Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Memilih Pemimpin Masa Kini

Irjenpol (P) Drs. M. Wagner Damanik, M.AP
Oleh: Irjenpol (P) Drs. M. Wagner Damanik, M.AP

Beritasimalungun-Perkembangan teknologi yang sangat besar telah berdampak pada terciptanya era keempat manusia yang disebut era digital (Chris Skinner, Manusia Digital : xiv), dimana kita semua saling terhubung satu sama lain dalam waktu nyata (real time). 

Hal ini bersesuaian dengan Laporan Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2018 yang menyatakan bahwa dari 264 juta penduduk Indonesia di 2018, sebanyak 170 juta orang atau 65 persen telah menggunakan dan terhubung ke internet, serta membentuk suatu komunitas dalam dunia maya. 

Era digital tidak hanya menghubungkan manusia tetapi juga benda-benda di sekitar. Hal ini dibuktikan dengan munculnya Internet of Things, dimana suatu obyek dapat difungsikan dari jarak jauh tanpa perlu interaksi manusia ke manusia ataupun manusia ke perangkat komputer.

Berdasarkan penjelasan di atas, digitalisasi menjadi sangat penting dalam menciptakan pelayanan yang transparan dan efisien. Kondisi ini menuntut kehadiran seorang pemimpin yang adaptif dan kreatif terhadap perubahan. 

Sejalan dengan itu, Lemhannas RI melihat bahwa sistem sosial baik nasional, regional maupun global ke depan akan semakin terbuka, kompleks, dan penuh dengan ketidakpastian (uncertainty), sehingga dibutuhkan peran pemimpin yang tidak hanya berpikir reaktif tetapi juga antisipatif dan proaktif terhadap setiap masalah yang ada (Lemhanas RI 2009, Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia : iii).

#Pemimpin yang Kreatif dan Adaptif

Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi internet akan semakin dashyat dalam waktu dekat. Perkembangan ini akan jauh lebih bermanfaat apabila dikelola oleh orang yang selalu berpikir kreatif dan adaptif. 

Hal ini telah terbukti dengan munculnya berbagai inovasi yang mampu meningkatkan produktivitas manusia sebagaimana yang telah dilakukan Jack Ma (Alibaba) dan Nadiem Makarim (Gojek). 

Jack Ma, pemilik sekaligus pendiri Alibaba telah membantu jutaan orang untuk bisa berbisnis dengan lebih mudah di Cina, juga ratusan ribu orang di Benua Afrika yang sebelumnya tidak pernah bersentuhan dengan bank, sekarang sudah memiliki rekening di smartphonenya yang bisa bertransaksi. 

Sama halnya dengan Nadiem Makarim, pendiri Gojek yang tidak hanya memberikan kemudahan transportasi, namun juga membuka peluang kerja bagi banyak masyarakat.

Kedua tokoh ini merupakan contoh pemimpin kreatif dan adaptif yang mampu menciptakan gagasan-gagasan baru di era perubahan yang begitu cepat. 

Pemimpin yang merasa benar dengan kacamatanya yang lama harus segera berubah, karena kini saatnya mendayagunakan teknologi informasi dan akal manusia untuk menghasilkan kinerja terbaik dengan prinsip : lebih murah, lebih cepat dan lebih baik (“cheaper, faster and better”). 

Teknologi digital telah mampu membuka peluang kolaborasi, menciptakan transparansi dan mempermudah komunikasi antara masyarakat dengan pemimpinnya (connected society) guna meningkatkan efisiensi dan mendongkrak kinerja. 

Menurut hasil penelitian yang dikemukakan di CEO Forum Kompas ke 10, teknologi digital bahkan mempu menghasilkan efisiensi lebih dari 30 persen (Kompas, Jumat, 29.11.2019, hal 18). Ini tentu hasil yang sangat menjanjikan.

Tantangan besar pemimpin masa kini adalah keberanian dan kesungguhan untuk memaksimalkan digitalisasi terhadap aspek yang berkaitan dengan tugasnya terutama dalam hal pelayanan masyarakat. 

Ini memang tidak mudah, akan tetapi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat secara signifikan. Bisa kita bayangkan betapa efisiennya apabila seorang warga yang mengurus KTP atau administrasi lainnya cukup melalui smartphone miliknya. 

Pengurusan berbagai perizinan, dokumen usaha atau lainnya bisa selesai tanpa harus bertatap muka dengan pejabat terkait. Betapa besar keuntungan ekonomi yang bisa didapat apabila pemerintah mengaplikasikan e-government khususnya dalam pelayanan publik, sehingga terwujud efisiensi tenaga, waktu dan biaya.

Digitalisasi pelayanan ini membutuhkan keseriusan pemimpin dalam mempersiapkan SDM guna menjalankan program tersebut, seperti halnya penyiapan data meliputi administrasi kependudukan, potensi sumberdaya alam, demografi, geospasial, mata pencaharian penduduk, dan layanan masyarakat lainnya. 

Sistem digitalisasi ini akan mampu meminimalisasi timbulnya pungli/korupsi karena tidak lagi melakukan pembayaran dengan ‘uang tunai’ namun semuanya telah terekam dalam jejak digitalisasi berupa bank transfer.

