Info Terkini

10/recent/ticker-posts

BERTEMU GURU BESAR DIHAR SIMALUNGUN


Penulis : Sultan Saragih – Aktivis Komunitas Jejak Simaloengoen

Usia nya telah mencapai 82 tahun, tapi ia masih mampu melakukan gerakan memindahkan kaki, melipat lalu menekuk kedua kaki naik turun dengan tangkas, memperagakan jurus dihar (pencak simalungun) tanpa rasa nyeri kedua lutut. Bandingkan lah dengan orang tua se usia beliau yang rata rata sudah menderita sakit encok, nyeri otot atau mengikuti terapi fisik.

Opung Obot Sipayung telah mempelajari dihar semenjak usia 15 tahun dari banyak guru dihar pada zaman nya. Pada Tahun 1950 an, ia mulai belajar jenis dihar Horbou Halung (Jurus Tanduk Kerbau) di Seribudolog, dihar Sitarlak dari Siloubuttu, dan dihar Natar dari seorang Guru Saman di Sidamanik. 
 
Rasa ingin tahu nya, membawa ia lebih jauh menguasai dihar Rimau Putih (Hantu Putih), hingga pencarian dihar sebagai atraksi pertunjukan seperti jurus Balang Sahua (Belalang Sembah), Sirintak Hotang (mencari rotan), Pakkail (orang memancing) dan Bodat Nahaudanan (monyet kehujanan). 
 
 Kekayaan seni dihar simalungun ini telah lengkap dipelajari dan cukup lama ditekuni, sehingga layak disebut Maestro Dihar Simaungun. Bagi nya belajar dihar tidak cukup hanya satu hingga dua tahun saja, tapi sebuah penghayatan seni seumur hidup.

Pada hari Kamis (17/5) Komunitas Jejak Simaloengoen menemui Opung Obot Sipayung yang bertempat tinggal di daerah sibatu batu, Jl. Gurilla Kec. Siantar Sitalasari. Kegiatan ini merupakan upaya generasi muda untuk menghidupkan kembali seni tradisi dihar simalungun yang memiliki kategori langka dan jarang sekali ditampilkan dalam pertunjukan. 
 
Tidak ada nya sanggar yang khusus menggali dan mengembangkan seni dihar, minim nya informasi dan promosi, serta pengelolaan yang masih tradisional, lambat laun membuat seni tradisi hilang dari khazanah seni pertunjukan. Pertemuan ketiga ini merupakan bagian dari program KJS, Satu Tahun Mengangkat Seni Tradisi Dihar Simalungun melalui seri pelatihan dihar, pembuatan film dokumenter, Event 100 Pandihar Jurus Balang Sahua hingga pementasan drama panggung dihar, Horpu Pinar Sihora (jurus empat penjuru mata angin).

Opung Obot Sipayung mengisahkan masa lalu nya tentang cara orang dahulu belajar dihar. Ia bersama murid dihar lainnya berjalan beriringan membawa obor ke dalam hutan. Gelanggang mereka berlatih adalah tempat tersembunyi yang tidak bisa dilihat oleh siapa pun. Maklum, Ilmu ini bersifat rahasia bagi orang lain yang memiliki kemungkinan berniat mencuri atau menyerap belajar diam diam ilmu jurus nya.
 
Mengenai asal usul dihar, Ia menuturkan bahwa Sitarlak dan Horbou Halung lah yang asli turun temurun milik leluhur simalungun, sedangkan dihar lainnya seperti Natar merupakan pengembangan dari Guru Saman (Padang Sidempuan). Opung Obot Sipayung sendiri adalah keturunan generasi ke-22 Goraha (panglima) Harajaon Dolog Silou yang memiliki tugas memimpin peperangan melawan musuh.

Hal yang paling mengkhawatirkan bila memberi pelajaran dihar bagi remaja adalah muncul nya sikap sok jago karena baru menguasai beberapa jurus yang mematikan sudah membuat ulah. Hal ini akan membuat generasi muda gemar berkelahi untuk memenangkan ego remaja. 
 
Padahal, dihar memiliki sikap dasar gerakan yang tidak arogan, lebih baik bertindak diam daripada menyerang. Hidup tanpa mencari musuh, dihar sebagai sarana pertahanan, digunakan hanya untuk jaga badan. 
 
Juga jauh dari sifat tong kosong nyaring bunyi nya, banyak berlagak tapi tanpa isi. Filosofi orang simalungun “Toruh Maruhur” (rendah hati) sebagai cermin karakter dan sikap hidup orang simalungun tercermin dalam jiwa dihar ini. Kita memberikan kesimpulan, dihar tepat di ajarkan untuk usia dewasa, sedangkan tor tor dihar bagi kalangan anak anak dan remaja.

Dihar juga lah dasar dari tor tor simalungun, sebagai pembeda dengan gerakan tor tor etnik lain seperti Toba, Karo, Pak Pak dan Mandailing. Ketidakseragaman bentuk gerakan tangan dan hentakan kaki yang dilakukan oleh orang simalungun dalam menyambut irama gondrang di acara pesta adat mulai sering terlihat rancu. 
 
Akibatnya, Tor Tor hanya sebatas pembelajaran langsung di pesta dengan melirik gerakan ke kiri dan ke kanan, tanpa pengetahuan akan gerakan dasar, sikap serta filosofi warisan leluhur yang mendasar. Orang Simalungun jika hendak mengembalikan identitas dan jati diri nya, harus mengembalikan dihar sebagai sumber pembelajaran budaya secara awal.

Dihar adalah kekayaan seni tradisi bela diri nusantara seperti juga mosak di suku Toba, ndikar pada suku Karo, serta pencak silat di Jawa Barat. Berhadapan dengan daya minat generasi muda yang jauh lebih suka mempelajari karate, tae kwondo, wushu, dan jenis bela diri lain, mengapa kita tidak sama sama berupa membuat inovasi terhadap seni tradisi sendiri ? 
 
Generasi muda dapat belajar dari manajemen kungfu Tai Chi yang sudah jauh lebih modern dalam melestarikan dan mengajarkan kearifan hidup ajaran leluhur nya. Sungguh, sebuah peradaban yang sangat menghargai warisan nenek moyang.

Tugas kita adalah menciptakan dan menjelaskan secara ilmiah popular gerakan serta falsafah dihar simalungun agar dapat diterima kembali oleh masyarakat. Untuk itu, Komunitas Jejak Simaloengoen cepat cepat belajar lebih awal kepada Guru Besar Dihar Simalungun, Opung Obot Sipayung. Salam Budaya !

Fotografer : Franswell Fabo Sumbayak
Tim Dihar : Hendry Damanik, Jhon Damanik, Salim Garingging,

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments