Kalau
saja ada yang membuat rekaman apa adanya guru dan murid di Simalungun,
maka akan terlihatlah album yang teramat sosiodramatis. Betapa tidak.
Guru yang disebut-sebut sebagai garda terdepan pendidikan itu, ekh
justru kadang dijadikan kambing hitam tapi kadang pula justru dijadikan
sapi perahan. Kalau mutu dan kualitas pendidikan anjlok melorot, gurulah
yang dibebankan untuk bertanggung jawab. Padahal, mereka tidak terlalu
diperhatikan Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun, malah acapkali
dijadikan sumber penghasilan.
Sementara, berbagai hak mereka acapkali
dikebiri bahkan Uang Makan atau yang populer juga disebut sebagai Uang
Lauk Pauk, mereka tak dapatkan. Bahkan, kalau dibanding dengan guru di
daerah lain, guru Simalungun terkesan amat diabaikan. Lihat misal
Tunjangan Kesejahteraan mereka yang jauh lebih rendah dan kecil
dibanding dengan guru di Samosir, Pakpak Bharat atau Humbang Hasundutan.
Murid
di Simalungun juga hampir sama dengan. Hak mereka khususnya murid SD
dan SMP untuk mendapatkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), setiap
periode selalu dimainkan. Ragam kutipan dilakukan dengan berbagai
alasan, padahal ada aturan yang menyebut terhadap siswa SD dan SMP tidak
dipernankan untuk mengutip uang dengan alasan dan dalih apa pun,
berkaitan dengan program Wajib Belajar 9 Tahun. Siswa yang sering
disebut sebagai harapan bangsa, penerus generasi mendatang, acapkali
dijadikan obyek sekaligus subyek.
Dan, sekali lagi Pemkab Simalungun
terkesan tidak memiliki itikad baik untuk memperbaiki keadaan yang sudah
terpuruk itu. Cermatilah. Berapa sih setiap tahunnya belakangan ini
siswa di Simalungun yang mendapatkan prestasi di tingkat regional
apalagi di tingkat nasional ? Bisa masuk ke PTN (Perguruan Tinggi
Negeri) favorit saja bisa dihitung dengan jari.
Bupati
Simalungun sendiri, JR Saragih, agaknya tak memiliki niat dan kemampuan
untuk membenah sekaligus memperbaiki keadaan yang runyam dan terpuruk
ini. Malah timbul kesan, justru ikut memperparah keadaan hingga semakin
konyol dan brengsek. Issu dan rumor tak sedap beredar malah, misalnya
adanya kutipan dari setiap kepala sekolah yang disebut sebagai Uang
Penyegaran.
Peran Komite Sekolah apalagi Dewan Pendidikan tidak
difungsikan sebagaimana adanya. Mau bagaimana Dewan Pendidikan
Simalungun bisa memerankan tugas dan fungsinya memang, jika dalam APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) justru tidak ada ditampung sama
sekali dana untuk Dewan Pendidikan Simalungun. Gedung atau kantornya
saja yang ada. Aktifitas apapun setiap hari tak ada disana.
Pemberlakuan
Peraturan Bupati Simalungun Nomor 37 Tahun 2012 tanggal 16 Juli 2012
antara lain misalnya, boleh disebut sebagai salah satu penambahan
derita guru dan murid di Simalungun. Perbup (Peraturan Bupati) itu
menyangkut Pelaksanaan Lima Hari Sekolah di Lingkungan Pemerintahan
Kabupaten Simalungun.
Dalam konsideransnya memang, terkesan indah
memukau serta mempesona. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan proses pendidikasn serta peningkatan pembinaan karakter
siswa di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Simalungun, dipandang perlu
adanya perubahan hari kerja di lingkungan Sekolah di Kabupaten
Simalungun. Tujuannya, juga terkesan membahana, untuk meningkatkan
produktifitas kerja dan efisiensi penggunaan sumber daya serta
peningkatan kesempatan pendidikan karakter di kalangan siswa.
Agar
jelas dan tegas, sebaiknya memang perlu diuraikan disini bahwa Bupati
Simalungun JR Saragih (tanpa Dr SH dan MM) pada 16 Juli 2012
menerbitkan sebuah Peraturan Bupati . Isinya berintikan, di Simalungun
pelaksanaan kegiatan Proses Belajar Mengajar ditetapkan lima hari kerja
saja, yakni Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat.
Pelaksanaan lima hari
sekolah itu dilakukan dengan memadatkan jam pelajaran dari enam hari
menjadi lima hari kerja tanpa mengurangi jumlah jam pelajaran. Hari
Senin, Selasa, Rabu dan Kamis, masuk pukul 07.30 WIB dan pulang pukul
14.30 WIB, dengan waktu istirahat dua kali lima belas menit. Sementara
pada Jumat, masuk pukul 07.30 WIB dan pulang pukul 11. 45 WIB, dengan
waktu istirahat satu kali lima belas menit.
Dalam
Peraturan Bupati Simalungun itu juga diuraikan, dalam pelaksanaan lima
hari sekolah tersebut, penegakan disiplin harus ditingkatkan dan apabila
guru atau pegawai meninggalkan sekolah atau keluar lingkungan sekolah
harus mendapat izin dari atasan langsung. Kegiatan siswa pada hari Sabtu
diatur petencanaannya yang bersifat mendidik, membimbing dan membina
siswa terutama dalam pengembangan pendidikan karakter siswa setelah
dimusyawarahkan dengan Komite Sekolah.
Pelaksanaan lima hari sekolah ini
secara efektif dimulai pada Tahun Pelajaran 2012/ 2013, sementara Uji
Coba pelaksanaan lima hari sekolah ini dilakukan pada Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Artinya, mulai 27 Agustus ini, siswa di
Simalungun cuma belajar lima hari saja.
Peraturan Bupati
Simalungun itu pun, segera ditindaklanjuti Resman Saragih, selaku Kepala
Dinas Pendidikan Simalungun. Dalam suratnya Nomor 420/ 2534/ Set/
Disdik-2012 tanggal 27 Juli 2012 yang ditujukan kepada semua Kepala UPTD
Pendidikan Kecamatan, Kepala TK, SD, SMP, SMA/SMK Negeri dan Swasta
se-Kabupaten Simalungun, Resman minta agar semua Kepala Sekolah, Guru
dan Pegawai agar meningkatkan kinerjanya masing-masing dengan melakukan
penyesuaian metoda, sistem dan mekanisme kerja, sehingga optimalisasi
hasil kerja setelah pelaksanaan lima hari sekolah ini dapat dicapai.
Semua sekolah juga diminta Resman pula melakukan pengaturan jadwal
kegiatan belajar mengajar tanpa mengurangi jam/ hari efektyif belajar,
kegiatan pengembangan diri dan pendidikan karakter di kalangan siswa
sehingga mutu pendidikan yang baik tetap tercapai. Dan,tak lupa Resman
juga menyebut, pelaksanaan lima hari sekolah dilaksanakan mulai 27
Agustus 2012 di semua tingkatan sekolah, negeri serta swasta.
Ragam Tanggapan
Bagi
saya sendiri sebagai salah seorang anak negeri Simalungun perubahan
Hari Sekolah di daerah ini dari enam hari, menjadi lima hari , tidaklah
menjadi soal. No problem, seperti dikatakan Orang Inggris. Dalam
pandangan saya, yang penting, kurikulum sekolah bisa dilaksanakan dengan
baik dan benar serta terpenuhi. Lagi pula, JR Saragih itu kan hebat
bahkan hebat sekali. Dia juga jago, malah jago sekali pun. Sebagai tokoh
perubahan, JR Saragih tentu akan merubah apa saja. Yang penting
berubah, dan ini pokok soalnya. Kenapa rupanya ?
Tapi bagi
ragam kalangan tentu saja tidak, sebab setiap orang boleh saja
menyampaikan tanggapan dan apa boleh buat semua kalangan merasa punya
hak untuk memberi tanggapan. Sekali lagi, kenapa rupanya. Apalagi,
negeri ini diyakini dan disadari merupakan milik bersama. Bukan milik
kelompok apalagi perorangan.
Sarmedi Purba yang doktor
medis alumni Jerman misalnya berpendapat, yang penting jam belajarnya
sama. Izzi Tobing, kesannya juga mendukung kebijakan JR Saragih ini
dengan mengatakan tak masalah. Efek baiknya menurut dia, anak-anak jadi
tak bosan belajar dan turun ke sekolah melulu. Mereka, kata Izzi, lebih
mudah mengatur waktu untuk mengisi hari libur. Juga, bisa membantu orang
tua mereka.
Kawan saya Ultri Simangunsong juga mendukung
kebijakan JR Saragih ini. Kata dia, lima hari sekolah dalam seminggu
merupakan suatu ide yang bagus dan yang lebih penting, tidak melanggar
aturan. Alasan dia, beban belajar siswa per minggu pada Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 sebagai rujukan penyusunan kurikulum sekolah tidak
ada menyebutkan bahwa sekolah harus berlangsung enam hari dalam
seminggu.
Boleh saja, katanya, sekolah mengatur jam pelajaran menjadi
lima hari seminggu asakan mengikuti beban jam belajar 34 - 38 minggu
seperti yang sudah ditetapkan. Apalagi, kata Ultri lagi, tidak ada
aturan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud seminggu itu harus 6 hari.
Kalau saja pun sekolah dimulai pukul 07.30 WIB, tak ada masalah,
katanya.
Ultri juga menambahkan, seperti diisyaratkan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 35 Ayat (2) tentang Guru dan
Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Pasal 52 Ayat (2)
tentang Guru disebutkan bahwa beban kerja guru tidak ditetapkan menurut
hari, melainkan menurut jumlah jam mengajar tatap muka yaitu
sekurang-kiurangnya 24 jam seminggu serta sebanyak-banyaknya 40 jam
seminggu. Tegasnya, menurut penyandang pasca sarjana ini, sepanjang guru
memenuhi beban kerja, maka sekolah lima hari seminggu tidak melanggar
aturan beban kerja guru.
Dia pun berpendapat, dengan
adanya dua hari libur seminggu sekaligus bisa dimanfaatkan peserta didik
untuk membantu orang tua bekerja yang secara ekonomis dapat menambah
penghasilan keluarga. Sekolah lima hari seminggu, katanya lagi sejalan
dengan hari kerja dan hari libur orang tua peserta didik yang bekerja di
sektor formal dari Senin hingga Jumat. Dengan demikian, orangtua punya
waktu yang lebih banyak untuk berkomunikasi, membimbing dan mendidik
anak-anak mereka serta menyusun rencana keluarga secara bersama.
Lebih
jauh, Ultri juga berpendapat, bagi guru yang tinggal jauh dari keluarga
libur duan hari seminggu tentu sangatlah berarti bagi mereka. Sebab,
katanya, mereka bisa menikmati week-end bersama keluarga yang lebih
panjang. Sementara, katanya lagi, libur akhir pekan yang cukup
diharapkan bisa berdampak secara psikologis kepada guru dan peserta
didik. Mereka akan lebih segar serta bersemangat memulai sekolah
kembali di hari Senin. Selain itu, kewajiban guru sebagai orangtua dari
ana-anak mereka di rumah atau sebagai suami atau istri juga bisa
terlaksana dengan baik.
Di sisi lain, Ultri pun berharap
agar dampak Sekolah Lima Hari Seminggu yang diterapkan Bupati Simalungun
ini bisa menjadikan guru bisa sukses mencerdaskan anak bangsa di
sekolah tanpa harus mengurangi kewajiban serta tanggung jawab terhadap
anak-anak mereka sendiri, serta terhadap istri atau suami mereka di
rumah.
Guru, katanya, harus sukses di sekolah tapi juga sukses di
rumah. Sementara dia berharap pula, sosialisasi dan try out kebijakan
ini tidak langsung diterapkan secara menyeluruh. Namun alangkah baiknya
dilakukan sejenis pilot proyect untuk sekolah (guru dan murid)
terpilih yang dirancang mampu untuk melakukan akselerasi kebijakan
secara bertahap.
Lantas, seorang kawan saya, Rywandys
Melinao yang saya kenal cukup cerdas serta kritis, setuju sekali pun
dengan pendapat Ultri Simangunsong. Peraturan Bupati Simalungun itu
menurut dia tidak salah dan jangan pula disalahkan. Cuma, ada
kekuatiran Rywandy soal topografi Simalungun agaknya. Masih banyak di
daerah ini yang jarak antara sekolahnya dengan rumahnya
berkilo-kilometer.
Lantas kalau masuk sekolah pada 07.30 WIB serta
pulang pada 14.30 WIB, mau pukul berapa mereka berangkat serta pulang
sekolah ? Adakah di antara pengambil keputusan itu yang dulunya harus
menempuh sekolahnya setiap hari berkilo-kilometer ?
Hampir
senada dengan Rywandys, Rostana Sinaga juga meragukan kemampuan daya
tahan anak usia SD serta SMP untuk pulang sekolah sampai pukul 14.30
WIB. Apalagi, katanya, dengan fakta yang ada bahwa masih banyak sekali
jarak antara sekolah dengan rumah siswa yang terlalu jauh. Bagaimana
pula mereka akan mengikuti les atau tambahan jam belajar yang memang
kerap masih dilakukan di daerah ini, kata Rostana Sinaga.
Dalam
pandangan Rayyama Tania Saragih, sekolah lima hari seminggu justru
akan menambah beban orang tua. Ini, katanya, mengingat lamanya jam
belajar sehingga membutuhkan uang jajan yang harus ditambah sekaligus
membuat orangtua semakin pusing. Dan, Tania barangkali benar, apalagi
Resman Saragih pun sudah berupaya mengantisipasinya dengan meminta agar
setiap sekolah berupaya mengkoordinasikan hal-hal yang berhubungan
dengan pelaksanaan lima hari sekolah, seperti kantin sekolah yang layak
dan sehat serta mengaktifkan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Di
antara kawan-kawan saya pun, ada juga yang terkesan sinis dengan
kebijakan (baru) Bupati Simalungun ini. Martin Lumbantoruan misalnya
berpendapat, agar sekolah dilakukan tiga hari saja seminggu. Tiga hari
lainnya, katanya, bisa digunakan oleh peserta didik untuk membantu
orangtua masing-masing di ladang atau huma, sementara bagi guru-guru
tiga hari lainnya bisa dimanfaatkan untuk berdemonstrasi menuntut
hak-hak mereka yang tidak diberikan Pemkab Simalungun.
Di
mata Jankris Harianto Sinaga, perubahan hari sekolah dari enam hari
menjadi lima hari ini harus ditolak sekaligus dibatalkan. Khususnya
perguruan swasta, malah diajak Jankris untuk tidak melaksanakan
Peraturan Bupati Simalungun ini. Perguruan swasta punya hak untuk
menolak menurut dia karena pendidikan untuk mencerdaskan.
Kalau terjadi
pemadatan waktu, akan terjadi pula kejenuhan dan malah mengganggu
kesehatan peserta didik. Peserta didik pun, menurut Jankris masih
memerlukan les atau tambahan materi. Kapan lagi mereka memiliki waktu ?
Perbup ini, menurut Jankris lagi, justru akan memanjakan guru terutama
yang bertugas di negeri. Karena itulah Jakris berkali-kali seakan
berteriak : Tolak, tolak Lima Hari Sekolah di Simalungun !