#Pemimpin Reaktif, Antisipatif dan Proaktif (RAP)

Ketiga unsur RAP harus ada dalam diri seorang pemimpin pada saat yang bersamaan. Reaktif mengharuskan kecekatan dan kemampuan seorang pemimpin untuk dapat memberikan solusi atas permasalahan yang tiba-tiba terjadi pada masyarakat dalam waktu yang cepat dan tepat, oleh karena itu seorang pemimpin harus benar-benar menguasasi berbagai permasalahan yang ada. 

Kecepatan dan ketepatan dalam bereaksi sangat diperlukan untuk menghindari kerugian yang besar pada masyarakat. Antisipatif berarti seorang pemimpin harus mampu membaca berbagai potensi permasalahan yang bisa muncul tiba-tiba di depan. 

Atas berbagai kemungkinan persoalan yang muncul tersebut, maka seorang pemimpin sudah harus mempersiapkan tindakan antisipasi untuk mengatasinya. Sedangkan proaktif berarti seorang pemimpin harus mampu membuat terobosan (breakthrough) berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang berlaku guna mengakselerasi pembangunan di daerahnya. 

Dengan demikian maka pemimpin juga harus mampu membuat keputusan secara bijak dan bertanggung jawab dengan  tetap mengedepankan kepentingan masyarakat.

Kemampuan untuk memetakan permasalahan tentu juga tidak kalah pentingnya. Berbagai masalah yang terjadi saat ini maupun yang masih akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan antara lain : pemberantasan kemiskinan dan pengangguran, minimnya pembangunan infrastruktur, birokrasi pemerintahan yang tidak efektif, masih terjadi pungli/korupsi dan jual beli jabatan, mutu pendidikan yang masih rendah, pelayanan kesehatan serta pemberdayaan UMKM dan ekonomi kreatif yang belum optimal. Pemimpin harus bisa menerapkan RAP dalam setiap permasalahan tersebut dengan tepat dan cepat, sehingga kesejahteraan meningkat dan masyarakat memiliki daya saing.

Jabatan seorang pemimpin hendaklah bukan hasil dari usaha yang dilandasi oleh semangat “trial and error” apalagi bila pencapaiannya disertai dengan “dirty games” seperti “money politik” (vote buying), politik identitas, politik kartel (ideologi, gagasan, dan visi-misi bukan lagi menjadi tolak ukur namun yang utama adalah kepentingan), pembohongan publik dan lain sebagainya. 

Lemhanas RI dalam Buku Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI) menyebutkan 4 kategori cita susila (moralitas) dan akuntabilitas (tanggung jawab) sebagai “key variables” yaitu :

a). Moralitas dan akuntabilitas yang bersifat sipil atau individual, yaitu seorang pemimpin harus memenuhi syarat yaitu bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki etika personal yang baik (track record), dapat dipercaya (berintegritas), cerdas (berpendidikan tinggi) dan memiliki keluarga yang harmonis.

b). Moralitas dan akuntabilitas yang bersifat sosial kemasyarakatan, yaitu harus professional atas dasar keahlian, sehingga mampu membangun simpatik dan dapat diterima oleh masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin juga harus dapat membangun soliditas dan solidaritas serta menumbuhkan harapan baru untuk kemajuan yang lebih baik.

c). Moralitas dan akuntabilitas yang bersifat institusional atau kelembagaan, yaitu selalu taat pada konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku, prinsip NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan nilai-nilai demokrasi. 

Juga harus menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM, memiliki rekam jejak yang positif, serta mampu berpikir transformasional guna menginspirasi dan menstimulasi subsistem kepemimpinan yang mendukungnya.

d). Moralitas dan akuntabilitas yang bersifat global, yaitu memiliki wawasan regional dan global dengan semangat membangun kepemimpinan bersama. Tentu juga harus memiliki karakter negarawan yang karya dan kepribadiannya dihormati oleh negara lain.

Tahun 2020 akan diselenggarakan Pilkada guna memilih Gubernur, Bupati dan Walikota di 270 daerah. Mari kita belajar dari pengalaman Pilkada yang sudah beberapa kali dilaksanakan, apakah masyarakat sudah mendapatkan apa yang menjadi harapannya. Yang pasti ketika salah menentukan pilihan, maka harus siap menerima segala konsekuensinya selama lima tahun ke depan. 

Oleh karena itu masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih pemimpinnya, sehingga terlahir pemimpin yang mampu mensejahterakan dan mengakselarasi pembangunan di daerahnya. 

Pemilih harus mengedepankan kemampuan pemimpin dari aspek moralitas dan akuntabilitas secara objektif, menjauhkan hal-hal yang bersifat subjektifitas-emosional dan primordialistik yang cenderung banyak terjadi saat ini atas dasar aspek popularitas semata, atau dikotomi Tua-Muda, Jawa-non Jawa, TNI-non TNI, Pria-Wanita, Muslim-non Muslim dan sebagainya yang jauh dari semangat Bhinneka Tunggal Ika. 

Pemimpin yang dipilih haruslah mereka yang mempunyai kemampuan untuk memberi yang terbaik kepada masyarakat, bukan sebaliknya mengambil dari masyarakat untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Semoga saja. (BS-Penulis adalah Pengamat Kebijakan Publik.)

Berita Lainnya

Post a Comment

0 Comments