Tadi pagi saya bersama teman-teman sarapan di jalan Cipto si Siantar, inilah tempat sarapan yang selalu ramai. Rupa-rupa sarapan ada di tempat ini. Ada mie, kopi, gorengan, roti, bakpao dll. Ketika kami menikmati sarapan datang dua orang pengamen. Yang satu menuntun temannya karena buta sementara dia sendiri membawa loud speaker yang digantung di leher.
Mereka menyanyi dengan bantuan suara karaoke yang dihasilkan speaker. Lagu mereka adalah, mampirlah dengar doaku (KJ 26). Mendengar kidung ini dinyanyikan sontak membuat saya terharu. Ini termasuk lagu favorit ku. Pelupuk mataku pun mulai menghangat. Dari sejarahnya, kidung ini dikarang oleh Fanny J. Crosby, seorang yang buta sejak kecil karena malpraktek.
Lagu ini dilatarbelakangi kisah Alkitab, yaitu Bartimeus yang duduk di pinggir jalan. Bartimeus bersama temannya yang buta sedang menanti belas kasihan orang. Saat itu Yesus sedang lewat bersama rombongan. Mengetahuinya, mereka berteriak keras untuk memohon pertolongan. Akhirnya, mereka pun disembuhkan setelah terlebih dahulu mengutarakan keinginan nya.
"Orang lain Kau hampiri, jangan jalan terus" adalah permohonan agar Yesus memberikan anugrah untuk menerima mereka yang berseru.
Dibayangi oleh kisah itulah saya mendengarkan kidung tersebut dinyanyikan. Setelah siap bernyanyi mereka pun berkeliling ke dalam kedai memohon belas kasihan pengunjung. Saya pun memberi dengan tangan yang tertutup.
Setelah sarapan saya pun pergi sebentar ke jln Medan untuk mengambil mobil yang sudah dua minggu di tempat tersebut. Mobil itu ditabrak truk dua Minggu yang lewat sehingga harus masuk bengkel. Setelah urusan administrasi beres sayapun pulang ke tempat penginapan.
Di perempatan jalan, mobil saya pun berhenti karena lampu merah. Saya menunggu dengan sabar. Sambil menunggu, saya melihat ada anak kecil berumur delapan tahun yang datang mendekat ke mobil saya. Saya tahu dia pasti mau meminta uang. Saya turunkan kaca mobil dan sedikit bertanya tentang kehidupan nya, apakah masih sekolah? masih punya orang tuakah? Kenapa mau meminta uang di perempatan jalan?
Semua pertanyaan saya dijawab dengan polos dengan bola mata yang membuat saya terharu. Adik kecil tersebut, mengaku masih memiliki orang tua, masih sekolah dan terpaksa turun ke perempatan jalan mengemis untuk mencari nafkah.
Sayapun menyudahi pertanyaan dan dengan tangan tertutup memberi sekedar uang kepadanya. Dia pun berlalu setelah mengucapkan terimakasih. Dari kaca spion mobil saya masih bisa melihat adik kecil itu tidak memakai alas kaki.
Sebelum sampai ke penginapan saya singgah dulu membeli roti pesanan remiel dan anggita. Di tempat penjualan roti tersebut, banyak juga yang mengemis untuk meminta uang. Saya juga berikan sekedar.
Dari tiga peristiwa tersebut, apakah gunanya itu saya tuliskan? Apakah mau menceritakan saya adalah orang yang bermurah hati? Bukankah memberi itu menjadi sebuah kesalahan karena memupuk mental tidak mau bekerja? Bukankah kalau memberi itu-apalagi hanya sekedar- lebih patut disimpan sendiri?
Saya tidak mau berdebat dengan segala jawaban yang mungkin membuat salah apa yang saya lakukan. Inilah yang ingin saya sampaikan.
Sebenarnya, tindakan saya tersebut lebih kepada latihan untuk memperkaya bathin. Sesungguhnya bukan saya yang menolong mereka dengan pemberian saya yang hanya sekedar. Justru, merekalah yang membantu saya. Kehadiran mereka sebenarnya ingin mengusik bathin saya.
Dan ketika bathin saya terusik saya tidak membutuhkan logika atau alasan apapun untuk mau memberi atau tidak. Bathin yang telah disentuhlah yang akan mengajar untuk bersikap. Dan hari ini saya berterimakasih karena telah berjumpa dengan orang yang telah menolong bathin saya untuk bertumbuh.
Memang benar, orang susah akan tetap ada di sekeliling kita. Tidak semua bisa kita tolong atau perhatikan. Tetapi benar juga, diantara keterbatasan kita, kesempatan untuk melakukan perbuatan baik juga tidak selalu menjadi milik kita. Banyak alasan untuk tidak mau berbagi. Dan semua ada benarnya. Hanya bathin yang tersentuh, mau bertumbuh dan merdekalah yang tidak membutuhkan alasan apapun untuk mau berbagi.
Karena itu, selagi hari masih siang, mari tetap menebar kebaikan dengan kaca mata baru, bahwa sesungguhnya bukan kita yang menolong orang tetapi justru orang tersebutlah yang menolong kita dengan mengusik relung bathin kita. Pemamatangiantar, 21 Januari 2022. (Penulis Adalah Pendeta di GKPS)
0 Comments