______________________________________________________________________________________________Siantar Estate, 26 Agustus 2012
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993
______________________________________________________________________________________________
- Ultri Sonlahir SimangunsongPenjelasan tambahan :
1. Terhadap rencana Pemkab Simalungun mulai memberlakukan ketentuan belajar senin sd jumat mulai 27 agustus 2012, berikut tambahan informasi yang perlu saya luruskan :
- Saya belum pernah menyatakan setuju dengan kebij...Lihat Selengkapnya - Parluhutan SimarmataSaya adalah alumni SMAN2 P Siantar masuk tahun 1980 masa pak Soedarsono Kepseknya. Disiplin pak Soedarsono sangat ketat dan pemakaian waktu belajar sangat efektif. Beliau berprinsip efektif soal waktu. Kita masuk cepat dan sdh pulang jam 12...Lihat Selengkapnya
- Ramlo Hutabarat Tks, Ultri Sonlahir Simangunsong. Apa boleh buat. Aku dalam keterbatasan. Cuma yang begini saja bisa kubuat. Lebih kurang, mohon maaf. Itu pun kalau memang perlu.
- M Adil SaragihBeberapa siswa di raya ini aq tanya pada umumnya mengeluh apa lagi setelah pulang sekolah mereka masih di bebani les di sekolah jadi perhitungan siswa tersebut mereka akan pulang jam 18, dan makan siang pun akan dilakukan disekolah, mau iri...Lihat Selengkapnya
- Ramlo HutabaratTepat sekali, Parluhutan Simarmata. Aku juga sempat kenal pada Pak Soedarsono. Beliau memang guru yang sesungguhnya. Karena itu dia paham dan paham sekali dunia pendidikan yang digelutinya. Sayangnya pada masa sekarang siapa saja bisa saja...Lihat Selengkapnya
- Rywandys MelinaoInter Upsi, bos....
Terima kasih telah memasukkan pemikiran saya dalam uraian, pak eRHa. Yang saya kritisi bukan Perbud maupun Surat Kadis, bos. Yg saya kritisi adalah peraturan diatasnya yakni UU maupun Permen-nya ( M.Nuh dkk ). Klo memang...Lihat Selengkapnya - Ramlo Hutabarat Pengamatan yang cerdas dan nyata, M Adil Saragih. Nompang tanya, berapa Indseks Prestasi Manusia (IPM) Simalungun tahun ini dan berada pada posisi rangking berapa di Sumatera Utara ? (aku tidak tanya rangking IPM Simalungun secara nasional. Buat prihatin saja)
- Ramlo Hutabarat Dalam Perbup tersebut memang tak dinyatakan dengan tegas dan jelas apakah Sabtu siswa dan guru masuk. Cuma, benar yang dikatakan Adil , pada Sabtu ada kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Jadi tidak libur. Perbup itu pun menyatakan Lima Haris Sekolah dan tidak menyatakan Sabtu libur.
- Ramlo Hutabarat Ya, tks Rywandys, atas tambahan informasinya. Diskusi yang menarik, dan betapa lebih baiknya jika dicermati mereka yang mengurusi sektor pendidikan di daerah kita ini. Tahukah Lawei, banyak diantara kita yang menganut paham : Anjing menggonggong kafilah berlalu ?
- Rywandys Melinao Marilah kita biarkan Anjing menggonggong karena memang itu tugas anjing dan biarkanlah Kafilah berlalu karena memang kerja mereka berjualan (pedagang)...he...he...he.
.. - David S Garingging simalungun sekarang ternyata masih simalungun yg saya kenal,.. 3 attitude yg blm hilang,...hehehehe,... do more talk less lebih baik saudara saudaraku,..horas bani nasiam ganup na sijolom suhulmi piso,..
- Perantau RayaMenurut pendapat saya pribadi, program 5 hari belajar belum pantas diterapkan di Simalungun, karena kita tau sebagian jarak sekolah dengan tempat tinggal para peserta didik ada yang jauh dan ada yg dekat dari sekolah, sehingga masih sering ...Lihat Selengkapnya.(Sumber FB Ramlo Hutabarat)
0 Comments