Hal itu disampaikan pada Forum Group Discussion (FGD) Kalster IKM
Fashion dan temu usaha IKM tenun ulos yang dilaksanakan di Parapat, Rabu
(2/5) yang dihadiri seratusan peserta yang terdiri dari berbagai
intansi di Kabupaten Simalungun, Samosir, Tapanuli Utara, Toba Samosir
dan Pematangsiantar, serta para narasumber dari Jakarta dan para
pengrajin dan penenun ulos.
Dirjen IKM menjelaskan, pada tiga tahun
mendatang, kebebasan berindustri sudah semakin terbuka. Sehingga keadaan
tersebut akan membuka kran terhadap negara-negara luar yang lebih
pintar, seperti Malaysia dan negara tetangga lainnya untuk mengembangkan
industrinya di Indonesia. Jika kondisi ini tidak disikapi dengan jeli,
para pengusaha maupun pengrajin dan penenun ulos di Indonesia akan
tergilas sendiri dan menjadi penonton di rumahnya sendiri.
Sementara Ir Ramon Bangun MBA dari
Dirjen Basis Industri Manufaktur sangat menyesalkan kurangnya
ketersediaan bahan baku di Indonesia. Sebab berdasarkan analisis
datanya, bahan baku yang asalnya dari Indonesia sendiri lebih banyak di
eksport ke luar Negara. Sehingga kestabilan terhadap ketersediaan bahan
baku akan berdampak kepada sejumlah pengrajin dan penenun ulos maupun
pengusahanya.
Pada sisi lain Ramon Bangun juga mengungkapkan
keprihatinannya terhadap pengrajin dan penenun ulos di Indonesia, di
mana hasil yang dirasakan tidak sesuai dengan jerih payah dari para
pekerjanya, seperti penelitian yang pernah dilakukannya di Samosir.
Seorang pekerja di sana hanya bisa menghasilkan keuntungan sebesar Rp80
ribu yang dikerjakan selama 4 hari. Berarti, pendapatannya dalam satu
hari hanya Rp20 ribu saja.
Dia pun berharap kepada para pengrajin
maupun penenun ulos yang tak terlepas dari pengusahanya agar dapat
memikirkan pembuatan satu kerajinan industri seperti di salah satu
negara luar yang mampu menciptakan satu kerajinan dengan mutu yang bagus
dan dijual seharga Rp6 juta. “Dengan begitu, hasil jerih payah si
pekerja dapat dinikmati beberapa minggu dan bahkan menutupi kebutuhan
untuk satu bulan,” ujarnya.
Pada sesi berikutnya, salah seorang
pengembang pengrajin tenun ulos di Jakarta, Marta Sirait br Napitupulu
menyampaikan akan pentingnya tenun ulos sebagai hasil industri untuk
dikembangkan dan dapat didesain sejajar dengan tuntutan kebutuhan di
pasar. “Untuk pengembangan industri sangat diperlukan kerja sama dengan
orang lain. Dan pelaku pengrajin orang Batak dituntut agar dapat
merendahkan diri. Bagaimanalah untuk merangkul demi kemajuan usaha,”
ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Marta
mengungkapkan bahwa pengrajin maupun penenun ulos di Sumatera sudah jauh
ketinggalan dengan Pulau Jawa. Untuk itu perlu meningkatkan desain
terhadap industri mandar Balige, membuat busana kantor, busana pesta,
baju pakaian sekolah, taplak meja, sarung bantal, dompet, keramik
bercorak gorga, hiasan dinding dari hasil industri pengrajin maupun
tenunan ulos. “Mau melayani luar, harus mau melayani di dalam dulu,”
imbuhnya. (metrosiantar.com)
0 Comments