Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Pusara Salib Digergaji, Ini Kata Sultan HB X dan Pihak Gereja

Makam Albertus Slamet Sugiardi yang sebelumnya berbentuk kayu salib seperti pusara makam Katholik pada umumnya, dipotong bagian atas menjadi huruf "T". Kejadian ini di Pemakaman Umum di Jambon RT 53/13 Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta,BS-Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengatakan tak ada tekanan atau ancaman pada pihak keluarga berkaitan pemotongan tanda salib menjadi huruf T.

"Itu dipotong karena sudah ada kesepakatan (dengan keluarga)," kata Sultan HB X kepada wartawan saat menghadiri Dies Natalies UGM Yogyakarta, Rabu (19/12/2018).

Sebelumnya, pusara salib di nisan Albertus Slamet Sugiardi dipotong ramai-ramai dengan gergaji oleh warga di Kota Yogyakarta. Foto dan cerita pemotongan salib makam ini viral di media sosial.

Sri Sultan HB X juga membantah ada demontrasi dari sejumlah warga sekitar makam. "Tidak ada demonstasi atau semacamnya dari warga. Dan itu sudah diselesaikan oleh Pak Wali Kota (Yogyakarta)," tegasnya.

Pria bernama lahir Herjuno Darpito ini mencoba menjelaskan yang sebenarnya. Di daerah tersebut memang mayoritas warganya muslim, tapi ada warga yang beragama berbeda. "Nah, saat meninggal kan mau dimakamkan di Mrican (lokasinya jauh dari rumah), mereka bersepakat dimakamkan di situ. Terus ada kesepakatan, kan itu saja," jelasnya.

Suami dari Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas ini menyayangkan kejadian tersebut diviralkan tanpa mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. "Itu diviralkan, disebut ada tekanan, demonstrasi atau apa. Padahal aslinya nggak seperti itu," kata Sultan HB X.

Raja yang naik tahta sejak 1989 ini mengungkapkan, apa yang terjadi di Pemakaman Umum Jambon RT 53/13 Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede ini bukan potret Yogyakarta yang intoleran. "Nggak, Yogyakarta bukan intoleran. Itu konsekuensi karena diviralkan, yang sebenarnya tidak ada masalah," jelasnya.

Pada akhir pernyataannya, Sultan HB X berharap dalam berinteraksi dengan internet lebih bijak menyikapinya. Sebaiknya menjadi orang yang tidak mudah terpancing provokasi atau informasi yang belum tentu benar.

Kejadian pemotongan pusara salib bermula saat Albertus Slamet Sugiardi meninggal Senin (17/12/2018) pagi dan dimakamkan siang harinya. Dia dimakamkan di Pemakaman Umum di Jambon RT 53/13 Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta.

Sempat dikabarkan, pihak keluarga mendapat tekanan, namun diketahui antara pihak keluarga, warga dan pengelola makam ada kesepakatan. Jenazah Albertus Slamet Sugiardi boleh dimakamkan di pemakaman tersebut dengan catatan tidak ada simbol agama. Keluarga juga menyepakati jenazah dimakamkan di bagian pinggir makam.

Kesepakatan tersebut dilakukan secara tertulis ditandatangani istri Albertus Slamet, Maria Sutris Winarni, tokoh masyarakat setempat, Bedjo Mulyono, Ketua RT 53, Soleh Rahmad Hidayat dan Ketua RW 13, Slamet Riyadi.

Menurut Slamet Riyadi, sebelum dimakamkan memang pihak keluarga sudah terlanjur memesan pusara berlambang salib. Namun, pihak keluarga sepakat kayu salib dipotong menjadi huruf T. "Pemotongan salib sudah  merupakan hasil kesepakatan secara tertulis. Keluarga ikhlas menerimanya. Jadi tidak ada pemaksaan," kata dia.

Salib Dipotong
Salib yang sudah dipotong (Foto: Facebook Iwan Kamah)
Pernyataan Pihak Gereja

Sementara itu, Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan (KKPKC) Kevikepan DIY menyatakan pihaknya melakukan penyapaan kepada keluarga korban terkait kasus pemotongan salib makam.

KKPKC Kevikepan DIY juga melakukan pengumpulan data, koordinasi dengan tokoh-tokoh umat Gereja Paroki Pringgolayan, pertemuan dengan berbagai pihak yaitu tokoh lintas iman di FPUB, Kapolsek, Danramil, serta pertemuan dengan tim pencari fakta FKUB DIY/tim Kanwil Depag. 

"Sebagai kepanjangan tangan dari gereja, tim KKPKC Kevikepan DIY berusaha merespon krisis seoptimal mungkin dengan pengutamaan keselamatan korban," ujar Ketua KKPKC Kevikepan DIY, Ag Sumaryoto dalam siaran pers diterima Tagar News, Rabu (19/12/2018).

Berikut ini hasil penelusuran KKPKC Kevikepan DIY:

1. Benar bahwa terjadi pemotongan salib makam.

2. Status makam pada saat terjadi pemakaman (sejauh pelacakan tim di lapangan) adalah makam umum.

3. Bahwa peristiwa intoleransi yang dialami almarhum dan keluarga bukan peristiwa tunggal. Tim mencatat ada dua peristiwa kekerasan lain yang terjadi sebelum peristiwa ini terjadi. Peristiwa sebelumnya ini sudah sampai pada bentuk kekerasan fisik.

4. Almarhum dan istri sangat baik dan diterima di masyarakat, almarhum adalah aktivis kampung (pelatih koor di kampung), istri adalah ketua organisasi perempuan di kampung. Ini membuat spontanitas dukungan warga kampung pada saat persiapan dan penyemayaman jenazah berjalan dengan baik.  

5. Interaksi warga dengan keluarga sangat baik, tetapi ada sekelompok orang pendatang dengan dukungan luar yang memberi tekanan fisik dan psikis secara langsung maupun tidak langsung melalui sebagian warga.

6. Surat pernyataan yang beredar awalnya diterima istri almarhum dalam bentuk print jadi, dibawa oleh 7 (tujuh) orang dari pihak kelurahan, polsek, koramil, dan pengurus kampung. Surat ditandatangani istri almarhum. Penjelasan yang diberikan kepada istri almarhum adalah untuk mengatasi isu yang berkembang luas di media sosial.  

KKPKC Kevikepan DIY memberikan beberapa point penegasan untuk diperhatikan pihak aparat keamanan dan pemerintah:

1. Adanya pelanggaran terhadap konstitusi UUD 1945 dan  prinsip dasar hidup berbangsa Pancasila sebagaimana termuat di dalam Pembukaan UUD 1945.

2. Melindungi dan membela Hak-hak Asasi Manusia dan hak-hak dasar warga negara Republik Indonesia.

3. Meminta kepada aparat kepolisian untuk melindungi keluarga korban dari segala bentuk tekanan dan ancaman fisik maupun psikis sehingga tetap dapat hidup berdampingan dengan baik dengan warga yang lain.

4. Aparat keamanan menyikapi secara serius adanya ancaman terhadap ketertiban dan keamanan masyarakat dan memperjuangkan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.  

"Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan DIY berkomitmen penuh untuk mengawal kasus ini sampai tuntas," ujar Ag Sumaryoto di akhir siaran persnya.(*)

Sumber: https://www.tagar.id

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments