Gereja Tabgha. |
Oleh: Pdt Defri Judika Purba
Di hari ketiga ini tempat pertama yang kami kunjungi gereja Kana. Gereja ini adalah tempat Yesus mengadakan mujizat pertama sekali dengan mengubah air menjadi anggur di sebuah acara perkawinan. (Yoh. 2:1-11). Penulis Injil Yohannes mencatat muzijat ini dengan dua tujuan yaitu, untuk menyatakan kemulian-Nya dan membuat murid-murid-Nya percaya.
Saat ini, gereja Kana banyak digunakan sebagai tempat untuk peneguhan dan pemberkatan pernikahan. Kami melakukan ibadah di Chapel gereja ini. Diantara rombongan kami ada tiga keluarga yang mengikuti peneguhan pernikahan.
Setelah dari gereja Kana kami pergi ke tempat berikutnya yaitu sungai Yordan. Sungai ini menjadi penting bukan hanya dalam konteks manfaatnya untuk pertanian masyarakat setempat tetapi lebih kepada beberapa peristiwa iman yang memicu ingatan bersama dalam komunitas bangsa Israel mengalami kuasa Tuhan.
Di perjanjian lama sungai Yordan ini diseberangi oleh salah satu leluhur bangsa Israel Yakub ketika lari dari abangnya Esau (Kej. 32:10); diseberangi oleh bangsa Israel yang keluar dari Mesir dengan pimpinan Yosua (Yos.3:1-17), diseberangi oleh Raja Daud ketika menyingkar dari tindakan makar anaknya Absalom (2 Sam.17:22); menjadi tempat tinggal nabi Elia ketika kelaparan terjadi (1 Raj.17:5), Tempat perpisahan nabi Elia dan Elisa (2 Raj.2:7), tempat Naaman panglima raja Aram disembuhkan ( 2 Raj.5:1-18). Di Perjanjian baru peranan sungai ini menjadi penting karena menjadi tempat Yesus dibaptis oleh Yohannes (Mrk.1:9).
Ketika kami mengunjungi tempat ini, penekanan utamanya lebih kepada sungai Yordan menjadi tempat pembaptisan Yesus. Karena itulah, di tempat ini banyak orang yang melakukan pembaptisan.
Setelah dari sungai Yordan kami menuju restoran untuk makan siang dengan menu khas ikan Petrus. Bus membawa kami melewati kota Tiberias dan Magdala. Perjalanan tetap dengan menyusuri danau Galilea. Ketika melihat danau ini saya mengingat bagaimana banyak kisah yang terjadi di tempat ini.
Danau ini di kitab PL disebut Kineret (Bil.34:11) atau Kinerot (Yos.12:3). Di dalam PB disebut danau Genesaret (Luk.5:1) atau Danau Tiberias (Yoh.21:1). Danau ini terletak di dataran tinggi Golan. Danau ini menjadi tempat yang sering disebut di Alkitab kita sebagai latar kisah pelayanan Yesus. Ada beberapa kisah pelayanan Yesus yang terjadi di danau ini.
Di tepi danau inilah Yesus mengajar orang banyak dan memanggil murid pertama_Nya yaitu Petrus, Yohannes, Yakobus dan anak- anak Zebedeus (Luk.5:1-11). Panggilan menjadi murid ini terjadi setelah mereka terpesona secara ajaib akan muzijat yang mereka saksikan sendiri yaitu ikan banyak yang hampir mengoyak jala mereka.
Di danau ini Yesus mengajar para murid untuk lebih percaya kepada-Nya melalui peristiwa angin ribut yang diredakan (Mat.8:23-27). Permukaan air danau Galilea ini juga yang disentuh oleh Kaki Yesus ketika Ia berjalan menjumpai murid-Nya yang lebih dahulu berlayar.
Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa: Yesus berjalan di atas air (Mat.14:22-23). Para murid yang bersedih atas kematian Yesus menjadikan danau Galilea ini menjadi sumber harapan baru mereka (Yoh.21:1).
Dari beberapa kisah di atas, nyata benar Danau Galilea memegang peranan yang penting untuk menjadi tempat bertumbuhnya spiritualitas para murid. Iman para murid tumbuh dan ditempa melalu kejadian di sekitar danau tersebut.
Ketika kami menyeberangi danau ini dengan naik perahu, berbagai kisah di ataslah yang saya ingat dan memunculkan imajinasi saya tentang para murid yang peragu, penakut, dan bimbang.
Kisah ini diceritakan oleh penulis Injil tentu untuk memberi kekuatan kepada setiap orang percaya sepanjang zaman. Kisah kehidupan yang selalu memunculkan rasa ragu, takut dan bimbang. Ketika itu terjadi ada kuasa Allah yang begitu besar mampu meredakan segala “angin sakal” dalam kehidupan kita.
Setelah makan siang kami pergi mengunjungi sebuah tempat yaitu gereja Tabgha. Gereja yang dibangun pada masa Byzantium ini dibuat untuk mengenang dan mengingat sebuah kisah di dalam Alkitab yaitu cerita Yesus yang melipatgandakan ikan dan roti. Gedung gerejanya sangat bagus dengan tiga pintu untuk masuk ke dalam gereja. Di depan gereja ada pohon zaitun yang rindang.
Kisah Yesus yang melipatgandakan lima roti dan dua ikan menjadi kisah yang membawa saya kepada sebuah perenungan yang dalam yaitu: Yesus yang berbelas kasihan kepada setiap orang yang mengikuti-Nya. Yesus tidak mau setiap orang yang mengikutinya pulang dengan perut yang lapar.
Yesus memang mengajar mereka begitu juga menyembuhkan orang yang sakit diantara mereka. Tetapi sukacita yang sempurna itu terjadi ketika orang yang mengikuitnya juga pulang dengan perut yang sudah diisi.
Kisah dan perenungan ini menyentakkan saya akan kehadiran gereja dalam pelayanannya. Gereja harus bisa memastikan umatnya jangan ada yang kelaparan. Gereja yang terlalu sibuk membahas tata dasar organisasinya berikut sikut menyikut dalam perebutan kekuasaan adalah gereja yang gagal melaksanakan misi Yesus yaitu: jemaat pulang dalam kondisi terpenuhi segala kebutuhan rohani dan jasmaninya.
Setelah dari gereja Tabgha kami pergi ke Kapernaum. Tempat ini terletak di pesisir danau Galilea. Di dalam Alkitab tempat ini sering disebut-sebut. Setiap sabat, Yesus mengajar di kota ini dan pernah mengusir setan dari seorang yang kerasukan (Luk.4:31-37, Mrk. 1:21-28), anak perempuan Yairus kepala rumah ibadat tercatat dibangkitkan Yesus di tempat ini (Mrk.5:22; Luk.8:31).
Kisah penyembuhan terhadap orang sakit lumpuh yang diturunkan dari atap oleh sahabatnya juga dicatat terjadi di kota ini (Mrk. 2: 1-12; Luk.5:17-26; Mat.9:1-8). Penulis Injil Yohannes juga mencatat keajaiban perbuatan Yesus yang membangkitkan seorang anak pegawai istana (Yoh.4:46-54).
Begitu banyak kisah mujizat yang dilakukan Yesus di tempat ini. Walau demikian kota Kapernaum ini juga menjadi kota yang dihujat oleh Tuhan Yesus bersama kota yang lain, Khorazim dan Betsaida (Mat.11:23-24).
Kenapa dihujat? Karena penduduk kota Kapernaum telah mendapat kemewahan mendengar ajaran Yesus dan melihat Mujizat yang dilakukan-Nya tetapi penduduk kota ini tetap tidak percaya kepada Yesus. Yesus menubuatkan kehancuran kota ini “engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati”.
Nubuatan Yesus ini terbukti dan tergenapi dengan kehancuran kota ini pada tahun 750. Saat ini kota Kapernaum hanya menjadi sebuah reruntuhan saja. Saya masih dapat melihat sisa-sisa dari kota ini seraya merenung sebuah paradigma Ilahi yaitu: jika kita melakukan kesalahan karena tidak tahu, kita masih bisa diampuni tetapi sebaliknya kita mengetahui kebenaran itu dan sengaja menolaknya maka kita akan jatuh dari tempat yang tinggi.
Tempat terakhir yang kami kunjungi adalah sebuah bukit yang terletak di utara Israel yang sering disebut mount of beat (Bukit Sabda Bahagia). Bukit inilah yang diyakini dan dipercayai sebagai tempat Yesus menyampaikan ajaran-ajaran-Nya dengan begitu luar biasa.
Di dalam Alkitab sering disebut, Khotbah Yesus dibukit (Mat.5-Mat. 7; Luk.6:20-23). Para tokoh Alkitab sering menyebut ajaran Yesus di bukit ini sebagai undang-undang kerajaan Allah. Semua pengajaran Yesus di bukit ini merupakan tafsir baru atas ajaran yang berlaku saat itu. Sebuah tafsir yang membebaskan dan membawa pendengarnya menuju inti dari sebuah agama.
Beberapa tafsir baru yang mencerahkan dari Yesus dari atas bukit ini adalah: Jangan pergi menghadap Allah membawa korban kalau hati masih diliputi kemarahan dan dendam (Mat.5:24-25); Berzinah itu sudah terhitung dalam dosa ketika memandang perempuan dan menginginkannya (Mat.5:27-30); setiap suami yang menceraikan istrinya juga dipandang sebagai orang yang berzinah (Mat.5:31-32); Larangan untuk tidak bersumpah (Mat.5:33-37), ajaran untuk mengorbankan lebih daripada apa yang diaturkan secara hukum (Mat.5:38-42) dan ajakan untuk mengasihi musuh (Mat.5: 43-48).
Dari bukit ini juga Yesus mengajar para pendengarnya untuk melakukan setiap ritual agama bukan sebagai kewajiban kepada Tuhan melainkan sebuah bakti yang tulus dan Ikhlas. Hal ini nyata benar ketika Yesus mengajar beberapa topik mengenai sedekah, doa, berpuasa, mengumpulkan harta, kekuatiran, menghakimi, pengabulan doa, jalan yang benar dan hal ajaran yang sesat.
Ketika kami meninggalkan bukit ini, salah satu yang terngiang begitu kuat dalam pikiran saya adalah sabda Yesus yang menyebut: Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Mat.5:9).
Sabda ini saya tarik ke dalam hidup saya sendiri sebagai seorang pelayan di jemaatNya. Ada misi yang saya emban di dalam tugas pelayanan saya yaitu membawa damai di tengah-tengah kehidupan jemaat.
Tentu saja, sebelum misi ini terlaksana, saya harus memastikan diri saya sebagai seorang pemimpin yang dapat menjadi sumber damai di jemaat. Tidak menjadi sumber kerusuhan,cibiran atau malah pemicu pertengkaran. Misi hidup damai adalah satu hal yang penting dan menjadi kerinduan setiap orang.
0 Comments