Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Bertambah (Lagi) Derita Guru dan Murid di Simalungun

 
Kalau saja ada yang membuat rekaman apa adanya guru dan murid di Simalungun, maka akan terlihatlah album yang teramat sosiodramatis. Betapa tidak. Guru yang disebut-sebut sebagai garda terdepan pendidikan itu, ekh justru kadang dijadikan kambing hitam tapi kadang pula justru dijadikan sapi perahan. Kalau mutu dan kualitas pendidikan anjlok melorot, gurulah yang dibebankan untuk bertanggung jawab. Padahal, mereka tidak terlalu diperhatikan Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun, malah acapkali dijadikan sumber penghasilan. 

Sementara, berbagai hak mereka acapkali dikebiri bahkan Uang Makan atau yang populer juga disebut sebagai Uang Lauk Pauk, mereka tak dapatkan. Bahkan, kalau dibanding dengan guru di daerah lain, guru Simalungun terkesan amat diabaikan. Lihat misal Tunjangan Kesejahteraan mereka yang jauh lebih rendah dan kecil dibanding dengan guru di Samosir, Pakpak Bharat atau Humbang Hasundutan.

Murid di Simalungun juga hampir sama dengan. Hak mereka khususnya murid SD dan SMP untuk mendapatkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), setiap periode selalu dimainkan. Ragam kutipan dilakukan dengan berbagai alasan, padahal ada aturan yang menyebut terhadap siswa SD dan SMP tidak dipernankan untuk mengutip uang dengan alasan dan dalih apa pun, berkaitan dengan program Wajib Belajar 9 Tahun. Siswa yang sering disebut sebagai harapan bangsa, penerus generasi mendatang, acapkali dijadikan obyek sekaligus subyek. 

Dan, sekali lagi Pemkab Simalungun terkesan tidak memiliki itikad baik untuk memperbaiki keadaan yang sudah terpuruk itu. Cermatilah. Berapa sih setiap tahunnya belakangan ini siswa di Simalungun yang mendapatkan prestasi di tingkat regional apalagi di tingkat nasional ? Bisa masuk ke PTN (Perguruan Tinggi Negeri) favorit saja bisa dihitung dengan jari.

Bupati Simalungun sendiri, JR Saragih, agaknya tak memiliki niat dan kemampuan untuk membenah sekaligus memperbaiki keadaan yang runyam dan terpuruk ini. Malah timbul kesan, justru ikut memperparah keadaan hingga semakin konyol dan brengsek. Issu dan rumor tak sedap beredar malah, misalnya adanya kutipan dari setiap kepala sekolah yang disebut sebagai Uang Penyegaran. 

Peran Komite Sekolah apalagi Dewan Pendidikan tidak difungsikan sebagaimana adanya. Mau bagaimana Dewan Pendidikan Simalungun bisa memerankan tugas dan fungsinya memang, jika dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) justru tidak ada ditampung sama sekali dana untuk Dewan Pendidikan Simalungun. Gedung atau kantornya saja yang ada. Aktifitas apapun setiap hari tak ada disana.

Pemberlakuan Peraturan Bupati Simalungun Nomor 37 Tahun 2012 tanggal 16 Juli 2012 antara lain  misalnya, boleh disebut sebagai salah satu penambahan derita guru dan murid di Simalungun. Perbup (Peraturan Bupati) itu menyangkut Pelaksanaan Lima Hari Sekolah di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Simalungun. 

Dalam konsideransnya memang, terkesan indah memukau serta mempesona. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan proses pendidikasn serta peningkatan pembinaan karakter siswa di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Simalungun, dipandang perlu adanya perubahan hari kerja di lingkungan Sekolah di Kabupaten Simalungun. Tujuannya, juga terkesan membahana, untuk meningkatkan produktifitas kerja dan efisiensi penggunaan sumber daya serta peningkatan kesempatan pendidikan karakter di kalangan siswa.

Agar jelas dan tegas, sebaiknya memang perlu diuraikan disini bahwa Bupati Simalungun JR Saragih (tanpa Dr SH dan MM)  pada 16 Juli 2012 menerbitkan sebuah Peraturan Bupati . Isinya berintikan, di Simalungun pelaksanaan kegiatan Proses Belajar Mengajar ditetapkan lima hari kerja saja, yakni Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat. 

Pelaksanaan lima hari sekolah itu dilakukan dengan memadatkan jam pelajaran dari enam hari menjadi lima hari kerja tanpa mengurangi jumlah jam pelajaran. Hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis, masuk pukul 07.30 WIB dan pulang pukul 14.30 WIB, dengan waktu istirahat dua kali lima belas menit. Sementara pada Jumat, masuk pukul 07.30 WIB dan pulang pukul 11. 45 WIB, dengan waktu istirahat satu kali lima belas menit.

Dalam Peraturan Bupati Simalungun itu juga diuraikan, dalam pelaksanaan lima hari sekolah tersebut, penegakan disiplin harus ditingkatkan dan apabila guru atau pegawai meninggalkan sekolah atau keluar lingkungan sekolah harus mendapat izin dari atasan langsung. Kegiatan siswa pada hari Sabtu diatur petencanaannya yang bersifat mendidik, membimbing dan membina siswa terutama dalam pengembangan pendidikan karakter siswa setelah dimusyawarahkan dengan Komite Sekolah. 

Pelaksanaan lima hari sekolah ini secara efektif dimulai pada Tahun Pelajaran 2012/ 2013, sementara Uji Coba pelaksanaan lima hari sekolah ini dilakukan pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Artinya, mulai 27 Agustus ini, siswa di Simalungun cuma belajar lima hari saja.

Peraturan Bupati Simalungun itu pun, segera ditindaklanjuti Resman Saragih, selaku Kepala Dinas Pendidikan Simalungun. Dalam suratnya Nomor 420/ 2534/ Set/ Disdik-2012 tanggal 27 Juli 2012 yang ditujukan kepada semua Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan, Kepala TK, SD, SMP, SMA/SMK Negeri dan Swasta se-Kabupaten Simalungun, Resman  minta agar semua Kepala Sekolah, Guru dan Pegawai agar meningkatkan kinerjanya masing-masing dengan melakukan penyesuaian metoda, sistem dan mekanisme kerja, sehingga optimalisasi hasil kerja setelah pelaksanaan lima hari sekolah ini dapat dicapai. 

 Semua sekolah juga diminta Resman pula melakukan pengaturan jadwal kegiatan belajar mengajar tanpa mengurangi jam/ hari efektyif belajar, kegiatan pengembangan diri dan pendidikan karakter di kalangan siswa sehingga mutu pendidikan yang baik tetap tercapai. Dan,tak lupa Resman juga menyebut, pelaksanaan lima hari sekolah dilaksanakan mulai 27 Agustus 2012 di semua tingkatan sekolah, negeri serta swasta.

Ragam Tanggapan

Bagi saya sendiri sebagai salah seorang anak negeri Simalungun perubahan Hari Sekolah di daerah ini dari enam hari,  menjadi lima hari , tidaklah menjadi soal. No problem, seperti dikatakan Orang Inggris. Dalam pandangan saya, yang penting, kurikulum sekolah bisa dilaksanakan dengan baik dan benar serta terpenuhi. Lagi pula, JR Saragih itu kan hebat bahkan hebat sekali. Dia juga jago, malah jago sekali pun. Sebagai tokoh perubahan, JR Saragih tentu akan merubah apa saja. Yang penting berubah, dan ini pokok soalnya. Kenapa rupanya ?

Tapi bagi ragam kalangan tentu saja tidak, sebab setiap orang boleh saja menyampaikan tanggapan dan apa boleh buat semua kalangan merasa punya hak untuk memberi tanggapan. Sekali lagi, kenapa rupanya. Apalagi, negeri ini diyakini dan disadari merupakan milik bersama. Bukan milik kelompok apalagi perorangan.

Sarmedi Purba yang doktor medis alumni Jerman misalnya berpendapat, yang penting jam belajarnya sama. Izzi Tobing, kesannya juga mendukung kebijakan JR Saragih ini dengan mengatakan tak masalah. Efek baiknya menurut dia, anak-anak jadi tak bosan belajar dan turun ke sekolah melulu. Mereka, kata Izzi, lebih mudah mengatur waktu untuk mengisi hari libur. Juga, bisa membantu orang tua mereka.

Kawan saya Ultri Simangunsong juga mendukung kebijakan JR Saragih ini. Kata dia, lima hari sekolah  dalam seminggu merupakan suatu ide yang bagus dan yang lebih penting, tidak melanggar aturan. Alasan dia, beban belajar siswa per minggu pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 sebagai rujukan penyusunan kurikulum sekolah tidak ada menyebutkan bahwa sekolah harus berlangsung enam hari dalam seminggu. 

Boleh saja, katanya, sekolah mengatur jam pelajaran menjadi lima hari seminggu asakan mengikuti beban jam belajar 34 - 38 minggu seperti yang sudah ditetapkan. Apalagi, kata Ultri lagi, tidak ada aturan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud seminggu itu harus 6 hari. Kalau saja pun sekolah dimulai pukul 07.30 WIB, tak ada masalah, katanya.

Ultri juga menambahkan,  seperti diisyaratkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 35 Ayat (2) tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Pasal 52 Ayat (2) tentang Guru disebutkan bahwa beban  kerja guru tidak ditetapkan menurut hari, melainkan menurut jumlah jam mengajar tatap muka yaitu sekurang-kiurangnya 24 jam seminggu serta sebanyak-banyaknya 40 jam seminggu. Tegasnya, menurut penyandang pasca sarjana ini, sepanjang guru memenuhi beban kerja, maka sekolah lima hari seminggu tidak melanggar aturan beban kerja guru.

Dia pun berpendapat,  dengan adanya dua hari libur seminggu sekaligus bisa dimanfaatkan peserta didik untuk membantu orang tua bekerja yang secara ekonomis dapat menambah penghasilan keluarga. Sekolah lima hari seminggu, katanya lagi sejalan dengan hari kerja dan hari libur orang tua peserta didik yang bekerja di sektor formal dari Senin hingga Jumat. Dengan demikian, orangtua punya waktu yang lebih banyak untuk berkomunikasi, membimbing dan mendidik  anak-anak mereka serta menyusun rencana keluarga secara bersama.

Lebih jauh, Ultri juga berpendapat, bagi guru yang tinggal jauh dari keluarga libur duan hari seminggu tentu sangatlah berarti bagi mereka. Sebab, katanya, mereka bisa menikmati week-end  bersama keluarga yang lebih panjang.  Sementara, katanya lagi, libur akhir pekan yang cukup diharapkan bisa berdampak secara psikologis kepada guru dan peserta didik. Mereka akan lebih segar serta bersemangat  memulai sekolah kembali di hari Senin.  Selain itu, kewajiban guru sebagai orangtua dari ana-anak mereka di rumah atau sebagai suami atau istri juga bisa terlaksana dengan baik.

Di sisi lain, Ultri pun berharap agar dampak Sekolah Lima Hari Seminggu yang diterapkan Bupati Simalungun ini bisa menjadikan guru bisa sukses mencerdaskan anak bangsa di sekolah tanpa harus mengurangi kewajiban serta tanggung jawab terhadap anak-anak mereka sendiri, serta terhadap istri atau suami mereka di rumah. 

Guru, katanya, harus sukses di sekolah tapi juga sukses di rumah.  Sementara dia berharap pula,  sosialisasi dan try out kebijakan ini tidak langsung diterapkan secara menyeluruh. Namun alangkah baiknya dilakukan sejenis pilot proyect untuk sekolah (guru dan murid)  terpilih  yang dirancang mampu untuk  melakukan akselerasi kebijakan secara bertahap.

Lantas, seorang kawan saya, Rywandys Melinao yang saya kenal cukup cerdas serta kritis, setuju sekali pun dengan pendapat Ultri Simangunsong. Peraturan Bupati Simalungun itu menurut dia tidak salah dan jangan pula disalahkan.  Cuma, ada kekuatiran Rywandy soal topografi Simalungun agaknya. Masih banyak di daerah ini yang jarak antara sekolahnya dengan rumahnya berkilo-kilometer.

 Lantas kalau masuk sekolah pada 07.30 WIB serta pulang pada 14.30 WIB, mau pukul berapa mereka berangkat serta pulang sekolah ? Adakah di antara pengambil keputusan itu yang dulunya harus menempuh sekolahnya setiap hari berkilo-kilometer ?

Hampir senada dengan Rywandys,  Rostana Sinaga juga meragukan kemampuan daya tahan anak usia SD serta SMP untuk pulang sekolah sampai pukul 14.30 WIB. Apalagi, katanya, dengan fakta yang ada bahwa masih banyak sekali jarak antara sekolah dengan rumah siswa yang terlalu jauh. Bagaimana pula mereka akan mengikuti les atau tambahan jam belajar yang memang kerap masih dilakukan di daerah ini, kata Rostana Sinaga.

Dalam pandangan Rayyama Tania Saragih,  sekolah lima hari seminggu justru akan menambah beban orang tua. Ini, katanya, mengingat lamanya jam belajar sehingga membutuhkan uang jajan yang harus ditambah sekaligus membuat orangtua semakin pusing. Dan, Tania barangkali benar, apalagi  Resman Saragih pun sudah berupaya mengantisipasinya dengan meminta agar setiap sekolah berupaya mengkoordinasikan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan lima hari sekolah, seperti kantin sekolah yang layak dan sehat serta mengaktifkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Di antara kawan-kawan saya pun, ada juga yang terkesan sinis dengan kebijakan (baru) Bupati Simalungun ini. Martin Lumbantoruan misalnya berpendapat, agar sekolah dilakukan tiga hari saja seminggu. Tiga hari lainnya, katanya, bisa digunakan oleh peserta didik untuk membantu orangtua masing-masing di ladang atau huma, sementara bagi guru-guru tiga hari lainnya bisa dimanfaatkan untuk berdemonstrasi menuntut hak-hak mereka yang tidak diberikan Pemkab Simalungun.

Di mata Jankris Harianto Sinaga, perubahan hari sekolah dari enam hari menjadi lima hari ini harus ditolak sekaligus dibatalkan. Khususnya perguruan swasta, malah diajak Jankris untuk tidak melaksanakan Peraturan Bupati Simalungun ini. Perguruan swasta punya hak untuk menolak  menurut dia karena pendidikan untuk mencerdaskan. 

Kalau terjadi pemadatan waktu, akan terjadi pula kejenuhan dan malah mengganggu kesehatan peserta didik. Peserta didik pun, menurut Jankris masih memerlukan les atau tambahan materi. Kapan lagi mereka memiliki waktu ? Perbup ini, menurut Jankris lagi, justru akan memanjakan guru terutama yang bertugas di negeri. Karena itulah Jakris berkali-kali seakan berteriak : Tolak, tolak Lima Hari Sekolah di Simalungun !
______________________________________________________________________________________________
Siantar Estate, 26 Agustus 2012

Ramlo R Hutabarat                                                                                                                HP : 0813 6170 6993
______________________________________________________________________________________________
    • Ultri Sonlahir Simangunsong
      Penjelasan tambahan :
      1. Terhadap rencana Pemkab Simalungun mulai memberlakukan ketentuan belajar senin sd jumat mulai 27 agustus 2012, berikut tambahan informasi yang perlu saya luruskan :
      - Saya belum pernah menyatakan setuju dengan kebij...Lihat Selengkapnya

