Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Kapal Tenggelam, GMKI Sebut Ada Unsur Kesengajaan dan Tanggung Jawab Siapa

ILUSTRASI-TRAGEDI KM SINAR BANGUN

BeritaSimalungun, Medan-Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia mendesak pemerintah pusat untuk mengambil langkah cepat dalam menangani peristiwa tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba yang menelan korban jiwa. Terlebih pemerintah daerah Kabupaten Samosir dan Simalungun, harus sinkron dan saling kerja sama.

Desakan itu disampaikan Koordinator Wilayah I Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Sumatera Utara-Nanggroe Aceh Darussalam (Korwil I GMKI Sumut-NAD) Swangro Lumbanbatu, ST, MSI.

“Penyebab kejadian ini sangat kompleks dan menunjukkan sangat bobroknya sistem pengaturan, pengendalian, dan pengawasan pelayaran kita,” kata Swangro Lumbanbatu dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tagar, Rabu (20/6/2018).

Kebobrokan itu, jelas Swangro, khususnya terkait pengawasan kelaiklautan kapal, manajemen keamanan, keselamatan pelayaran, serta sistem telekomunikasi pelayaran yang tidak sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran.

Swangro mengemukakan, sebelum kapal diberangkatkan semestinya ada pengawasan ketat. Pemerintah daerah harus tahu berapa kapasitas kapal dan ukuran kapal, jangan sampai melebihi kapasitas.

Namun yang terjadi, Swangro pun mempertanyakan, mengapa pengelola syahbandar menginzinkan keberangkatan KM Sinar Bangun? “Sangat aneh rasanya kalau pemerintah daerah tidak peka dengan tamu dan rakyatnya,” ucapnya.

Swangro menyayangkan peristiwa memilukan itu terjadi di Danau Toba yang sedang digaungkan sebagai objek wisata prioritas berskala internasional.

“Melihat kejadian itu, bisa dibayangkan bagaimana kondisi sistem pelayaran kita di daerah lain di seluruh Indonesia. Pemerintah Provinsi Sumut harus betul-betul siap untuk destinasi pariwisata, terkhusus dalam angkutan darat, udara dan laut,” ujarnya.

Swangro menyebutkan, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan, pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

Sedangkan keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.

“Namun sangat disayangkan, harus ada korban baru kita diingatkan tentang bobroknya sistem pelayaran kita,” ujarnya.

Padahal Presiden Joko Widodo, jelas Swangro, sangat memiliki visi yang besar untuk memperbaiki bangsa dan negara ini. Namun sayangnya tidak didukung pejabat di bawahnya untuk serius dan berani membenahi sistem di lapangan yang langsung bersentuhan dengan pelayanan masyarakat.

“Harus ada yang diganti. Harus ada perombakan besar-besaran. Jika tidak, lantas siapa yang bertanggungjawab atas kasus kecelakaan kapal itu? Siapa yang bertanggungjawab jika terus menerus terjadi pembiaran merajalela,” tukas Swangro.

Lebih jauh Swangro mengemukakan, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, selain nakhoda, pemilik kapal harus bertanggungjawab. Bahkan mereka dapat dikenakan pidana karena terdapat kejadian yang menimbulkan korban jiwa.

“Ada juga beberapa pihak lain yang harus ikut bertanggungjawab. Menurut UU Pelayaran, yang bertanggungjawab adalah mulai dari level paling teknis hingga paling tinggi, yakni nahkoda, pemilik kapal, syahbandar, bupati, gubernur, Tim SAR (Basarnas), bahkan Menteri Perhubungan Republik Indonesia,” tutur Swangro.

“Belum lagi kita bahas soal Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal. Semua stakeholder harus memahami UU tersebut, biar tidak asal-asal menjabat dan bekerja,” imbuhnya.

Menurut Swangro, persoalan tanggung jawab tersebut juga harus sinkronisasi dan runut, tidak boleh ada yang satu tidak mengetahui dengan yang lain.

“Kami dari keluarga besar GMKI sangat terpukul dan turut berdukacita atas kejadian ini, semoga Tuhan Allah menguatkan keluarga yang ditinggal,” ucapnya.

Bukan Kelalaian

Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI Sahat Sinurat mengemukakan, kejadian memilukan di Danau Toba tersebut bukanlah kelalaian, melainkan kesengajaan.

“Ini bukan kelalaian, karena ada pihak yang membiarkan berlayarnya kapal dengan kondisi tidak layak untuk berlayar,” ujar Sahat Sinurat.

Sahat menandaskan, musibah tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba adalah kejadian yang direncanakan.

“Jika gagal merencanakan sistem pengendalian dan pengawasan pelayaran serta sistem keselamatan dan keamanan pelayaran, itu artinya merencanakan adanya korban apabila terjadi kecelakaan pelayaran,” jelasnya.

Sahat juga berpendapat, seluruh jajaran terkait seperti disebutkan Swangro harus bertanggungjawab. Bahkan, lebih spesifik lagi, Sahat tidak dapat menerima alasan pemberhentian sementara upaya penyelamatan korban dengan alasan cuaca dan waktu sudah malam.

“Saya tidak habis pikir ada yang tega membiarkan ratusan orang sepanjang malam kedinginan terapung di tengah danau,” ujarnya.

Sahat berharap, semoga masih ada korban hilang yang terselamatkan. “Tuhan kiranya memberikan penghiburan dan penguatan bagi keluarga yang masih menunggu informasi terbaru,” ucapnya dengan nada sedih.(BS)

Sumber: Tagar.id

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments