Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Sang Naualuh Damanik, Raja Siantar yang Dibuang Belanda ke Bengkalis


BAGI masyarakat Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun sudah sering mendengar nama Sang Naualuh Damanik. Namun, tidak banyak orang mengetahui siapakah sebenarnya ‘Sang Naualuh’ itu. Apa dan bagaimana peranannya dalam pembangunan di Pematangsiantar dan Simalungun termasuk dalam membela agama Islam.

Raja Sang Naualuh Damanik, lahir di Pematang-siantar tahun 1857. Dia pernah memerintah Kerajaan Siantar dari tahun 1882–1904 dan tercatat sebagai Raja ke XIV dari Dinasti Siantar (1350-1904). Selama memimpin Kerajaan Siantar (1882-1904), Raja Sang Naualuh gigih berjuang menentang penjajahan Belanda, baik secara fisik maupun secara politis. Akibat perlawanan dan penolakannya menandatangani tanda takluk kepada Belanda yang dikenal dengan ‘Korte Verklaring’ akhirnya putra terbaik Simalungun tersebut ditangkap penjajah Belanda pada 1904.

Meskipun sudah menahan Raja Siantar itu selama dua tahun, namun penjajah Belanda belum juga merasa puas, hingga akhirnya Belanda mengasingkan Raja Sang Naulauh untuk seumur hidup ke Pulau Bengkalis pada tahun 1906. Selama memimpin Kerajaan Siantar, Raja Sang Naualuh sangat dicintai rakyatnya. Beliau juga dikenal sebagai pelopor, penganut dan pelindung agama Islam, khususnya di Kerajaan Siantar. Di samping itu, Raja Sang Naualuh sebagai perintis pembangunan kota Pematangsiantar-Simalungun.

Salah satu peranan Raja Sang Naualuh adalah membuka atau merintis jalan dari Pematangsiantar menuju Asahan, sekitar 50 kilometer. Jalan dimaksud hingga saat ini menjadi jalan yang sangat vital, menghubungkan Pematangsiantar, Kab. Simalungun, Kab. Batubara dan Asahan. Kalau dulu, nama jalan lebih dikenal dengan nama Jalan Asahan, saat ini nama jalan tersebut telah ditetapkan sebagai Jalan Sang Naualuh.
Raja Sang Naualuh mangkat di Bengkalis tahun 1914. Sebelum akhir hayatnya, beliau sempat menjadi guru mengaji di daerah pengasingannya.

Sementara lokasi makamnya berada di tanah wakaf Syech Budin Bin Senggaro, jalan Bantan, Desa Senggaro, Kec. Bengkalis, Kab.Bengkalis, Riau. Hingga saat ini makam Raja Siantar, Sang Naualuh terawat baik dan sering dikunjungi para peziarah, apakah itu peziarah dari Bengkalis, maupun yang datang dari Pematangsiantar dan Kab. Simalungun.

Seminar

Terkait dengan rencana Pemerintah Kabupaten Simalungun akan menerbitkan buku sejarah tentang keberadaan Raja Sang Naualuh, sekaligus permohonan pemberian gelar pahlawan, menurut Ketua Bappeda Simalungun Ir Muknir Damanik, masih memerlukan pengkajian mendalam.

Diakui Muknir, ada beberapa buku sejarah yang menceritakan tentang Raja Sang Naualuh. Namun dikatakan, dari beberapa buku sejarah tersebut terdapat bagian-bagian yang berbeda pandangan, sehingga untuk menyatukan persepsi perlu dilakukan seminar yang melibatkan Pemkab Simalungun, Pemkab Bengkalis dan para tokoh budaya, akademika dan lainnya.

Terkait dengan rencana seminar ini, pihaknya telah menghubungi langsung Pemkab Bengkalis. Melalui Asisten II Pemkab Bengkalis, Z Yusuf, menyatakan sangat bersimpati atas rencana Pemkab Simalungun untuk menerbitkan buku sejarah Raja Sang Naualuh itu. “Kami siap mendukung Pemkab Simalungun, apakah seminar diadakan di Siantar, di Jakarta bahkan di Bengkalis,” ujar Muknir menirukan ucapan Asisten II pemkab Bengkalis itu.

Muknir juga menyatakan salut dan berterima kasih kepada Pemkab Bengkalis, karena hingga saat ini pemerintah Bengkalis tetap mengalokasikan dana anggaran perawatan makam Raja Pematangsiantar tersebut. “Saya sudah saksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa makam ‘Oppung’ Sang Naualuh terawat dengan baik,” tambahnya. (Hasuna Damanik) Sumber : harian Waspada 16 Maret 2008 (http://budayadansejarahsimalungun.wordpress.com)

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments