saya khawatir NKRI suatu ketika akan pecah dan diminta kembali menjadi negara serikat seperti dulu (Republik Indonesia Serikat/RIS)," ujar dia. 

Try Sutrisno menegaskan Pancasila dan UUD 1945 yang sesuai rumusan asli dan sejalan dengan Pancasila adalah dasar yang harus dipegang agar Indonesia tidak hancur. 

SBY Kritik Perppu Ormas 

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang ditandangani Presiden Joko Widodo sebagai kebijakan yang "berbahaya" dan bisa menjadi alat kekuasaan untuk menghabisi para lawan politik. SBY menuding ada empat hal negatif dalam Perppu Ormas yang harus direvisi sebelum disahkan sebagai undang-undang. 

Dalam pernyataan video yang ditujukan kepada para kader Partai Demokrat namun dirilis di YouTube, Rabu (25/10/2017), SBY yang berbicara dari Darwin, Australia, juga membandingkan Perppu Ormas sekarang dengan UU tentang Ormas yang dia tandatangani pada 2013. "Yang pertama berkaitan dengan paradigma. 

Di era saya, negara dan pemerintah memperlakukan ormas sebagai komponen bangsa, komponen pembangunan yang diberikan ruang untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi pada pembangunan bangsanya. Jadi ormas partner negara, partner pemerintah, itu paradigma dulu," kata SBY. 

 "Nah sekarang dalam Perppu Ormas yang kemarin itu seolah-olah negara atau pemerintah melihat ormas ini, 'wah ini bisa jadi ancaman'. Ancaman terhadap negara, ancaman terhadap Pancasila, ancaman terhadap konstitusi, dan sebagainya. Inilah yang berbeda." 

SBY mengatakan partainya menuntut agar ormas dikembalikan lagi sebagai mitra pemerintah. 

"Yang kedua tentang pemberian sanksi. Partai Demokrat berpendapat tidak boleh main bubarkan saja, jatuhkan sanksi seolah-olah pemerintah bisa apa saja. Partai Demokrat ingin ada yang disebut dengan due process of law, objektif, terukur dan tidak sewenang-wenang manakala pemerintah memberikan sanksi kepada ormas. Partai Demokrat ingin mengingatkan Indonesia negara hukum, bukan negara kekuasaan," urainya. 

"Yang ketiga, ini soal siapa yang menafsirkan Pancasila, dan siapa yang boleh mengatakan ormas X ormas Z itu bertentangan dengan Pancasila. Nah dalam Perppu tersebut yang diberikan kewenangan itu adalah mendagri dan menteri yang membidangi masalah hukum dan hak asasi manusia." 

 "Partai Demokrat tidak sependapat. Menteri itu politisi diangkat oleh presiden, presiden juga politisi. Kalau mereka punya kewenangan yang mutlak menafsirkan Pancasila dan kemudian mengatakan ormas A ormas B bertentangan dengan Pancasila, maka kekuasaan bisa sewenang-wenang." 

"Yang keempat menyangkut ancaman pidana. Partai Demokrat melihat, saya juga membaca, wah ini berlebihan. Bayangkan misalnya kalau ada ormas yang dibekukan atau dibubarkan maka semua anggotanya kena. Ini kan menjadi tidak adil, ke mana-mana, bisa jadi alat kekuasaan untuk menghabisi lawan-lawan politiknya." 

"Satu, dua, tiga, empat itulah yang oleh Partai Demokrat kalau masih jadi UU, bahaya," kata SBY dalam video berdurasi 18 menit itu. 

Mengancam Terlepas dari uraian tersebut, dalam sidang paripurna DPR Selasa (24/10) lalu Partai Demokrat bergabung dengan para partai pendukung pemerintah lainnya untuk menerima Perppu Ormas menjadi UU, dengan syarat ada revisi atas poin-poin yang disampaikan SBY itu. 

Menurut argumen SBY, apabila partainya mengikuti jejak Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk menolak Perppu, mereka berempat toh akan kalah suara juga dengan enam partai lainnya. 

Akibatnya justru Perppu Ormas akan diadopsi menjadi UU tanpa revisi dan koreksi sama sekali, kata mantan presiden itu. Dengan pertimbangan tersebut, Demokrat menerima usulan Perppu menjadi UU namun dengan syarat dilakukan revisi, dan menurut klaim SBY wakil pemerintah setuju. "Bagaimana kalau pemerintah ingkar janji? Partai Demokrat sudah setuju tapi tidak dilakukan revisi?" tanyanya. 

"Maka sebagai ketua umum Partai Demokrat dengan tegas dan terang saya mengatakan kalau itu terjadi Partai Demokrat akan mengeluarkan petisi politik. Petisi politik ini isinya adalah tidak lagi percaya kepada pemerintah karena semudah ini ingkar janji. Bagaimana mungkin percaya kepada pemerintah kalau tidak jujur dan mudah sekali berbohong?" 

Lalu dia melanjutkan: "Menurut Undang-Undang Dasar, kalau pemimpin, pemerintah melakukan perbuatan tercela, sanksinya berat sekali."(BS)


Sumber: BeritaSatu.com

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments