Pendidikan Penting Untuk Membangun Peradaban

Demikian disampaikan Menteri Pendidikan dan Kabudayaan (Mendikbud)
Republik Indonesia Muhammad Nuh dalam sambutan tertulisnya dengan tema
“Bangkitnya Generasi Emas Indonesia” yang dibacakan Plt Sekda Drs Gidion
Purba saat bertindak sebagai pembina upacara pada Hari Pendidikan
Nasional (Hardiknas) Kabupaten Simalungun yang dipusatkan di halaman eks
kantor Bupati Simalungun, Pamatang Raya, Rabu (2/5).
“Kita harus bersyukur bahwa pada tahun
2010 sampai 2035, bangsa kita dikarunia oleh Tuhan Yang Maha Kuasa
potensi Sumber Daya Manusia (SDM) berupa populasi usia produktif yang
jumlahnya besar. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya sejak
Indonesia merdeka dapat kita kelola dan memanfaatkannya dengan baik,
populasi yang jumlahnya besar tersebut akan menjadi bonus demografi
(demographic dividend) yang sangat berharga”, kata Mendikbud dalam
sambutan tertulisnya.
Dia melanjutkan, periode 2010 sampai
2035 kita harus melakukan investasi besar-besaran dalam bidang
pengembangan SDM sebagai upaya menyiapkan generasi 2045, yaitu saat 100
tahun Indonesia merdeka. Karenanya, kita harus menyiapkan generasi akses
seluas-luasnya kepada anak bangsa untuk memasuki dunia pendidikan,
mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke perguruan tinggi.
Untuk mempersiapkan generasi emas
tersebut, telah disiapkan kebijakan yang sistematis yang memungkinkan
terjadinya mobilitas vertikal secara masif. Untuk itu, mulai tahun 2011
yang lalu telah dilakukan gerakan PAUD, penuntasan dan peningkatan
kualitas pendidikan dasar, menyiapkan Pendidikan Menengah Universal
(PMU) yang akan dimulai pada 2013.
Di samping itu, perluasan akses ke
perguruan tinggi juga disiapkan melalui pendirian Perguruan Tinggi
Negeri (PTN) di daerah perbatasan dan memberikan akses secara khusus
kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi, tetapi
berkemampuan baik.
Hardiknas tahun 2012 di Kabupaten Simalungun ditandai
dengan upacara pengibaran Bendera Merah Putih yang diiringi lagu
Indonesia Raya, hening cipta dan pembacaan teks Pancasila, Pembukaan UUD
1945. Bertindak sebagai pemimpin upacara Kadis Pendidikan Resman H
Saragih SSos.
Upacara tersebut diikuti siswa-siswi
SLTA, SLTP, SD, Pramuka, mahasiswa, OKP, Satpol PP dan PNS di jajaran
Pemkab Simalungun. Tampak hadir dalam upacara tersebut Bupati Simalungun
JR Saragih Saragih, Ketua DPRD Binton Tindaon, Wakil Bupati Hj Nuriaty
Damanik, mewakili Kapolres Simalungun Kompol Amri S, mewakil Kajari
Bilin Sinaga, mewakil Ketua PN Ramses Pasaribu, rombongan DPRD Aceh
Singkil yang melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Simalungun, KNPI dan
para pejabat dilingkungan Pemkab Simalungun.
Di kesempatan tersebut, Bupati
Simalungun didampingi unsur pimpinan daerah, Ketua DPRD dan wakil bupati
serta Plt Sekda menandatangani prasasti penggunaan ruang kelas baru SDN
091317 Pamatang Raya, SMPN 1 Raya dan SMAN1 Raya. Dilanjutkan dengan
penyerahan beasiswa kepada putra-putri tenaga kerja peserta jamsostek
Pematangsiantar yang berprestasi. Untuk siswa SD 10 orang, SLTP 8 orang,
SLTA 7 orang dan mahasiswa 5 orang.
Selanjutnya, pemberian piagam
penghargaan kepada siswa-siswi SLTA yang meraih juara I-III lomba
Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun 2012 dengan mata pelajaran
matematika, fisika, kimia, biologi, komputer, astronomi, ekonomi dan
kebumian. Pelaksanaan Hardiknas ini juga dimeriahkan penampilan tarian
Simalungun yang dibawakan PAUD Kasih Ibu Kecamatan Tapian Dolok dan PAUD
TK Negeri Pembina Raya serta siswi SMPN 2 Raya.
20 Siswa Terima Beasiswa
Sebanyak 20 siswa SD hingga SMA serta mahasiswa perguruan tinggi di Kota Siantar menerima beasiswa selama 12 bulan dari PT Jamsostek Pematangsiantar. Pemberian beasiswa dalam rangka peringatan Hardiknas yang dilaksanakan di Lapangan Adam Malik, Rabu (2/5).
Pemberian beasiswa diberikan
Walikota Siantar Hulman Sitorus didampingi unsur Muspida Kota Siantar.
Penerima beasiswa antara lain, 10 siswa SD, 2 siswa SMP, 8 siswa SMA dan
1 mahasiswa. Beasiswa diberikan dalam bentuk tabungan Bank Sumut.
Besaran bantuan setiap bulan Rp150 ribu untuk siswa SD hingga SMP serta
Rp200 ribu untuk siswa SMA dan mahasiswa perguruan tinggi.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional di
Lapangan Adam Malik juga diisi penampilan marching band SDN 122349 Jalan
Bola Kaki, marching band SMP Muhammadiyah, SMA Sultan Agung dan SMAN 4.
Usai upacara di Lapangan Adam Malik, kegiatan peringatan Hardiknas
dilanjutkan dengan ziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Nagur. (metrosiantar.com)
Kini Sekolah Dasar Pelopor di Pesisir Danau Toba Simalungun Merena
Tragis : Bangunan SD Inpres 091383 Desa Hutaimbaru yang berdiri
kokoh dipinggir Danau Toba, kini mulai hancur. Bangunan sekolah sudah
rusak dan dimanfaatkan warga desa setempat untuk lokasi pesta. Warga
setempat meminta Pemerintah Kabupaten Simalungun membuka kembali sekolah
tersebut. Foto sauhur/ asenk lee saragih
SD Impres 091383 Desa Hutaimbaru yang menjadi SD Pionir dijaman tahun 1980an hingga 1997, kini tinggal kenangan dan sudah dibongkar untuk Los. Tidak adanya guru yang tinggal di desa itu membuat sekolah tersebut ditutup. Foto Asenk Lee Saragih
Hutaimbaru, Sauhur
Tragis dan ironis, begitu kesan penulis saat menginjakkan kaki di areal Sekolah Dasar (SD) Inpres 091383 Desa Hutaimbaru, Kelurahan Bangun Mariah, Kecamatan Pematang Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (8/5/10). Desa Hutaimbaru bisa ditempuh dari dua arah yakni dari Desa Haranggaol dan Desa Tongging dengan tranportasi kapal kayu mesin.
Jarak tempuh perjalanan normal dari ibukota Kabupaten Simalungun, Pematang Raya ke Desa Hutaimbaru memakan waktu kurang lebih 3 jam. Letak desa ini percis di pinggir Danau Toba. Jumlah penduduk sekitar 50 kepala keluarga (KK) dan jumlah anak didik SD sekitar 30 orang.
Kini bangunan SD Inpres 091383 Hutaimbaru kondisinya memprihatinkan. Kini SD Inpres Hutaimbaru tinggal kenangan. Bangunan yang dulunya megah dan permanen, kini tinggal kerangka. Bahkan tiga gedung utama sebagai ruangan kelas hancur tanpa isi. Seluruh bangku, meja dan arsip buku-buku lenyap tak tahu rimbanya.
Ironis memang. Disaat pemerintah gencar meningkatkan mutu pendidikan, namun dunia pendidikan di desa pesisir Danau Toba justru merana. Program pemerintah meningkatkan mutu pendidikan wajib belajar sembilan tahun di tingkat perkotaan boleh saja dibilang maju.
Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga digalakkan guna memberantas buta aksara. Namun pembangunan pendidikan di pedesaan kerap terabaikan karena kurang perhatian pemerintah setempat.
SD Inpres 091383 Desa Hutaimbaru, salah satu contoh merananya dunia pendidikan ditingkat pedesaan. SD ini luput dari perhatian pemerintah. SD Inpres Hutaimbaru tahun 1965-1990, berkembang pesat, dan menjadi pioner sekolah dasar di pesisir Danau Toba Kabupaten Simalungun.
Bangunan SD Hutaimbaru dibangun tahun 1965 oleh St Efraim Manihuruk/ RP br Haloho. Bahkan St Efraim Manihuruk sebagai guru pertama di SD Hutaimbaru dan kemudian ada guru Jasalmon Sinaga.
Memasuki tahun 1991, SD Hutaimbaru justru tutup dengan alasan guru tak ada yang betah tinggal di Desa Hutaimbaru. Sepuluh tahun sudah sekolah kebanggan masyarakat Hutaimbaru itu tutup. Padahal kini ada sekitar 30 anak didik wajib belajar di desa tersebut.
Tahun 1965 hingga tahun 1990an, SD Hutaimbaru merupakan sekolah SD utama untuk empat desa tetangga. Seperti Desa Soping, Soping Sabah, Nagori Purba dan Hutaimbaru sendiri.
“Sekolah SD Hutaimbaru tahun 1990 ada sebanyak 7 guru sekolah. Namun kini sekolah kebanggan warga Desa Hutaimbaru itu tinggal kenangan. Alasan guru tidak betah, membuat pemerintah menutup sekolah ini,”kata Kennedy Turnip warga setempat kepada BATAKPOS, Minggu (9/5).
Menurut Kennedy Turnip, tutupnya sekolah SDN Hutaimbaru 10 tahun lalu, karena tidak ada guru. Penempatan guru yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun hanya bisa bertahan sekitar tiga bulan.
“Alasan para guru karena jaraknya jauh dari ibukota Kecamatan, Saribudolok. Kemudian tempat mengajar tergolong desa terisolir. Banyak guru yang sudah ditempatkan di desa ini pindah. Mereka melakukan segala cara yang penting pindah dari desa ini,”katanya.
Tokoh masyarakat dan juga Perutusan Sinody Bolon GKPS Resort Tongging selama 15 tahun, St Berlin Manihuruk menambahkan, ada sekitar 30 anak wajib belajar SD di desa tersebut. Kini anak didik itu harus berjalan kaki sepanjang lima kilo meter lebih untuk menempuh sekolah SD desa tetangga yakni Soping.
“Orang tua murid sudah berulang kali mengajukan permohonan untuk membuka kembali SDN Hutaimbaru. Namun alasan dari pihak kecamatan, muridnya terlampau sedikit dan guru tidak ada yang mau berdomisili di desa ini. Ini yang menjadi persoalan,”katanya.
Disebutkan, sudah ada dua SD di pesisir Danau Toba Kabupaten Simalungun yang tutup. Selain SD Hutaimbaru kemudian SD Inpres Desa Baluhut, Kecamatan Pematang Silimahuta, Simalungun.
Menurut warga Desa Hutaimbaru, Kepala Desa Hutaimbaru, Saudin Sidauruk terkesan tidak peduli dengan dunia pendidikan di Desa Hutaimbaru. Kades tersebut lebih memikih mengurusi bantuan pemerintah seperti Beras Miskin (Raskin), PNPM dan konfersi minyak tanah ke gas elpiji.
“Kita berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun agar memperhatikan dunia pendidikan hingga ke desa-desa pelosok. Kita juga berharap putra Desa Hutaimbaru diperantauan dapat menjembatani kepada pemerintah agar SD Inpres Hutaimbaru dibuka kembali,”ujarnya. (asenk lee saragih)
Tragis dan ironis, begitu kesan penulis saat menginjakkan kaki di areal Sekolah Dasar (SD) Inpres 091383 Desa Hutaimbaru, Kelurahan Bangun Mariah, Kecamatan Pematang Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (8/5/10). Desa Hutaimbaru bisa ditempuh dari dua arah yakni dari Desa Haranggaol dan Desa Tongging dengan tranportasi kapal kayu mesin.
Jarak tempuh perjalanan normal dari ibukota Kabupaten Simalungun, Pematang Raya ke Desa Hutaimbaru memakan waktu kurang lebih 3 jam. Letak desa ini percis di pinggir Danau Toba. Jumlah penduduk sekitar 50 kepala keluarga (KK) dan jumlah anak didik SD sekitar 30 orang.
Kini bangunan SD Inpres 091383 Hutaimbaru kondisinya memprihatinkan. Kini SD Inpres Hutaimbaru tinggal kenangan. Bangunan yang dulunya megah dan permanen, kini tinggal kerangka. Bahkan tiga gedung utama sebagai ruangan kelas hancur tanpa isi. Seluruh bangku, meja dan arsip buku-buku lenyap tak tahu rimbanya.
Ironis memang. Disaat pemerintah gencar meningkatkan mutu pendidikan, namun dunia pendidikan di desa pesisir Danau Toba justru merana. Program pemerintah meningkatkan mutu pendidikan wajib belajar sembilan tahun di tingkat perkotaan boleh saja dibilang maju.
Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga digalakkan guna memberantas buta aksara. Namun pembangunan pendidikan di pedesaan kerap terabaikan karena kurang perhatian pemerintah setempat.
SD Inpres 091383 Desa Hutaimbaru, salah satu contoh merananya dunia pendidikan ditingkat pedesaan. SD ini luput dari perhatian pemerintah. SD Inpres Hutaimbaru tahun 1965-1990, berkembang pesat, dan menjadi pioner sekolah dasar di pesisir Danau Toba Kabupaten Simalungun.
Bangunan SD Hutaimbaru dibangun tahun 1965 oleh St Efraim Manihuruk/ RP br Haloho. Bahkan St Efraim Manihuruk sebagai guru pertama di SD Hutaimbaru dan kemudian ada guru Jasalmon Sinaga.
Memasuki tahun 1991, SD Hutaimbaru justru tutup dengan alasan guru tak ada yang betah tinggal di Desa Hutaimbaru. Sepuluh tahun sudah sekolah kebanggan masyarakat Hutaimbaru itu tutup. Padahal kini ada sekitar 30 anak didik wajib belajar di desa tersebut.
Tahun 1965 hingga tahun 1990an, SD Hutaimbaru merupakan sekolah SD utama untuk empat desa tetangga. Seperti Desa Soping, Soping Sabah, Nagori Purba dan Hutaimbaru sendiri.
“Sekolah SD Hutaimbaru tahun 1990 ada sebanyak 7 guru sekolah. Namun kini sekolah kebanggan warga Desa Hutaimbaru itu tinggal kenangan. Alasan guru tidak betah, membuat pemerintah menutup sekolah ini,”kata Kennedy Turnip warga setempat kepada BATAKPOS, Minggu (9/5).
Menurut Kennedy Turnip, tutupnya sekolah SDN Hutaimbaru 10 tahun lalu, karena tidak ada guru. Penempatan guru yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun hanya bisa bertahan sekitar tiga bulan.
“Alasan para guru karena jaraknya jauh dari ibukota Kecamatan, Saribudolok. Kemudian tempat mengajar tergolong desa terisolir. Banyak guru yang sudah ditempatkan di desa ini pindah. Mereka melakukan segala cara yang penting pindah dari desa ini,”katanya.
Tokoh masyarakat dan juga Perutusan Sinody Bolon GKPS Resort Tongging selama 15 tahun, St Berlin Manihuruk menambahkan, ada sekitar 30 anak wajib belajar SD di desa tersebut. Kini anak didik itu harus berjalan kaki sepanjang lima kilo meter lebih untuk menempuh sekolah SD desa tetangga yakni Soping.
“Orang tua murid sudah berulang kali mengajukan permohonan untuk membuka kembali SDN Hutaimbaru. Namun alasan dari pihak kecamatan, muridnya terlampau sedikit dan guru tidak ada yang mau berdomisili di desa ini. Ini yang menjadi persoalan,”katanya.
Disebutkan, sudah ada dua SD di pesisir Danau Toba Kabupaten Simalungun yang tutup. Selain SD Hutaimbaru kemudian SD Inpres Desa Baluhut, Kecamatan Pematang Silimahuta, Simalungun.
Menurut warga Desa Hutaimbaru, Kepala Desa Hutaimbaru, Saudin Sidauruk terkesan tidak peduli dengan dunia pendidikan di Desa Hutaimbaru. Kades tersebut lebih memikih mengurusi bantuan pemerintah seperti Beras Miskin (Raskin), PNPM dan konfersi minyak tanah ke gas elpiji.
“Kita berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun agar memperhatikan dunia pendidikan hingga ke desa-desa pelosok. Kita juga berharap putra Desa Hutaimbaru diperantauan dapat menjembatani kepada pemerintah agar SD Inpres Hutaimbaru dibuka kembali,”ujarnya. (asenk lee saragih)
0 Comments