    • Parluhutan Simarmata
      Saya adalah alumni SMAN2 P Siantar masuk tahun 1980 masa pak Soedarsono Kepseknya. Disiplin pak Soedarsono sangat ketat dan pemakaian waktu belajar sangat efektif. Beliau berprinsip efektif soal waktu. Kita masuk cepat dan sdh pulang jam 12...Lihat Selengkapnya

    • Ramlo Hutabarat Tks, Ultri Sonlahir Simangunsong. Apa boleh buat. Aku dalam keterbatasan. Cuma yang begini saja bisa kubuat. Lebih kurang, mohon maaf. Itu pun kalau memang perlu.

    • M Adil Saragih
      Beberapa siswa di raya ini aq tanya pada umumnya mengeluh apa lagi setelah pulang sekolah mereka masih di bebani les di sekolah jadi perhitungan siswa tersebut mereka akan pulang jam 18, dan makan siang pun akan dilakukan disekolah, mau iri...Lihat Selengkapnya

    • Ramlo Hutabarat
      Tepat sekali, Parluhutan Simarmata. Aku juga sempat kenal pada Pak Soedarsono. Beliau memang guru yang sesungguhnya. Karena itu dia paham dan paham sekali dunia pendidikan yang digelutinya. Sayangnya pada masa sekarang siapa saja bisa saja...Lihat Selengkapnya

    • Rywandys Melinao
      Inter Upsi, bos....
      Terima kasih telah memasukkan pemikiran saya dalam uraian, pak eRHa. Yang saya kritisi bukan Perbud maupun Surat Kadis, bos. Yg saya kritisi adalah peraturan diatasnya yakni UU maupun Permen-nya ( M.Nuh dkk ). Klo memang...Lihat Selengkapnya

    • Ramlo Hutabarat Pengamatan yang cerdas dan nyata, M Adil Saragih. Nompang tanya, berapa Indseks Prestasi Manusia (IPM) Simalungun tahun ini dan berada pada posisi rangking berapa di Sumatera Utara ? (aku tidak tanya rangking IPM Simalungun secara nasional. Buat prihatin saja)

    • Ramlo Hutabarat Dalam Perbup tersebut memang tak dinyatakan dengan tegas dan jelas apakah Sabtu siswa dan guru masuk. Cuma, benar yang dikatakan Adil , pada Sabtu ada kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Jadi tidak libur. Perbup itu pun menyatakan Lima Haris Sekolah dan tidak menyatakan Sabtu libur.

    • Ramlo Hutabarat Ya, tks Rywandys, atas tambahan informasinya. Diskusi yang menarik, dan betapa lebih baiknya jika dicermati mereka yang mengurusi sektor pendidikan di daerah kita ini. Tahukah Lawei, banyak diantara kita yang menganut paham : Anjing menggonggong kafilah berlalu ?

    • Rywandys Melinao Marilah kita biarkan Anjing menggonggong karena memang itu tugas anjing dan biarkanlah Kafilah berlalu karena memang kerja mereka berjualan (pedagang)...he...he...he...

    • David S Garingging simalungun sekarang ternyata masih simalungun yg saya kenal,.. 3 attitude yg blm hilang,...hehehehe,... do more talk less lebih baik saudara saudaraku,..horas bani nasiam ganup na sijolom suhulmi piso,..

    • Perantau Raya
      Menurut pendapat saya pribadi, program 5 hari belajar belum pantas diterapkan di Simalungun, karena kita tau sebagian jarak sekolah dengan tempat tinggal para peserta didik ada yang jauh dan ada yg dekat dari sekolah, sehingga masih sering ...Lihat Selengkapnya.
       
      (Sumber FB Ramlo Hutabarat)

Berita Lainnya

There is no other posts in this category.

Post a Comment

0 Comments