Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Ketersediaan Bahan Baku Ulos Harus Dikawal

FOTO BERSAMA- Dirjen IKM RI Euis Saedah dan rombongan foto bersama dengan sejumlah pimpinan SKPD dari Kabupaten Simalungun, Samosir, Tapanuli, Toba Samosir dan Pematangsiantar, usai menerima cenderamata di Inna Hotel, Parapat, Rabu (2/5). (Foto: Jetro)FOTO BERSAMA- Dirjen IKM RI Euis Saedah dan rombongan foto bersama dengan sejumlah pimpinan SKPD dari Kabupaten Simalungun, Samosir, Tapanuli, Toba Samosir dan Pematangsiantar, usai menerima cenderamata di Inna Hotel, Parapat, Rabu (2/5). (Foto: Jetro)PARAPAT- Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) RI Euis Saedah menegaskan, agar ketersediaan bahan baku tenun ulos tetap dikawal. Bila bahan baku tersebut dikawal, akan bisa menentukan harga di tengah persaingan pasar. Dan diharapkan dari perguruan tinggi tetap mengawasinya.

Hal itu disampaikan pada Forum Group Discussion (FGD) Kalster IKM Fashion dan temu usaha IKM tenun ulos yang dilaksanakan di Parapat, Rabu (2/5) yang dihadiri seratusan peserta yang terdiri dari berbagai intansi di Kabupaten Simalungun, Samosir, Tapanuli Utara, Toba Samosir dan Pematangsiantar, serta para narasumber dari Jakarta dan para pengrajin dan penenun ulos.

Dirjen IKM menjelaskan, pada tiga tahun mendatang, kebebasan berindustri sudah semakin terbuka. Sehingga keadaan tersebut akan membuka kran terhadap negara-negara luar yang lebih pintar, seperti Malaysia dan negara tetangga lainnya untuk mengembangkan industrinya di Indonesia. Jika kondisi ini tidak disikapi dengan jeli, para pengusaha maupun pengrajin dan penenun ulos di Indonesia akan tergilas sendiri dan menjadi penonton di rumahnya sendiri.

Sementara Ir Ramon Bangun MBA dari Dirjen Basis Industri Manufaktur sangat menyesalkan kurangnya ketersediaan bahan baku di Indonesia. Sebab berdasarkan analisis datanya, bahan baku yang asalnya dari Indonesia sendiri lebih banyak di eksport ke luar Negara. Sehingga kestabilan terhadap ketersediaan bahan baku akan berdampak kepada sejumlah pengrajin dan penenun ulos maupun pengusahanya.  

Pada sisi lain Ramon Bangun juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap pengrajin dan penenun ulos di Indonesia, di mana hasil yang dirasakan tidak sesuai dengan jerih payah dari para pekerjanya, seperti penelitian yang pernah dilakukannya di Samosir. Seorang pekerja di sana hanya bisa menghasilkan keuntungan sebesar Rp80 ribu yang dikerjakan selama 4 hari. Berarti, pendapatannya dalam satu hari hanya Rp20 ribu saja.

Dia pun berharap kepada para pengrajin maupun penenun ulos yang tak terlepas dari pengusahanya agar dapat memikirkan pembuatan satu kerajinan industri seperti di salah satu negara luar yang mampu menciptakan satu kerajinan dengan mutu yang bagus dan dijual seharga Rp6 juta. “Dengan begitu, hasil jerih payah si pekerja dapat dinikmati beberapa minggu dan bahkan menutupi kebutuhan untuk satu bulan,” ujarnya.

Pada sesi berikutnya, salah seorang pengembang pengrajin tenun ulos di Jakarta, Marta Sirait br Napitupulu menyampaikan akan pentingnya tenun ulos sebagai hasil industri untuk dikembangkan dan dapat didesain sejajar dengan tuntutan kebutuhan di pasar. “Untuk pengembangan industri sangat diperlukan kerja sama dengan orang lain. Dan pelaku pengrajin orang Batak dituntut agar dapat merendahkan diri. Bagaimanalah untuk merangkul demi kemajuan usaha,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Marta mengungkapkan bahwa pengrajin maupun penenun ulos di Sumatera sudah jauh ketinggalan dengan Pulau Jawa. Untuk itu perlu meningkatkan desain terhadap industri mandar Balige, membuat busana kantor, busana pesta, baju pakaian sekolah, taplak meja, sarung bantal, dompet, keramik bercorak gorga, hiasan dinding dari hasil industri pengrajin maupun tenunan ulos. “Mau melayani luar, harus mau melayani di dalam dulu,” imbuhnya. (metrosiantar.com)

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments