Dikubur Satu Peti
Pagi itu sebelum matahari terbit,
keluarga korban mengadakan acara mompo atau memasukkan mayat ke rumah
barunya atau peti mayat. Acara ini sekaligus memberikan Ulos Tujung dari
Tulang pihak keluarga laki-laki kepada Togar Samosir. Pemberian ulos
ini sebagai pertanda istri Togar sudah meninggal dunia. Saat pemberian
ulos ini dibarengi tangisan histeris oleh Togar Samosir.
Setelah pemberian ulos itu, pihak
keluarga perempuan memberikan kata nasihat kepada pihak keluarga
laki-laki. Selain itu keluarga perempuan juga memberikan Ulos Batak
sebagai tanda perpisahan dengan korban. Ternyata selain memberi ulos,
ada juga dari keluarga perempuan yang memberikan uang duka kepada Togar.
Begitu juga dari pihak keluarga besar Togar ada juga yang memberikan
uang duka kepada keluarga yang kemalangan.
Selanjutnya dilakukan makan bersama
antara keluarga korban beserta orang sekampung yang hadir di rumah duka
itu. Beberapa tokoh masyarakat memberikan kata penyemangat kepada
keluarga yang kemalangan. Selanjutnya, keluarga yang kemalangan
menyerahkan kedua jasad kepada pihak gereja untuk di-sakramen. Usai
acara sakramen, pihak gereja kembali menyerahkan jasad korban kepada
keluarga untuk menutup peti mayat dan langsung dibawa ke pemakaman.
Lokasi pemakaman berjarak sekitar 500
meter dari rumah korban dan berlokasi di perbukitan. Setiba di kuburan,
peti diletakkan di atas kedua batang kayu yang melintang di atas tanah
yang telah dikeruk. Kedua jenazah yang berada dalam satu peti lalu
dimasukkan ke dalam tanah untuk dikuburkan. Acara pemakaman berjalan
lancar, meski hujan gerimis turun sebentar.
Suara tangis mulai terdengar ketika
Togar menyampaikan kepada putranya Janwelli Samosir yang masih kecil
untuk tidak mencari ibunya lagi. “Mama mu telah pergi dan tidak akan
kembali lagi, tidak usah lagi cari ya anakku,” kata Togar dengan isak
tangis kepada anaknya. “Kenapa Mama ditanam Pak, siapa yang buat itu,”
tanya Janwelli kepada ayahnya. Mendengar Janwelli berbicara demikian,
seketika tangisan histeris kembali terdengar di lokasi pemakaman itu.
Akhinya Janwelli yang tadinya tidak menangis akhirnya ikut menangis dan
memanggil ibunya. Keluarga dan warga yang ikut ke pemakaman sedih saat
melihat Janwelli yang ditinggal pergi ibunya.
Tuntut RSU Djasamen
Adik korban Benri Sidabutar (36), warga Baru Tengah, Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, sengaja datang untuk menyaksikan pemakaman kakaknya. Dia mengatakan, setelah mengetahui kabar kematian kakaknya yang tragis itu, keluarga meminta agar pihak RSU Djasamen Saragih bertanggung jawab.
Jika RSU Djasamen tidak mau
bertanggung jawab, mereka akan melaporkan kasus ini ke Kementerian
Kesehatan di Jakarta dengan dugaan malpraktik. “Jika pihak rumah sakit
tidak mau bertanggung jawab, saya akan melaporkan kasus ini ke
Kementerian Kesehatan,” ujar Benri Sidabutar.
Kakak korban yang lain, Darmawati br
Sidabutar (42) menuturkan, mereka sangat keberatan dengan sikap pihak
rumah sakit yang menelantarkan pasien Jampersal. Namun jika pihak rumah
sakit tidak bertanggung jawab, keluarga korban akan melaporkan kasus ini
sesuai hukum yang belaku. “Kami dari pihak keluarga akan menuntut
tuntas atas kejadian ini,” tegas Darmawati. (MSC)
0 Comments